tag:blogger.com,1999:blog-37533637543751912392024-03-18T10:00:30.798+07:00PunkYGapteGKumpulan Artikel Menarik , Tips Bermanfaat Serta Bacaan Yang MenghiburAnonymoushttp://www.blogger.com/profile/17404080387687856036noreply@blogger.comBlogger363125tag:blogger.com,1999:blog-3753363754375191239.post-85547614285961996702015-01-14T23:06:00.001+07:002015-01-14T23:06:54.394+07:00Sendiri<p dir="ltr">Di jembatan ini ku menunggumu  ,</p>
<p dir="ltr">Senja hinnga malam pun tiba ,</p>
<p dir="ltr">Setia menunggu di gelapnya malam, </p>
<p dir="ltr">Tanpa ku sadari rintik hujan turun, </p>
<p dir="ltr">Tetapi dirimu tak kunjung tiba, </p>
<p dir="ltr">Basah tubuh ini ,</p>
<p dir="ltr">sepi ...........</p>
<p dir="ltr">Tak terasa malam pun mulai larut, </p>
<p dir="ltr">Hingga kusadari tinggal diriku sendiri disini, </p>
<p dir="ltr">Suara langkah kaki datang mendekat, </p>
<p dir="ltr">Perasaan bahagiapun muncul, </p>
<p dir="ltr">Ku toleh ke belakang, </p>
<p dir="ltr">Ternyata bukan dirimu, </p>
<p dir="ltr">Sendiri..........</p>
<p dir="ltr">Dingin malam ini menyelimuti tubuh ini, </p>
<p dir="ltr">Haruskah ku akhiri penantianku ini, </p>
<p dir="ltr">...................<br>
⬇⬇⬇⬇⬇⬇⬇⬇⬇<br><br></p>
<p dir="ltr">Lanjutnya gmana???? <br></p>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/17404080387687856036noreply@blogger.com165tag:blogger.com,1999:blog-3753363754375191239.post-19908181719308321652015-01-08T23:10:00.001+07:002015-01-08T23:10:30.023+07:00Malam dingin<p dir="ltr">Kulalui malam di temani secangkir kopi, <br>
memandang langit dengan segenap hati, <br>
Menanti harapan yang belum pasti, <br>
Etah bagaimana kisah hidupku nanti, </p>
<p dir="ltr">Langit dan bumi menjadi saksi, <br>
Perjuangan keras hidupku hari demi hari, <br>
Kerja keras tak henti henti, <br>
Dengan hasil yang tak pasi, </p>
<p dir="ltr">Dingin malam ini kulalui sendiri, <br>
Menyambut sang mentari esok hari , <br>
Melanjutkan perjuangan hidupku ini, <br>
Sampai kucapai semua harapan dan mimpiku ini, </p>
<p dir="ltr">Akankah terus srperti ini,  <br>
Semua kuserahkan pada takdir ilahi,<br>
Kalau memang terus seperti ini, <br>
Lebih baik aku mati,<br></p>
<p dir="ltr">.<br>
.<br>
.<br>
.<br>
.<br>
.<br>
.<br>
.<br>
.<br>
.<br>
.<br>
.<br>
.<br>
.<br><br><br></p>
<p dir="ltr">Eeennnndddddddd<br></p>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/17404080387687856036noreply@blogger.com76tag:blogger.com,1999:blog-3753363754375191239.post-47245765480337581822015-01-02T21:12:00.001+07:002015-01-02T21:12:49.559+07:00Cinta lalu<p dir="ltr">Semenjak kepergianmu setahun yang lalu di sini ku menunggu sosok gadis sepertimu lagi, </p>
<p dir="ltr">Hari hari kulalui sendiri... </p>
<p dir="ltr">Sepi sunyi menghantui... </p>
<p dir="ltr">Bayangmu masih saja muncul di benakku ini... </p>
<p dir="ltr">Kapaan....</p>
<p dir="ltr">Sosok penggantimu ada di sisiku lagi....<br><br><br></p>
<p dir="ltr">Penantian panjang ku lalui.....</p>
<p dir="ltr">Setiap saat menanti... </p>
<p dir="ltr">Menunggu disini... </p>
<p dir="ltr">Banyak yang datang silih berganti...</p>
<p dir="ltr">Untuk mengisi ruang kosong di hati ini...</p>
<p dir="ltr">Tapi tak satupun bisa mengganti dirimu hai pujaan hati...</p>
<p dir="ltr">Cinta lalu .....</p>
<p dir="ltr">Duduk diam menunggu.....</p>
<p dir="ltr">Sosok pengganti dirimu... </p>
<p dir="ltr">Yang ada hanya bayangmu di benakku...</p>
<p dir="ltr">Takkan pernah kita bertemu...</p>
<p dir="ltr">Sampai maut menjemputku...</p>
<p dir="ltr">.<br>
.<br>
.<br>
.<br>
.<br>
.<br>
.<br>
.<br>
.</p>
<p dir="ltr">Dah gitu aja ,</p>
<p dir="ltr">Gk bisa nulis</p>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/17404080387687856036noreply@blogger.com41tag:blogger.com,1999:blog-3753363754375191239.post-881868355002672822014-12-31T09:22:00.001+07:002014-12-31T09:22:24.296+07:00Tahun Baru<p dir="ltr"><b><i>Hal sang sangat menggembirakan memang saat momen pergantian tahun baru tiba</i></b>, <br>
<b><i>Seluruh penjuru dunia ikut merayakan malam pergantian tahun , beragam acara di gelar dan setiap daerah dengan kebudayaannya masing masing ikut memeriahkan malam pergantian tahun</i></b>,<b><i>,,,,</i></b><br><br></p>
<p dir="ltr"><b><i>Iseng ngepost</i></b><b><i>, </i></b><br></p>
<p dir="ltr"><b><i>Dah setahun gk buka blog</i></b><b><i>, </i></b></p>
<p dir="ltr"><b><i>Kangen banget</i></b><b><i>,</i></b><b><i>, </i></b></p>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/17404080387687856036noreply@blogger.com44tag:blogger.com,1999:blog-3753363754375191239.post-65397238973960676322013-08-15T17:01:00.001+07:002013-08-15T17:01:53.713+07:00Bersamamu<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiiN9WQI-a4dsHlThjTBrMYcuCx3Kq0jsHGtTLBeQQx2fhpfqeGP-15-hTfrof0Gjmbtk8maBdO8HYPbf8vzsq8EL0EALSu7AP6HZZmLIFam64P_XK2IRS80odWFFQLAskA8ifC23scOJ9u/s1600/Puisi+Romantis.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiiN9WQI-a4dsHlThjTBrMYcuCx3Kq0jsHGtTLBeQQx2fhpfqeGP-15-hTfrof0Gjmbtk8maBdO8HYPbf8vzsq8EL0EALSu7AP6HZZmLIFam64P_XK2IRS80odWFFQLAskA8ifC23scOJ9u/s1600/Puisi+Romantis.jpg" /></a></div>
<br />
“Untung kamu sudah datang, pembukaan lomba bentar lagi mulai tuh.”
Pak Sartono – guru agama di SMP 2 Mataram tempat aku sekolah –
mengomeliku yang datang tergopoh-gopoh berlari kecil dari gerbang
sekolah.<br />
“Maaf pak telat, yang lain sudah datang?”<br />
“Sudah ada Imam sama…”<br />
“Eh kak Fer udah dateng.” Suara Imam memecah ucapan Pak sartono, aku tak
mendengar nama siapa tadi yang disebutnya. “ah Imam, ayo dah dimana
tempat pembukaannya? Langsung saja kita kesana?.” Aku menarik tangan
Imam mengajaknya ke tempat pembukaan. “tunggu Anggun dulu kak.” Imam
melepaskan tangannya dari genggaman. “eehh, siapa Anggun?” aku heran.<br />
“Kakak ini tau tim kita gak sih? Kan cerdas cermat dimana-mana bertiga
kak.” Imam menunjuk ke arah anak yang sedang duduk di bawah pohon
mangga.<br />
“Anggun cepet!” Imam melambaikan tangan kepada anak itu.<br />
“Iya kak tunggu.” Anak itu berdiri dan berlari ke arah kami.<br />
Namanya Anggun, Anggun Aprillia Sani. Ini awal cerita aku mengenalnya.
Seorang anak kecil yang cantik, lucu, imut – pipinya tembem kayak bakpao
– anak yang ceria dan manis. Kami saat itu mengikuti lomba MFQ –
Musabaqoh Fahmil Qur’an, lomba cerdas cermat dalam bidang agama Islam.
Kami satu tim. Imam dari kelas 8A: aku, Ferry, Firyal Dhiyaul Haqqi –
tak ada unsur kata ‘Ferry’ dalam nama lengkapku, semua bertanya begitu,
aku tak tau – dari kelas 9H: dan dia, Anggun dari kelas 7A.<br />
“Maaf kak lama.” Wajah ceria itu tersenyum manis padaku. “oh iya gak
apa-apa kok.” Aku balik tersenyum padanya. “ayo kak.” Imam balik menarik
tanganku sekarang.<br />
Lomba itu diadakan di SMP 1, lokasinya di sebelah SMP kami. Saat itu kami mendapatkan juara 1. Dan lolos ke tingkat kota.<br />
“Selamat nak.” Pak sartono menyambut kami di luar ruangan.<br />
“Alhamdulillah tadi dapet soal yang gampang karena Anggun yang milih
soalnya.” Imam terlihat sumringah setelah keluar dari ruangan lomba.<br />
“Iya tadi sistemnya kita dikasih pilihan soal dalam amplop. Tiap regu
ngambil 1 soal. Terus yang ngambil Anggun. Waaahhh memang beruntung
banget.” Aku menjelaskannya pada Pak Sartono yang tersenyum melihat kami
mendapatkan juara. “Iya bapak sudah tau kok Fer, gak perlu kamu
jelasin.” Pak sartono menepuk-nepuk bahuku. Anggun hanya tersenyum.
Rupanya dia masih malu dengan kakak-kakak kelasnya. Maklum lah, dia kan
masih anak kelas 7. Padahal baru saja kita berada dalam satu tim.<br />
Di tingkat kota, kami mendapatkan juara 3, walaupun Anggun kembali
mengambil soal yang gampang, tapi lawannya pintar-pintar semua. Maklum
lah mereka dari sekolah Madrasah. Mendapatkan juara 3 membuat Imam
sedikit sedih, mungkin dia merasa bersalah karena dia yang menjadi juru
bicara tim kami, dia merasa bertanggung jawab, tapi ini kan perlombaan
tim, jadi tak ada yang bisa disalahkan, kemenangan adalah kemenangan
tim, dan kekalahan juga adalah kekalahan tim. Aku mengungatkan Imam.
Anggun juga terlihat masam. Lomba itu selesai sore hari. Kami
berfoto-foto dengan tim finalis untuk dimuat di koran Lombok Post. Hari
itu terasa panjang. Walau kecewa, kami setidaknya telah melakukan yang
terbaik, bagi tim kami, dan bagi sekolah kami.<br />
Setelah hari itu, kehidupan sekolah kembali berjalan seperti biasa.
Lomba telah usai, dan kebiasaan sekolah kami adalah mengumumkan hasil
lomba-lomba yang diikuti murid-murid setelah upacara hari senin selesai.
Kami bertiga maju. Aku bertemu Anggun lagi saat itu. Dia tersenyum
manis menyapaku, “Hai kak, lama gak ketemu, hehe.” Pagi itu cerah, dan
sapaannya tadi menambah keceriaan di pagi itu.<br />
“Kak Fer!” Imam datang dari arah barisan sebelah selatan.<br />
“Anggun, Imam.” Aku tersenyum pada mereka yang menyapa dengan hangat.<br />
Hari itu kami terlihat hebat di sekolah kami, maju ke depan, disaksikan
semua warga sekolah untuk diberikan piala sebagai simbolisasi, karena
piala itu akan dipajang di lemari piala sekolah.<br />
Setelah Senin yang membanggakan itu, aku jarang bertemu mereka. Aku
juga sibuk persiapan ujian nasional. Aku sudah kelas 9. Saatnya fokus
untuk bisa masuk ke SMA impianku, SMA Negeri 1 Mataram. Siapa yang tak
mengidam-idamkan SMA itu? Berisi anak-anak terbaik se-pulau Lombok.
Anak-anak pilihan. Betapa bangganya mengenakan seragam khas SMA itu.
Juga karena kakakku yang sudah lebih dahulu berada disana menjadi
lecutan semangatku. Karena selama ini aku selalu mengikuti jejaknya. SD
sama, SMP juga, dan SMA harus bisa sama dengannya.<br />
Sebulan berlalu, kembali ke kehidupan normal. Bersama teman-teman
sekelas yang gila-gila. Teman sebangkuku yang bernama Adit – dia
playboy, sangat playboy, muka sih biasa-biasa aja, standar lah,
gantengan juga aku – bercerita-cerita di waktu jam istirahat. Dia cerita
kalau dia baru aja mutusin pacar barunya – mutusin pacar baru? Gila ni
anak – yang anak kelas 7D, namanya Rina, aku kenal dia. Selama dia
pacaran sama si Playboy Adit ini, dia sering curhat sama aku. Secara
gitu dia tau kalau aku teman sebangkunya Adit.<br />
Apalagi setelah dia diputusin sama si Adit, Rina jadi temen sms-anku
tiap malam. Dia curhat, galau katanya, maklum anak SMP rentan galau.
Putusnya dia sama Adit buat saya sama Rina jadi deket – hubungan
kakak-adik apa lah namanya – karena aku sudah nganggap dia sebagai adik
sendiri. Kasian anak itu, rupanya terlalu cinta sama yang namanya Adit.
Dasar playboy.<br />
Aku sering main-main ke kelasnya Rina. Entah kenapa, setelah dekat
dengan dia, sepertinya rasa suka’ muncul. Setelah dari kelas 7 sampai
kelas 9 semester 1 aku jatuh cinta dengan seorang anak blasteran arab
bernama Ismi, sekarang move ke anak kelas 7D ini. Tapi Rina ternyata
suka’ sama temenku, temen aku SD, namanya Hadi. Galau, itu tema aku
setiap malam – sekali lagi, anak SMP rentan galau.<br />
Hingga suatu hari, aku sama Hadi main-main ke kelasnya Rina. Itu jam
istirahat. Melihat Spendu – nama singkat SMP 2 – dari atas lantai 2.<br />
“Hei dek!” itu Anggun, aku menyapanya setelah melihat dia jalan bersama temannya menuju ke arahku.<br />
“Iya kak?” dia tersenyum manis seperti biasa.<br />
“Nnnggg… Boleh minta nomer HP gak?” aku gak tau apa yang ada dipikiranku
saat itu, tiba-tiba bisa ngomong to the point gitu. Aku sendiri
bingung. Itu kan pertemuan pertama setelah lama gak bertemu dia.<br />
“Boleh kak.” Anggun mengangguk tersenyum malu.<br />
“Di, tulisin dong nomer HP-nya Anggun nih.” Hadi yang memegang Handphone-ku langsung mencatatnya.<br />
“Makasi ya dek.” Aku tersenyum padanya. “iya kak.” Anggun balas senyum. Lalu pergi bersama temannya.<br />
Semenjak aku dan Anggun bertemu kurang lebih sebulan yang lalu di
acara MFQ, aku tak tahu nomer HP Anggun, tak pernah terlintas untuk
memintanya saat itu. Entah kenapa tadi begitu tiba-tiba, terjadi begitu
saja. Perasaan di Rina masih ada, tapi di Anggun ini apa namanya?
Lagi-lagi, SMP masa yang rentan galau.<br />
Rupanya si Adit itu telah menemukan pengganti si Rina, langsung, dia
kan playboy. Aduh, tak kepikiran aku jadi orang yang kayak dia, kok
bisa? Aku juga harus berenti suka’ sama Rina. Harus belajar dari Adit.
Di sini banyak kok cewek yang manis, berjilbab, solehah. Jadi sebenarnya
gampang lah buat move on. Toh ada Anggun. Aku juga sebenarnya lagi
deket sama cewek anak kelas 9F, namanya Ayu. Dia cantik, baik, dan yang
paling penting, dia juga suka’ sama aku. Aku curhat sama Ayu tentang
Rina, tak tau lah apa yang dia rasain waktu aku curhat ke dia tentang
Rina. Tapi Ayu adalah pendengar yang baik. Mungkin hatinya sakit, aku
tak tau.<br />
Ada juga cewek yang buat aku tertarik waktu itu, namanya Aini. Anak
kelas 9I. Dia awalnya kelas 9G, waktu ada program perluasan kelas, dia
dipindah. Tapi perasaan itu hanya rasa suka yang biasa. Karena dia
manis, cantik, putih, tembem, berjilbab. Jadi suka’ aja ngeliatnya. Ya,
itu tipe cewek aku. Tapi aku tak kenal dengannya. Malu aku berkenalan.
Jadi lupakan.<br />
Malam hari terasa sepi. Yang awalnya selalu ditemani Rina, sekarang
dia sudah bersama Hadi. Aku teringat dengan Anggun. Kuambil HP.
“Assalamu’alaikum. Anggun, gimana kabarnya?” ini sms pertama aku ke
Anggun. Maaf, walaupun masa SMP masa yang dibilang Alaayy, tapi aku tak
se-alay yang kalian kira. Aku nulis sms biasa aja kok.<br />
“Wa’alaikumsalam, ini siapa ya?” tak lama Anggun menjawab sms itu.<br />
“Ini kak Ferry, masi inget kan?”<br />
“Ooohhh, kak Feeerrryyy, apa kabar kak? Anggun baik-baik aja! <img alt=":D" class="wp-smiley" src="http://cerpenmu.com/wp-includes/images/smilies/icon_biggrin.gif" />
” terlihat Anggun begitu senang menerima sms dariku. Bukannya kePD-an.
Tapi keliatan kok dari caranya membalas sms. Ceria sekali.<br />
Aku juga cerita semua tentang Rina ke Anggun. Dan dia mengatakan, “Aku
ada disini kak, sama kakak, akan aku buat kakak ngelupain Rina.” Jawaban
itu buat aku tenang. Senang bisa kenal dengan Anggun. Hari-hari menjadi
lebih berwarna sejak kedekatan kami. Aku jadi bisa melupakan Rina,
total bisa melupakannya. Aku suka sama Anggun. Aku gak mau kehilangan
dia. Aku sudah menganggap seperti adik sendiri. Dia juga demikian,
menganggapku seperti kakak kandungnya sendiri.<br />
“Kak kita buat janji yuk?” Anggun mendengarkan sebuah lagu kepadaku.
“Ini lagu kita kak.” Anggun tersenyum. Aku terdiam. Mendengarkan lagu
itu. “Kakak janji ya bakalan selalu ada, ngejaga Anggun, janji ya”
Anggun mengulurkan jari kelingkingnya tanda kesepakatan. “iya kakak
janji dek.” Dia tersenyum lebar mendengarnya.<br />
Janji itu masi teringat sampai saat ini. Setiap mendengar lagu itu, aku
mengingat Anggun. Mengingat uluran jari kelingkingnya yang meminta
kesepakatan.<br />
Aku mendapatkan impianku, mendapatkan SMA 1 Mataram. Yang artinya aku
harus pisah dengan Anggun. Tiga bulan masa kedekatan di bangku SMP
dengan Anggun. Dan kini aku memulai dunia baru. Dunia SMA. Walaupun
sudah berada di bangku SMA, hubungan aku dengannya lancar-lancar saja,
komunikasi tak pernah putus. Bahkan kami sesekali pergi jalan-jalan
berdua.<br />
Dua bulan berlalu terjadi lost contact di antara kami. Entah kenapa
aku berpikir ada yang berubah dari Anggun. Aku tak tahu apa penyebabnya.
Hingga saat itu.<br />
“Kak, Anggun capek, sakit hati sama seorang cowok.” Sms itu masuk ke HP-ku.<br />
“Kenapa dek? Siapa?”<br />
“Anggun mau pindah sekolah aja, Anggun mau ke Jakarta. Pindah ke sana.”
Aku terkejut membaca sms itu. Tanpa menjawab sms itu aku menuju rumah
Anggun untuk mencari kejelasannya langsung.<br />
“Assalamu’alaikum, Anggun.” Lama menunggu pintu itu terbuka.
“wa’alaikumsalam” itu bukan Anggun, itu Faras, kakaknya. Aku tau Faras
tak setuju aku dekat dengan Anggun. Karena dia sahabatnya Ayu – kelas 9F
juga, jadi dia menganggap aku akan mempermainkan adeknya. Raut wajahnya
tak bersahabat, tapi dia berbaik hati memanggilkan Anggun untukku.
“Anggun, ada Ferry tuh!”<br />
Malam itu aku mendapatkan kejelasan yang membuatku terkejut. “Kak,
Anggun capek nunggu.” Aku heran. “Anggun pengen denger kalimat itu dari
kakak.” Tunggu dulu, aku semakin bertanya-tanya. Ini ada apa sebenarnya?
“Ada apa dek?”, “Anggun suka sama kakak, Anggun mau jadi pacar kakak,
Anggun mau denger kakak bilang cinta ke Anggun.” Aku terperanjat.
Bagaimana tidak, seumur-umur baru Anggun yang mengungkapkan perasaannya
langsung ke aku. Aku terdiam. Aku menatap matanya yang berkaca-kaca.
Alisnya mengkerut. “Terus jadi mau pindah ke Jakarta? Cuma gara-gara
itu?” aku berusaha tersenyum seolah mengajaknya ikut tersenyum juga.
Kepalanya tertunduk dalam diam. “Dek, kakak gak mau pacaran sama Anggun,
Anggun sudah kakak anggap sebagai adik kakak sendiri. Iya kakak suka
juga sama Anggun, kakak akui itu, tapi kakak gak mau pacaran sama
Anggun. Gak bisa dek. Maaf.” Anggun semakin terdiam. Dia mengangkat
wajahnya. Dia tersenyum, meski air mata jatuh di pipinya. Itu senyum
terakhir yang aku lihat. “Kakak pamit dek. Maaf ya.” Aku tak tau
bagaimana perasaan Anggun waktu itu, yang jelas pasti sakit.<br />
“Dek jangan nangis.” Aku berusaha tersenyum padanya. Dia membalas
senyumku. Ya Allah apa yang aku perbuat malam ini. Malam terlihat gelap –
meski umumnya malam memang gelap – tapi malam itu terasa lebih gelap
dibanding biasanya. Aku pamit ke Anggun. Di tengah jalan terbayang terus
senyum manisnya tadi. Apa aku menyesal? Sepertinya tidak. Jalanan itu
terasa panjang dan lenggang.<br />
Setelah kejadian itu, aku kembali lost contact dengannya. Sebulan
berlalu dan aku mendengar kabar bahwa dia kini berpacaran, dengan
seorang yang non-muslim. Saat itu aku benar-benar menyesal. Aku merasa
tak sanggup menjaga adik sendiri, tak sanggup menjaganya. Kemana janji
itu? Apa aku melanggarnya? Atau Anggun yang membuatku untuk melanggar
janji itu?<br />
Satu semester sudah berlalu. “Fer, ada kabar bagus.” Naufal – sahabat
baikku – memanggil sambil menunjukkan sms yang ada di HP-nya. Aku
cerita semua tentang Anggun padanya. Dia sahabat yang baik. Dari
keluarga seorang hakim dan dokter. Tanpa semua sadari – termasuk dia –
aku dan Naufal jatuh cinta dengan perempuan yang sama saat itu, teman
sekelas kami. Perempuan yang familiar, tak asing bagiku. Tapi aku tak
mau membahasnya disini. “Ada apa fal?” aku penasaran. “Anggun mau balik
ke kamu katanya!” Balik? Aku heran. “Iya dia mau minta maaf ke kamu.
Katanya dia ngerasa kehilangan kakaknya. Berita bagus bro!” tak kepalang
tanggung senangnya aku saat itu. Itu adalah titik balik hubungan aku
dengannya nyambung lagi.<br />
“Kak, maaf ya, Anggun kehilangan kakak. Kakak masi inget kan sama janji
kita? Terus terang Anggun sakit hati malam itu, mangkanya berpikir
pendek dan mau pergi dari kakak. Anggun bohong bilang mau pindah ke
jakarta, karena emang gak tahan.” Panjang lebar sms Anggun itu. Aku
senang dia akhirnya mengerti. “Iya dek, gak apa-apa kok, kakak juga
minta maaf ya.”<br />
Sudah 3 tahun kedekatanku dengan Anggun tanpa ada perselisihan
apapun. Hubungan yang adem-ayem. Kini aku berada di bangku kuliah. Masuk
di Unram Fakultas MIPA jurusan Fisika. Anggun yang berusaha ingin masuk
ke SMA 1 harus gagal dengan usahanya. Dia memang sedih. Tapi bukan
Anggun namanya kalau larut dalam kesedihan. Dia sekarang di SMA 2 –
Smanda, duduk di kelas 11. Sudah lama hubungan kakak-adik ini berjalan.
Teman, hubungan adik-kakak ini cuma ada di Indonesia, tak tau lah
seperti apa itu hubungan kakak-adik, tapi seperti inilah yang aku jalani
dengan Anggun. Kalian yang ada di Indonesia pasti pernah mengalaminya
juga.<br />
Kemarin malam aku menelepon Anggun. Dia berceloteh, bercerita tentang
masa SMA-nya di Smanda. Aku kangen mendengar suaranya, mendengar
keceriaannya. Senang sekali bisa mendengar suara ribut itu. Ahahaha..
Tak terasa hidup ini berjalan begitu cepat. Anggun sudah memiliki
dunianya bersama sahabat-sahabatnya. Janji itu tetap ada, dan tetap kami
ingat. Malam itu terasa panjang, curhat-curhatan, ketawa bareng, saling
olok-olokan. Walaupun hanya lewat telepon, tapi hangatnya terasa.
Keceriaan Anggun yang dulu aku kenal sangat terlihat.<br />
“Dek, tunggu dulu, coba denger deh.” Samar terdengar sebuah lagu
terputar di radio yang berdiri di atas meja belajar krem di samping
kasur. “Ini lagu kita.”<br />
Memandang wajahmu cerah<br />
Membuatku tersenyum senang<br />
Indah dunia<br />
Tentu saja kita pernah<br />
Mengalami perbedaan<br />
Kita lalui<br />
Tapi aku merasa jatuh terlalu dalam<br />
Cintamu…<br />
Ku tak akan berubah<br />
Ku tak ingi kau pergi<br />
Slamanya<br />
ku kan setia menjagamu<br />
bersama dirimu,dirimu<br />
sampai nanti akan slalu<br />
bersama dirimu<br />
Saat bersamamu kasih<br />
Ku merasa bahagia<br />
Dalam pelukmu<br />
Ku tak akan berubah<br />
Ku tak ingin kau pergi<br />
Slamanya…<br />
seperti yang kau katakan<br />
kau akan slalu ada<br />
menjaga, memeluk diriku<br />
dengan cintamu<br />
Teringat kembali janji itu, saat-saat itu, masa-masa kedekatan aku
dengan Anggun di SMP dulu. Anggun, justru karena aku suka sama kamu
mangkanya aku gak ingin berpacaran denganmu. Karena aku tak ingin
berpisah denganmu mangkanya aku menolak malam itu. Kita masih SMP saat
itu, masa paling labil di dunia. Masa yang rentan galau dan belum
dewasa. Anak-anak SMP itu berpikiran pendek. Tak kan ada hubungan
pacaran yang akan bertahan lama. Tak ada. Pasangan yang berpacaran, jika
sudah putus, pasti ujung-ujungnya bermusuhan, gak saling sapaan, terus
pisah deh. Tak ada kelanjutannya. Karena itu aku gak mau pacaran sama
Anggun. Karena aku gak mau kehilangan dia.<br />
Jika kamu menyukai seseorang, tak mesti mengaplikasikannya dengan
sebuah hubungan pacaran. Simpanlah jika itu memang yang terbaik bagimu,
kelak ungkapkan perasaan itu melalui janji suci jika sudah datang waktu
yang tepat.<br />
<br />
<br />
Cerpen Karangan: Firyal D. HaqqiAnonymoushttp://www.blogger.com/profile/17404080387687856036noreply@blogger.com64tag:blogger.com,1999:blog-3753363754375191239.post-10624297571481101192013-08-15T16:53:00.001+07:002013-08-15T16:53:24.097+07:00 Cinlok<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhb0m-oycvnhxa1l93NkJ3Fcg5IegVNdQg1NkSq8Q9_U7inTkqrkUFkDluUlhz6_d3cxcQWMXZ1-kG9hTGSDdGteJAHGYN9rIf8xFKYoTLvz4NkmBOkhoWQ_e8hTemXabd3NDdJWi7Oq658/s1600/images.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhb0m-oycvnhxa1l93NkJ3Fcg5IegVNdQg1NkSq8Q9_U7inTkqrkUFkDluUlhz6_d3cxcQWMXZ1-kG9hTGSDdGteJAHGYN9rIf8xFKYoTLvz4NkmBOkhoWQ_e8hTemXabd3NDdJWi7Oq658/s400/images.jpg" width="400" /></a></div>
<br />
Rara masih serius menatap dirinya di cermin. Lirik kiri! Lirik kanan!
Manyun! Menyeringai! Terbahak! Pasang raut wajah MELAS! NGOOOK!
Nampaknya dia masih kurang PD dengan rambut barunya. Suruh siapa dia
pangkas rambutnya sependek itu? Ina bilang sih mestinya di botakin tuh
rambut, kalo pengen jadi indah. Liat aja noh! Rambut kaya ijuk gitu aja
masih dipertahanin. Seenggaknya 2 cm dari akar rambutlah. Hampir gundul
dong? Tapi kenyataannya enggak kok. Cuma jadi cepak aja.<br />
Dia masih ragu, mau datang ke acara Birthday Party si Hani apa
enggak. Hani itu teman satu kelas kita di SMA. Masalah Cuma satu kok. Ga
ada yang lain. Rambutnya itu loooh!<br />
“Heh! Lu mau ikut kaga? Yang lain udah pada siap, lo masih ngaca aja.”
Wuuuzzz kayanya Rani langsung darah tinggi lihat kelakuan si Rara.<br />
“Bentar-bentar. Gue pasang nie jepit rambut dulu. Biar rada manis lah.” Jawabnya ketar-ketir.<br />
“Ih sumpah ya sejak kapan lo jadi ganjen gini?”<br />
“Sejak Nene Lampir bondingan.” Tukas Rara jutek.<br />
Rani langsung menarik tangan Rara dan menyeretnya keluar rumah menuju
teman-teman yang lain. Rara yang merasa tidak terima dengan seretan
Rani, ia langsung melepas tangannya dengan kasar dan berjalan cepat
serta sangar TAK TOK TAK TOK suara sepatunya.<br />
Dalam pesta Rara mulai terbawa suasana. Ke-tidak-mood-an dia hilang
seketika. Dia sangat menikmat pestanya dan sangat menjadi diri sendiri.
Kata teman-temannya, terkadang dia menjadi badut kelas. Artinya selalu
bisa menghibur apapun situasinya. Entah dengan tingkah lakunya maupun
dengan ucapan yang terkesan.. maaf “Bodoh”. Rara memang masih
kekanak-kanakan, dia selalu tampil ceria dan dinamis. Pintar bergaul dan
senang menjalin perteman dengan siapapun. Tidak heran banyak orang yang
langsung merasa PAS sama dia. Tapi kelemahan Rara yang paling menonjol
adalah, gampang di Bodoh-bodohin. Kasihan ya? Untung ada Rani teman
paling setia. Teman yang jelas lebih pintar dari Rara.<br />
Di tengah acara, ada sebuah game yang dipandu oleh Hani sendiri, dia
itu yang punya hajat. Permainannya adalah oper korek api. Jadi akan di
putar sebuah lagu sambil mengoper-oper korek api tersebut, jika lagu
mendadak berhenti dan korek api terhenti pada seseorang maka dia yang
akan menjadi bulan-bulan yang punya hajat juga seluruh manusia yang
hadir di situ. Kesepakatan kami adalah.. Bila sudah mendapatkan korban,
korban tersebut harus memilih dari kedua pilihan yang ada sebenernya
enak ga enak sih. Pertama Dia Harus Nyanyi sambil Joget. Ke dua Dia
harus bawain piring-piring kotor ke dapur sambil jalan jongkok.<br />
Sesuai hobi dan bakat yang dimiliki Rara, tentu dia memilih pilihan
pertama. Lagu yang dibawakan dia berjudul “Terajana” lagu bergenre
Dangdut ini di buat asik dengan aransement yang rada koplo dan menjadi
lebih anak muda bangeeet.<br />
Banyaknya para hadirin tidak menggoyahkan ke-PD-an Rara. Ia begitu
antusias bernyanyi dan berjoget sehingga yang lain menjadi bertambah
semangat. Matanya lagi-lagi melihat ke arah teman-temannya. Mereka ikut
berjoget dihiasi tawa bersama. Rara menjadi ikut tertawa saat bernyanyi.
Dalam larutnya kecerian yang ada, tiba-tiba ada sesosok laki-laki yang
nampak, ia mencuri perhatian Rara. Dia memiliki lesung pipi di pipi
kanannya, itu menambah senyum lelaki itu semakin menawan. Tubuhnya
tinggi sehingga terlihat lebih keren. Dan lebih-lebih lelaki itu ikut
menikmati persembahan Rara. Mata mereka seakan bertemu, tapi ketika
benar-benar saling bertemu, keduanya seolah tidak saling melihat. Rara
menjadi malu dengan keberadaannya di depan mereka. Rasanya ingin
cepat-cepat mengakhiri aksinya. Mukanya merah dan pandangannya menjadi
tidak fokus. Mic yang digenggamnya serasa jadi berat. Tenggorokannya
tiba-tiba serak. Duuuh… kenapa nih?<br />
Rara bukannya baru pertama merasa cinta, tapi baru merasakan cinta
pada pandangan pertama. Aiiihhh.. Bisa juga disebut sebagai Cinta Lokasi
atau Cinlok.<br />
Setelah acara hampir selesai, Hani menyediakan Papan Tulis/Whiteboard
berukuran sedang yang ditempel di tengah-tengah tembok ruangan pesta.
Seluruh para hadirin diwajibkan, menulis ucapan selamat, tidak lupa di
beri nama pengucap serta tanda tangan. Saat itu Rara sengaja
mengundur-undur dirinya agar tidak cepat-cepat menulis. Ada saja alasan
untuk menundanya. Tahukan kalian maksudnya apa? Yaa! Tidak lain tidak
bukan. Rara ingin tahu siapa nama lelaki itu. Tapi sayangnya lelaki itu
bukan menuliskan nama asli, melainkan nama seperti nama samara atau nama
ketenaran atau apalah. Whatever!<br />
Layaknya situasi normal yang terjadi di setiap kelas kosong tanpa
guru, suasana sangat ricuh. Ini adalah implementasi bersosialisi bagi
kami. Saling bercanda, bercerita, dan tertawa. Dalam kondisi ini Rara
memberanikan diri untuk menanyakan lelaki dalam pesta itu. Hanya sekedar
bertanya nama.<br />
“Han! Kemarin itu.. Siapa namanya?” Tanyanya ragu-ragu.<br />
“Yang mana?” Dia berbalik tanya kebingungan.<br />
“Ih.. Itu loh. Dari bet seragamnya. Dia anak SMAN 1.” Rara memperjelas orangnya.<br />
“Ya kan banyak. Yang mana dulu??”<br />
“Ah payah nih si Hani. Mesti gue terangin dulu aja baru ngeuh!” Rara membalas pertanyaan Hani dalam hati.<br />
“Jangan-jangan yang di maksud si Fadli lagi? Eeeh busset daah cinlok mereka?” katanya dalam hati.<br />
Hani sempat terheran-heran. Pantas saja Fadli sms gue minta nomer
telepon cewek yang rambut cepak. Tapi dia ga ngeuh siapa yang cewek yang
rambutnya cepak, saking banyak orang yang dateng kali ya? Otaknya mulai
berputar-putar, menyangka-nyangka dan bertanya-tanya. Pasalnya tidak
ada kejadian yang menarik di antara meraka sepanjang acara tersebut
berlangsung.<br />
Hari demi hari berlalu. Sejak itu tidak ada yang mengetahui kabar
tentang lanjutan cinta pada pandangan pertama. Yang tahu hanya mereka
berdua, alam dan Tuhan.<br />
“Aku ingin mengungkapkan perasaanku padamu. Rasa yang aku rasakan di
mulai saat mata kita saling bertemu untuk pertama kalinya. Aku menyukai
keceriaanmu. Dan aku ingin kamu menularkannya untukku.” Fadli tidak
melepaskan pandangannya pada mata Rara yang sudah kaku sejak tadi.
Mungkin otaknya belum bisa menterjemahkan kalimatnya.<br />
Kriiingg… Kriiingg….<br />
Bell alarm berdering dengan kencang. Dan Rara segera terbagun. Segera meraih Alarm.<br />
“Astaga! Cuma mimpi!” kening Rara langsung mengkerut.<br />
“Tau Cuma mimpi gue langsung aja bilang Iya Aku Mau Nularin Keceriaanku Untukmu. Uuuhh!”<br />
Oke guys. Itu memang hanya sebuah mimpi yang hampir berujung indah.
Sayangnya tidak benar-benar terjadi. Well! Rara tetap havefun dengan
semuanya. Jadian atau enggak yang penting deketnya itu.<br />
<br />
<br />
<br />
Cerpen Karangan: Kinanti Tiara DewiAnonymoushttp://www.blogger.com/profile/17404080387687856036noreply@blogger.com42tag:blogger.com,1999:blog-3753363754375191239.post-55415324058622412542013-08-15T16:49:00.000+07:002013-08-15T16:50:29.094+07:00Menjadi Yang Kuinginkan<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgS2h1Td_EEVUl_5_DBgZ1e0wa6A2saQ1zcofPQM4SsUmQRUAI3yWmc5o1ICmll8bYx4ok_inmUBHwZPRk6sMlFM8_OAJTkxdhyoMtPSNhcJU6JB1c408Qrz07SVSYpwxcJztCHBWp1udkh/s1600/jhnuguyfytfutftuuyuyfuy.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="190" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgS2h1Td_EEVUl_5_DBgZ1e0wa6A2saQ1zcofPQM4SsUmQRUAI3yWmc5o1ICmll8bYx4ok_inmUBHwZPRk6sMlFM8_OAJTkxdhyoMtPSNhcJU6JB1c408Qrz07SVSYpwxcJztCHBWp1udkh/s400/jhnuguyfytfutftuuyuyfuy.jpg" width="400" /></a></div>
<br />
<br />
“Siapa aku?” aku berucap tanpa mengeluarkan suara. Hanya gerak di bibir.<br />
Yang kutahu aku adalah seorang perempuan. Kuliah di universitas dan
jurusan yang kuinginkan. Memiliki nilai di tiap semester seperti yang
kuinginkan; ya, selalu IPK di atas 3,00 karena aku ingin pintar, lulus
dengan nilai yang memuaskan, lantas berkarier menjadi apa yang
kuinginkan. Aku memiliki banyak teman, baik perempuan dan lelaki di
kampus, di rumah, di sekolahku dulu, dan di beberapa komunitas di mana
aku aktif di dalamnya. Dan aku menyukai berdandan. Aku merawat rambutku
yang bergelombang panjang, merawat kulitku dengan beragam perlengkapan,
memulas wajahku yang tampak ceria dengan warna, dan memakai baju yang
aku padankan dengan segala gaya yang aku suka. Menabur parfum vanila
yang kugunakan sejak aku kelas 1 SMA.<br />
Tetapi itu dulu. Kini yang kusadari di dalam kursi belakang taksi
yang hanya ada aku dan seorang supir taksi yang diam itu, aku tidak lagi
mengenal siapa diriku. Tidak ada bau yang mengingatkanku akan
keberadaan diriku sendiri.<br />
Lelaki itu kuakui sungguh tampan. Umurnya beberapa tahun lebih tua
dariku. Seorang teman mengenalkannya padaku. Pandangan pertama, aku
tertegun melihat sosok tegapnya dengan wajah rupawan. Aku mendekatinya.
Ia tertarik padaku. Hingga beberapa kali berkencan, kami menjadi
sepasang kekasih.<br />
Sekarang sudah hampir satu tahun kami berpacaran. Ia masih tetap
lelaki berbadan kokoh yang tampan. Sedangkan aku, aku tidak pernah sama
lagi. Aku mulai sering tidak masuk kelas untuk mata kuliah tertentu.
Bahkan aku mendapat nilai E untuk lebih dari dua mata kuliah. IPK-ku
turun drastis di bawah tiga. Itu semua kulakukan atas apa yang dikatakan
lelaki tampanku sebagai cinta. Ia selalu saja mengajak bertemu di
jam-jam aku seharusnya kuliah, siang hari di sela-sela ia istirahat di
kantornya. Namun, ketika aku menolak, ia selalu marah dan mengancam
untuk memutuskan hubungan. Aku menurutinya dengan resiko yang kudapat
saat ini, yaitu kehilangan keinginanku di tempat yang kuinginkan.<br />
Kemudian ia bertindak lebih dari yang kuduga. Saat kami bersama, ia
mulai curiga dengan semua teman lelaki yang kumiliki. Matanya memicing
tajam, dan bertanya kasar, “Barusan siapa, Sayang?” Setelah aku
menyudahi telepon dari temanku. Aku menjawab nama teman yang menelponku
secara lantang tanpa ada prasangka. Tersebutlah sejumlah nama lelaki
ketika memang teman-teman lelakiku yang menelpon. Ia marah-marah di
depanku seolah aku perempuan yang berselingkuh di hadapannya. Sejak itu,
aku menerima kehilanganku yang kedua: teman-temanku. Rasanya bagai
tidak memiliki apa pun di dunia ini, kecuali hanya ia, lelakiku yang
diharapkannya memang hanya ia seorang yang kumiliki.<br />
Ia menyuruhku meluruskan rambut panjangku. Katanya lagi, “Kenapa
dandanan kamu se-menor itu? Kamu ingin bertemu aku atau bertemu
laki-laki lain?” teriaknya sewaktu kami bertemu dengan aku yang
berdandan seperti biasanya. Tentu aku menjawab tidak dan menjelaskan
padanya bahwa aku senang berdandan jika bertemu orang lain, terutama
bertemu pacarku sendiri. Ia tambah marah-marah dan mengelap paksa mukaku
dengan tisu basah. Melarangku mengenakan make-up karena takut setiap
lelaki yang berpapasan denganku akan melirik lalu mengajakku menjadi
pacarnya. Sungguh aku tidak mengerti. Yang kumengerti, aku kehilangan
diriku yang selalu senang ketika aku berdandan.<br />
Di taksi ini, aku dalam perjalanan menemui dirinya di sebuah kafe di
dekat kantornya. Rambutku lurus, wajahku tampak pucat karena tanpa
make-up apa pun, pakaianku seadanya, dan merasa benar-benar kesepian.
Aku rindu mengobrol dengan Anton di komunitas komik. Aku rindu bercanda
dengan Miki di warung makan biasa aku dan teman-teman SMA-ku bertemu
setiap akhir pekan dua minggu sekali. Aku rindu berada di tengah-tengah
obrolan di kampusku dengan teman-teman lelaki maupun perempuan. Bahkan
mungkin aku tidak lagi akrab dengan teman-teman perempuanku.<br />
“Mau masuk ke dalam tempat parkir atau menepi di pinggir jalan saja,
Mba?” supir taksi itu bertanya. Ternyata sebentar lagi aku akan sampai
di tujuan.<br />
“Masuk, Pak, kita menepi di lobi!”<br />
Aku tahu ia pasti sudah menunggu di lobi. Menunggu untuk melihatku
benar-benar sendiri menemuinya. Lantas, ia yang akan membayar taksinya.
Meski aku memiliki cukup uang, ia selalu marah-marah kalau aku harus
mengeluarkan uang di depan matanya. Sungguh aku tidak mengerti mengapa
aku harus menggantungkan diriku padanya.<br />
Taksi berbelok memasuki gedung. Menepi di lobi. Aku melihat ia
berdiri sendirian di tangga lobi. Dari balik kaca taksi, kulihat mimik
mukanya yang kesal seolah lama menunggu. Kulirik jam pada taksi
sekaligus melihat argonya, lalu kutahu betul aku tidak telat sama
sekali.<br />
Supir taksi turun membukakan pintu untukku meski aku biasa membuka
pintu untuk diriku sendiri. Ia menatap supir taksi itu dengan curiga.
Membayarnya dengan dua lembar uang pecahan dua puluh ribu setelah
bertanya pada supir biaya taksiku yang hanya tiga puluh ribu.<br />
“Simpan saja kembaliannya!” katanya ketus pada si supir taksi.<br />
Kami memasuki sebuah kafe di gedung itu. Ia memesan dua cangkir kopi
untuknya dan untukku. Padahal aku tidak menyukai kopi. Tapi di depannya,
ia memaksaku menikmati apa yang dinikmatinya. Katanya agar aku lebih
bisa mengerti ia. Ia berbicara panjang lebar. Berkeluh kesah soal
hari-harinya tanpa aku di kantor. Aku diam saja. Sebab tanggapanku,
kutahu akan semakin membuatnya kesal. Ia hanya mau didengar.<br />
Hari ini tepat satu tahun kami berpacaran. Ia mengajakku berkencan
biarpun baru kemarin kami bertemu sambil makan nasi goreng di warung
langganannya yang tidak kusuka dan berbelanja kemeja di toko favoritnya
yang bernuansa kaku.<br />
Sejenak aku bercermin di kamarku setelah mandi dan memakai baju.<br />
Diriku di cermin itu begitu pucat. Begitu menyedihkan. Sepasang mata di
cermin itu menatapku. Aku tertunduk. Sepasang mata itu masih menatapku
tajam. Mengingatkanku pada diriku yang dulu.<br />
“Apa yang kauinginkan?” Aku mendengar suara bisik itu ketika bercermin. Kutahu ini saatnya ada diriku yang lain yang berbicara.<br />
Spontan aku menjawab: “Banyak hal yang kuinginkan, yang ingin kuraih,
yang ingin kupertahankan. Aku ingin bahagia dengan menjadi apa yang
kuinginkan.” Aku menteskan air mata. Aku teringat diriku yang rajin
kuliah. Mendapat nilai A untuk hampir seluruh mata kuliah. Selalu
menjadi mahasiswa dengan persentasi makalah terbaik. Menginginkan
menjadi perempuan yang menggapai karier tertinggi dengan pendidikan yang
kudapat. Menginginkan kembali memiliki banyak teman yang membuatku
merasa senang.<br />
Tiba-tiba saja aku terlonjak. Aku melepaskan baju yang kukenakan.
Membuka lemari dan mencari-cari pakaian berwarna-warni yang dulu sering
kupakai. Aku membuka laci di bawah cermin riasku. Melihat begitu banyak
tumpukan make-up yang menunggu. Dan aku merubah wajahku berwarna
pelangi. Lembut dan betul-betul tampak indah.<br />
“Rick, mobil Kakak bawa!” Aku berkata pada adikku yang sedang
menonton televisi. Tanpa menunggu adikku berucap, aku segera mengambil
kunci mobilku di meja, yang lama tidak aku sentuh karena pacarku
melarangku membawa mobilku sendiri.<br />
Aku sampai duluan sebelum pacarku sampai di kafe biasa kami janji
bertemu. Aku memesan teh hangat dan sepotong kue stroberi dengan krim
yang menggiurkan, yang dibencinya karena bisa membuatku gemuk. Setelah
menghabiskan kue itu, aku mengambil buku yang kubawa dari rumah di
tasku, dan mulai membaca sambil menunggunya datang. Aku tidak menyalakan
handphone untuk sejenak.<br />
Di ujung pintu, aku melihatnya melangkah terburu-buru kemari dengan
wajah cemberut dan kesal. Kuhapal betul tabiatnya setiap bertemu aku.
Ada saja hal yang dikeluhkan dan perlu dikomentarinya dengan muka
begitu.<br />
“Sedang apa kamu di sini? Aku menelponmu dari tadi. Menunggumu di
depan lobi sampai setengah jam lebih.” Nada bicaranya membuat beberapa
orang menengok ke arah kami. “Apa-apaan ini? Tampilanmu seperti ingin
mencari lelaki saja!” Ia masih mengomel sambil berdiri.<br />
Aku beranjak dari dudukku untuk mensejajarkan tinggiku dengannya yang menolak duduk sebelum selesai memarahiku.<br />
Aku mulai angkat bicara, “Sayang, apa kau tahu siapa aku?”<br />
“Kau adalah pacarku.”<br />
“Aku adalah perempuan dengan nilai tertinggi di kelasku. Aku adalah
seorang dengan banyak teman. Aku menyukai berdandan. Dan aku tidak suka
memiliki rambut seperti yang kauinginkan.” Aku menarik ikat rambutku.
Menyembullah rambut panjangku yang bergelombang indah seperti aslinya.<br />
“Aku menyukai menjadi diriku karena dengan begitu aku tahu siapa aku.”<br />
“Apa-apaan kau ini? Bicaramu ngelantur!” Semakin banyak mata orang memandang kami.<br />
Aku sama sekali tidak merasa malu. Entah dari mana keberanian ini
muncul. “Dan kau harus tahu bahwa aku ingin menjadi siapa diriku yang
sebenarnya. Aku bukan manekin yang bisa kaulekatkan beragam benda yang
kauinginkan sekedar untuk memuaskan hasratmu.”<br />
Ia meracau tak karuan. Aku tidak peduli.<br />
Kuambil bukuku. Kukeluarkan uang untuk membayar teh dan sepotong kue stroberi yang kupesan. Kutaruh uang itu di meja.<br />
“Kita sudah berakhir. Carilah boneka sebagai temanmu. Sekedar untuk
kaudandani dan mendengar keluh kesahmu tanpa berkata apa-apa.” Aku
melangkah pergi menjauhinya keluar kafe.<br />
Ia meneriaki namaku. Semakin jauh suaranya. Semakin aku tersadar bahwa ia bukanlah seseorang yang kuinginkan.<br />
Aku berjalan keluar. Tak kupedulikan dirinya lagi. Untuk pertama
kalinya aku merasa menjadi diriku yang sesungguhnya: seorang perempuan
dengan banyak keinginan yang menunggu untuk diraih. Aku tetap merasa
tenang karena kucium wangi vanila pada diriku.<br />
<br />
<br />
Cerpen Karangan: NurdiyansahAnonymoushttp://www.blogger.com/profile/17404080387687856036noreply@blogger.com41tag:blogger.com,1999:blog-3753363754375191239.post-31367677278797189212013-08-15T16:41:00.001+07:002013-08-15T16:41:52.083+07:00Dariku Untukmu<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjmtkcY19aoLsaPQ1sM_Fw_RJVHVMlD5GkPJhWl3DeiQ8wGZTKp4FHN-Ed78NYckFcOz0YGTXPa0DyzertQtfj5VpEmgDVW6jXzeBEmOUh_5-k7gt7q5Y4WOrYTRbpsXdUlh9FWic7uqDtC/s1600/gift.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="256" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjmtkcY19aoLsaPQ1sM_Fw_RJVHVMlD5GkPJhWl3DeiQ8wGZTKp4FHN-Ed78NYckFcOz0YGTXPa0DyzertQtfj5VpEmgDVW6jXzeBEmOUh_5-k7gt7q5Y4WOrYTRbpsXdUlh9FWic7uqDtC/s320/gift.jpg" width="320" /></a></div>
<br />
Bagaimana perasaanmu ketika sahabatmu telah menemukan seseorang yang
dicintainya? Akankah kau takut ditinggalkan olehnya? Tetapi, sebagai
sahabat yang baik kau akan tetap ada untuknya seperti apa pun dia bukan?
Bahkan jika dia sering membuatmu berurai air mata sepanjang malam. Kau
akan tetap ada untuk menerimanya.<br />
Kehadiran sahabat duniaku begitu indah. Sudah cukup lama aku mengenal
mereka, sekitar 3 tahun yang lalu. Namun, aku tak pernah tahu sejak
kapan tepatnya menyebut Dira dan Putra sebagai sahabatku. Bagiku mereka
sahabat terbaik yang pernah aku miliki hingga saat ini. Walau kini aku
tak lagi dapat melihat senyum mereka seperti dahulu. Aku tak bisa
membunuh waktu bersama mereka lagi<br />
Bias sinar mentari menyusup di antara celah pepohonan di dekat
kelasku, menembus jendela kaca. Menyilaukan. Aku yang baru saja datang
disambut dengan senyum hangat seseorang yang selalu duduk di belakangku.
Senyumnya yang masih lekat dalam ingatanku.<br />
Kami terdiam hingga bel masuk berdering. Sesaat kemudian Ibu wali
kelas memasuki ruang kelasku. Seorang gadis berambut panjang dengan bola
mata cokelat terang yang tak pernah kulihat sebelumnya berjalan
perlahan mengikuti langkah beliau.<br />
Gadis itu berdiri di depan kelas dan memperkenalkan dirinya,
sebagaimana seorang murid baru. Ia menyebut dirinya ‘Dira’. Seusai ia
memperkenalkan dirinya pada seisi kelas, kemudian ia duduk di kursi yang
masih kosong, di sebelahku. Ia meletakkan tasnya. Aku terus
memperhatikannya hingga ia melihat ke arahku seraya tersenyum manis dan
menjabat tanganku.<br />
“Dinda.” Kataku sembari membalas senyumnya dengan senyumku.<br />
Tak hanya denganku. Dira juga melakukannya pada beberapa teman yang duduk di dekatnya tanpa kecuali sahabatku, Putra.<br />
Tampaknya Dira sosok gadis pendiam dan sedikit misterius. Setiap kali
aku mengajaknya bicara panjang lebar atau menanyakan sesuatu, ia hanya
menjawab seperlunya. Bahkan tak jarang ia hanya menjawabnya dengan
senyum.<br />
“Dinda!!”<br />
Seseorang memanggilku dan membuat langkahku terhenti. Aku pun menoleh. Kudapati Dira berlari dari kejauhan.<br />
“Kau tinggal di asrama juga?”<br />
“Menurutmu?”<br />
Ia terdiam. Menunduk lalu tersenyum padaku.<br />
“Iya. Apa kau murid yang akan menempati kamar itu bersamaku?” tanyaku lagi.<br />
Dira mengangguk dan kembali tersenyum.<br />
Tidak hanya di kelas namun kini aku benar-benar menghabiskan banyak waktuku bersama Dira. Meski kadang ia begitu menyebalkan.<br />
Ketika mentari sudah berjalan kembali menuju peraduannya, semburat
merah yang mewarnai langit yang semakin gelap. Aku dan Dira yang hendak
kembali menuju asrama setelah cukup lama menghibur diri di luaran sana
mendapat kejutan yang tak pernah kubayangkan sebelumnya.<br />
Ada sesuatu yang membuat dadaku begitu sesak. Aku tak dapat lagi
berkata-kata. Seseorang yang begitu dekat denganku dan beberapa bulan
belakangan ini tepat bersama kehadiran Dira, ia menjauhiku.<br />
“Dinda, kau kenapa?” tanyanya padaku yang tiba-tiba terhenti dan
pandanganku tertuju pada sosok di seberang sana yang tampaknya begitu
bahagia.<br />
Aku menarik napas dalam-dalam sebelum menghempaskannya. Dira
menyadarkanku. Kemudian kutebar senyum padanya sebagai tanda aku
baik-baik saja.<br />
Sepanjang langkah kakiku menuju asrama aku hanya bisa terdiam. Memang
aku pernah ditolaknya. Menyakitkan. Kemudian kutahu ia bersama gadis
lain. Ia yang pernah memberiku harapan. Ia yang pernah memberiku
semangat. Namun, kini ia juga yang menjatuhkan aku dan membiarkanku
dalam keterpurukan.<br />
“Dinda, aku bantu membereskan barang-barangmu, ya?”<br />
Sesampainya di kamar, aku dibantu Dira membereskan semua barangku yang harus aku bawa esok hari.<br />
Hari ini terakhir kali aku menginjakkan kaki di tempat ini, di kota
ini. Orang tuaku memintaku kembali ke Jogja. Kupikir di saat seperti
ini, aku dapat menghabiskan waktu bersama Putra, sahabatku sekaligus
orang yang aku cintai. Meski ia sempat berkata padaku ~ Aku memang
menyayangimu, tapi maaf. Aku tidak mencintaimu. Namun, apapun yang
terjadi kita akan tetap menjadi sahabat ~<br />
Kini ia telah bahagia bersama sosok lain yang menempati hatinya. Mungkin aku juga telah dilupakannya.<br />
Mataku masih terjaga hingga tengah malam.<br />
“Din, belum tidur?”<br />
Aku menggelengkan kepala pada Dira. Ia terus memandangiku lekat. Kami saling beradu pandang.<br />
“Aku sudah tahu semuanya. Maaf, jika aku lancang. Namun aku tidak bermaksud begitu. Aku telah membaca seisi diarymu.”<br />
Aku tak berreaksi apa-apa. Hatiku bersorak gembira. Lega rasanya. Rahasia itu tak lagi kupendam sendiri.<br />
Dira terus menenangkanku hingga kita terlelap. Mentari telah menunggu.<br />
Kusambut pagi ini dengan keceriaan. Aku tak ingin meninggalkan kesan bahwa jiwaku terluka.<br />
Dira, teman-teman sekelasku, juga Putra mengantar keberangkatanku.
Aku yang tak pernah berani menangkap cahaya matanya, Putra. Kini
kudapati matanya yang sedikit sayu.<br />
“Din, aku bahagia dapat mengenalmu. Tak ada gunanya lagi aku minta
maaf sekarang. Aku yakin sakit hatimu tak akan pernah reda sebanyak
apapun aku memohon untuk kau maafkan. Aku memang bodoh. Terlalu sering
membuatmu terluka. Kau yang seharusnya kujaga…”<br />
“Sstt, diamlah! Jangan kau ungkit lagi. Biarkan aku. Hanya aku yang
kau sakiti. Cukup aku. Jika kau tak dapat menjagaku. Semoga kau dapat
menjaga ini dengan baik.” Kataku seraya memberikan sebuah kalung
kesayanganku yang selalu aku simpan sedari kecil, meski aku tak pernah
memakainya. Itu satu-satunya barang yang selalu aku jaga hingga kini.
Karena itu berharga untukku.<br />
Aku pun perlahan melangkahkan kaki, menjauh dari mereka yang mengantarku dan menuju bus yang telah menungguku.<br />
<br />
<br />
Cerpen Karangan: Fatma Roisatin NadhirohAnonymoushttp://www.blogger.com/profile/17404080387687856036noreply@blogger.com48tag:blogger.com,1999:blog-3753363754375191239.post-1649141613678316212013-06-08T15:40:00.001+07:002013-06-08T15:40:55.599+07:00Kriteria dan Sosok Wanita Yang Selalu Didambakan Oleh Pria Memiliki pasangan hidup seorang yang kita dambakan dan sesuai dengan
yang kita inginkan adalah merupakan kebahagiaan tersendiri. Baik wanita
maupun pria pastinya mendambakan sosok orang terkasih, yang memenuhi
kriteria seperti yang di inginkannya.<br />
<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgt_GR3hBq4Tr0xsidQ0GC6JZ1iKJcU8NAZUUgagI79B887oBrIVf22X8Gh6Uu-KAyuSWdBVS4n8-_B-LubIOOawm8DeUB3eKg6QuPebG3ocF2K3UBzDYZvBGsMh6IISgyyz1qqKqtJ1g6F/s1600/wanita-idaman-pria.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="265" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgt_GR3hBq4Tr0xsidQ0GC6JZ1iKJcU8NAZUUgagI79B887oBrIVf22X8Gh6Uu-KAyuSWdBVS4n8-_B-LubIOOawm8DeUB3eKg6QuPebG3ocF2K3UBzDYZvBGsMh6IISgyyz1qqKqtJ1g6F/s400/wanita-idaman-pria.jpg" width="400" /></a></div>
<br />
Khusus bagi kamu kaum wanita, pada Artikel Cinta kali ini kita akan membahas Beberapa Hal Yang Didambakan Seorang Pria Kepada Wanita.<br />
<br />
<span style="font-family: Georgia; font-size: medium;"><i>Wanita yang stabil</i></span><br />
<br />
<blockquote class="tr_bq">
Stabil maksudnya adalah wanita memiliki tujuan
yang jelas dalam hidupnya, dan punya keinginan untuk mewujudkannya.
Sosok wanita seperti ini mirip dengan seorang ibu yang membuat pria
tergila-gila pada wanita yang stabil seperti ini.</blockquote>
<span style="font-family: Georgia; font-size: medium;"><i>Wanita yang memiliki minat sama</i></span><br />
<blockquote class="tr_bq">
Pria sangat mendambakan wanita yang memiliki
minat yang sama dengannya. Minat yang sama tidak berarti adalah hobi
yang sama. Mungkin hobi wanita berbeda dengan pria. Tapi, wanita harus
menunjukkan ketertarikan/supportnya kepada hobi yang dilakukan pria.
Wanita yang seperti ini juga sangat di damba oleh pria.</blockquote>
<span style="font-family: Georgia; font-size: medium;"><i>Wanita yang suka memberi kejutan</i></span><br />
<blockquote class="tr_bq">
Percaya atau tidak, sebagian besar pria suka
dengan kejutan. Sebab kejutan berarti sebuah usaha spesial yang
dipersiapkan dengan baik. Dari situ terlihat usaha si wanita untuk
menyenangkan orang terkasih. Kejutan disini bukan berarti adalah yang
terheboh atau besar. Mulailah dengan kejutan hal-hal kecil dengan
intensitas yang besar.</blockquote>
<span style="font-family: Georgia; font-size: medium;"><i>Wanita yang mengesankan</i></span><br />
<blockquote class="tr_bq">
Para pria mencari wanita yang tahu bagaimana
memberi kesan khusus pada mereka. Setiap wanita juga punya cara yang
berbeda-beda untuk membuat pria terkesan. Salah satu cara terbaik untuk
membuat pria terkesan adalah dengan eksplorasi kemampuan khusus wanita
yang jarang bisa ditemui di wanita lain.</blockquote>
<span style="font-family: Georgia; font-size: medium;"><i>Wanita yang percaya diri</i></span><br />
<blockquote class="tr_bq">
Pria sadar bahwa wanita adalah makhluk
sensitif dan terkadang merasa terancam tanpa sebab. Namun rasa percaya
diri sangat penting untuk membuat pria tergila-gila pada wanita. Dengan
memiliki wanita percaya diri setidaknya akan mengurangi rasa was-was
pria terhadap wanita yang di cintainya.</blockquote>
<span style="font-family: Georgia; font-size: medium;"><i>Wanita yang memiliki selera humor</i></span><br />
<blockquote class="tr_bq">
Hidup tidak selalu harus dianggap serius
sepanjang waktu. Bahkan pria pun lebih menginginkan wanita yang punya
selera humor bagus untuk dijadikan pasangan. Pria suka wanita lucu
karena terkesan "ngegemesin". Tidak ada salahnya bagi wanita untuk
mempelajari tips-tips humor untuk membuat pria tertawa dan senang.</blockquote>
<span style="font-family: Georgia; font-size: medium;"><i>Wanita yang bisa dipercaya</i></span><br />
Pria tidak terlalu suka membeberkan rahasia
atau detail kehidupannya pada orang lain. Namun sekali mereka melakukan
hal itu, pria akan menceritakan kisah hidupnya pada wanita yang bisa
dipercaya. Oleh karena itu, pria juga sangat mendambakan sosok wanita
yang bisa <br />Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/17404080387687856036noreply@blogger.com44tag:blogger.com,1999:blog-3753363754375191239.post-66358628654903022132013-06-08T15:37:00.000+07:002013-06-08T15:37:19.577+07:00Beberapa Kekeliruan dan Kesalahan Yang Sering Dilakukan Wanita Setelah Menikah Pernikahan merupakan suatu jalan untuk memulai suatu babak babak baru
dalam kehidupan seseorang. Bagi seorang wanita, menikah merupakan tempat
untuk mengabdi sebagai seorang istri, dan mempersembahkan semua
tanggung jawabnya kepada suami. Selain itu, dengan menikah juga
merupakan suatu jalan untuk melanjutkan keturunan.<br />
<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjHYrhKxj9G_B9cf-8anKOex16EtO3DXZKwDVv5p69PQ9go6fJ5izTi8eHjzfMiite3KPhUTTIpegQoxxVi8iYuE7Euq0Jpaof4Gz2YLY1x5sIVIyR4FeQRDDqqA1nVv8SpGvZYrgCNmVuq/s1600/menikah-ilustrasi-_110624165757-940.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="231" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjHYrhKxj9G_B9cf-8anKOex16EtO3DXZKwDVv5p69PQ9go6fJ5izTi8eHjzfMiite3KPhUTTIpegQoxxVi8iYuE7Euq0Jpaof4Gz2YLY1x5sIVIyR4FeQRDDqqA1nVv8SpGvZYrgCNmVuq/s320/menikah-ilustrasi-_110624165757-940.jpg" width="320" /></a></div>
<br />
<br />
<br />
Namun, terkadang setelah menikah, seorang wanita ternyata masih
melakukan hal-hal yang seharusnya tidak lagi di lakukan ketika menjadi
seorang istri atau telah menikah. Kesalahan dan kekeliruan ini biasanya
terbawa ke pernikahan karena sudah menjadi kebiasaan sebelum menikah.
Dimana semua tanggung jawab masih di pegang oleh kedua orang tua. Apa
saja Kekeliruan dan Kesalahan Yang Sering Dilakukan Wanita Setelah
Menikah atau setelah menjadi istri?<br />
<br />
Berikut ini adalah Beberapa Kekeliruan dan Kesalahan Yang Sering
Dilakukan Wanita Setelah Menikah, dan biasanya tanpa mereka sadari.<br />
<br />
<b>Meninggalkan Kehidupan Sosial</b><br />
<br />
<blockquote>
Setelah menikah, wanita merasa sibuk dan bertanggung jawab untuk
mengurus rumah tangganya. Alhasil, para wanita mulai meninggalkan
kehidupan sosial mereka sebelum menikah.</blockquote>
<b>Terlibat Konflik Dengan Ibu Mertua</b><br />
<blockquote>
Cekcok urusan rumah tangga bukan hal yang aneh. Apalagi kalau menyangkut
masalah mertua. Itu sih biasa! Jadi, sebaiknya hadapi masalah bersama
pasangan dan jangan bersikap keras, khususnya pada ibu mertua.</blockquote>
<b>Overprotektif Terhadap Suami</b><br />
<blockquote>
Wanita kok jadi overprotektif setelah menikah? Hal ini memang sering
terjadi dalam rumah tangga. Mereka selalu ingin tahu kemana suami pergi.
Apa yang dia lakukan? Pergi dengan siapa?</blockquote>
<b>Mengadu Kepada Orang Tua</b><br />
<blockquote>
Jangan pernah memberitahu orang tua tentang perkelahian dalam rumah
tangga! Mahligai pernikahan hanya mengikat sepasang hati yang saling
mencinta. Jadi, apakah kamu akan selalu melibatkan orang tua dalam
urusan rumah tangga.</blockquote>
Jika kamu termasuk salah seorang wanita menikah atau seorang istri yang
selalu melakukan Kekeliruan dan Kesalahan Yang Sering Dilakukan Wanita
Setelah Menikah diatas, tentunya ini saat yang tepat untuk merubahnya.
Jangan korbankan pernikahanmu hanya karena kekeliruanmu dalam bersikap.<br />
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/17404080387687856036noreply@blogger.com61tag:blogger.com,1999:blog-3753363754375191239.post-67516029555963736562013-06-08T15:29:00.002+07:002013-06-08T15:29:45.164+07:00Cara Membuat Pria Tergila-gila dan Jatuh Cinta Kepadamu Bagi wanita, mungkin sudah terlalu banyak eksperimen dan referensi
tentang banyak hal yang membuat pria tergila-gila dan jatuh cinta
kepadamu. Karena menjadi wanita yang di cintai adalah suatu kebanggan
dan keindahan tersendiri bagi seorang wanita. Lalu, apa yang paling
disukai pria dari wanita?<br />
<br />
<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEifdjOAGv9P8Co7ARD__P5-BKkCxUTle5ErJI2wO5Dx7GH9OZXaOsePIYPYO4HwNg0xMwxITdzLKsIf0-EgXoxERmgaWh8klN8q3-pQ4liP2ZPxZf3dpPt_bIneTtHS-w4rj2bHiFum24Y2/s1600/IMG_2816.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEifdjOAGv9P8Co7ARD__P5-BKkCxUTle5ErJI2wO5Dx7GH9OZXaOsePIYPYO4HwNg0xMwxITdzLKsIf0-EgXoxERmgaWh8klN8q3-pQ4liP2ZPxZf3dpPt_bIneTtHS-w4rj2bHiFum24Y2/s320/IMG_2816.jpg" width="213" /></a></div>
<br />
Banyak sekali jawaban dari pertanyaan diatas. Kecantikan, bentuk tubuh,
sensualitas, status sosial, kepribadian, dan banyak lagi, semua menjadi
alasan mengapa pria tergila-gila dan jatuh cinta kepada seorang wanita.
yang jadi permasalahan sekarang, mampukah kamu menjadi semua yang di
inginkan oleh pria tersebut? Pastinya tidak, dan kamu tidak perlu repot
mengejar semua kriteria yang memang tidak bisa kamu penuhi.<br />
<br />
Pada <b>Artikel Tips Cinta</b>
berikut ini, kami mencoba memberikan sedikit Tips dan Cara Membuat
Pria Tergila-gila dan Jatuh Cinta Kepadamu, tanpa perlu menjadi
"sesuatu" yang tidak bisa kamu capai, seperti berikut ini.<br />
<br />
<span style="font-size: medium;">Cobalah untuk selalu bersemangat</span><br />
<blockquote class="tr_bq">
Spirit
atau semangat seorang wanita adalah sesuatu yang sangat menarik bagi
pria. Mengontrol dan memiliki seorang wanita yang memiliki semangat
besar dalam kesehariannya adalah mimpi yang tak bisa ditolak oleh pria.
Pria yang berkualitas selalu terobsesi untuk memiliki wanita aktif dan
bersemangat di sisinya.</blockquote>
<span style="font-size: medium;">Jangan menjadi wanita dominator</span><blockquote class="tr_bq">
Pria
membenci wanita yang selalu menunjukkan dominasinya. Pria adalah salah
satu makhluk yang di beri ego tinggi sebagai "dominator". Oleh
karenanya, berusahalah untuk menjadi makhluk "lemah" yang butuh
perlindungannya. Walau kamu tahu, kamu lebih berkuasa darinya dan tidak
akan bisa di kuasai oleh dominasinya. Mungkin kamu bisa sesekali
melakukannya, namun tidak berlebihan.</blockquote>
<span style="font-size: medium;">Melek teknologi alias tidak gaptek</span><blockquote class="tr_bq">
Pria
terkadang menyepelekan pengetahuan wanita tentang teknologi. Inilah
jalan terbaik untuk membuatnya terkesan padamu. Jadilah wanita yang
melek teknologi alias tidak gaptek. Sesekali, beri ia kejutan tentang
teknologi terkini, yang dia sendiri terlambat mengetahuinya.</blockquote>
<span style="font-size: medium;">Menyibukkan diri sebagai wanita aktif</span><blockquote class="tr_bq">
Yupzz..Hampir
sama dengan poin sebelumnya, bahwa pria sangat menyukai wanita yang
memiliki semangat. Dan wanita seperti ini dimiliki oleh para wanita
aktif. Wanita yang aktif memiliki daya tarik lebih besar dibanding
mereka yang pasif. Maka, lakukan aktivitas ekstra yang membuatmu selalu
aktif di hadapannya.</blockquote>
<span style="font-size: medium;">Tantang dia dengan hal yang bisa kamu lakukan</span><blockquote class="tr_bq">
Cara
paling sederhana untuk menantang pria adalah dengan bertaruh dengannya.
Tantanglah dia untuk melakukan hal-hal yang kamu bisa. Pria berkualitas
akan sangat terobsesi dan jatuh cinta dengan wanita yang menantangnya.
Kalah ataupun menang dirimu, tidak akan mengurangi kekagumannya
terhadapmu. Ingatlah, pria suka wanita yang membuatnya merasa
tertantang. Ketika dia tidak merasakan tantangan darimu, hubungan itu
akan membuatnya cepat bosan.</blockquote>
Itulah beberapa Tips dan Cara
Membuat Pria Tergila-gila dan Jatuh Cinta Kepadamu pada kesempatan kali
ini. Tips diatas akan lebih mumpuni manakala kamu memang wanita seperti
itu. Namun jika tidak, dan kamu memang tidak bisa menjadi seperti
poin-poin pada tips diatas, maka menjadi wanita seperti aslinya dirimu
jauh lebih baik daripada memaksakan diri. Ingat, pria yang baik dengan
cintanya pasti akan datang kepadamu suatu saat nanti.Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/17404080387687856036noreply@blogger.com17tag:blogger.com,1999:blog-3753363754375191239.post-21115164644566687802013-06-03T13:31:00.002+07:002013-06-03T13:31:58.289+07:00Selain Rokok, Jadi Pengangguran Juga Bisa Perpendek Usia Wanita<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhYnNGQjbsFRaGNYyFP654GDqJnlt1J5iW6Ip_cdC4rC9vQ2Zq-NX9nKi63hKLAHgzSqS5-71hrwKqOy62tmxbKCqykE99YPN-xPS38L0nRiZfB9Z6JvYiiHMunjAkMpr96nNLFJ1giSp_i/s1600/140616_womandepressionts.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="215" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhYnNGQjbsFRaGNYyFP654GDqJnlt1J5iW6Ip_cdC4rC9vQ2Zq-NX9nKi63hKLAHgzSqS5-71hrwKqOy62tmxbKCqykE99YPN-xPS38L0nRiZfB9Z6JvYiiHMunjAkMpr96nNLFJ1giSp_i/s320/140616_womandepressionts.jpg" width="320" /></a></div>
<br />
Berkurangnya angka harapan hidup seseorang biasanya disebabkan oleh
gangguan kesehatan yang dialaminya. Namun ternyata angka harapan hidup
menurun bukan semata karena kondisi fisik tapi juga kondisi psikis.
Sebuah studi baru pun menemukan wanita yang tidak berpendidikan memiliki
angka harapan hidup yang rendah.<br /><br />"Tingkat kematian pada wanita
(terutama wanita berkulit putih di Amerika) yang berpendidikan tinggi
menurun, tapi justru meningkat pada wanita berpendidikan rendah," ungkap
salah satu peneliti, Jennifer Karas Montez dari Harvard Center for
Population and Development Studies.<br /><br />Lain halnya dengan pria
Amerika karena apapun pendidikan terakhirnya angka harapan hidup mereka
tetap tinggi. Yang unik, kesenjangan angka kematian justru semakin
melebar pada wanita kulit putih yang tidak menyelesaikan bangku SMA.
Bahkan menurut peneliti, antara tahun 2002-2006 tercatat peluang
kematian bagi wanita yang tidak lulus sekolah menengah 66 persen lebih
tinggi daripada wanita yang menyelesaikan bangku SMA.<br /><br />Dari mana
peneliti menemukan kesimpulan tersebut? Dalam studi ini, Montez dan
rekan kerjanya mengumpulkan data dari 46.000 wanita kulit putih berusia
antara 45-84 tahun yang ambil bagian dalam sebuah survei kesehatan
nasional pada tahun 1997-2006. Kemudian partisipan dibagi menjadi dua
kelompok: partisipan yang tidak menyelesaikan sekolah menengahnya dan
partisipan yang lulus SMA.<br /><br />Dari situ diketahui bahwa antara tahun
1997-2001 tingkat kematian wanita yang tidak lulus SMA 37 persen lebih
tinggi daripada wanita yang menyelesaikan bangku SMA. Tapi antara tahun
2002-2006, angka itu justru meningkat menjadi 66 persen.<br /><br />Untuk
menjelaskan temuan ini, peneliti mengamati faktor ekonomi, termasuk
kepemilikan pekerjaan, tingkat kemiskinan, kepemilikan rumah,
kepemilikan asuransi kesehatan serta faktor-faktor kesehatan pada
partisipan seperti kebiasaan merokok, obesitas, dan konsumsi alkohol.<br /><br />Ternyata
peneliti menemukan bahwa dua faktor yang paling menonjol di balik
penurunan angka harapan hidup pada wanita adalah kepemilikan pekerjaan
dan kebiasaan merokok.<br /><br />"Studi kami menemukan bahwa kepemilikan
pekerjaan dan perilaku merokok merupakan penjelasan paling penting di
balik peningkatan risiko kematian pada wanita berkulit putih. Kami
justru menemukan sedikit penjelasan dari faktor lain seperti obesitas,
pernikahan dan kesehatan mental," kata Montez seperti dikutip dari
Health24, Sabtu (1/6/2013).<br /><br />Untuk itu, menurut Montez,
kebijakan-kebijakan yang ditujukan dalam rangka meningkatkan kondisi
kesehatan wanita di Amerika perlu difokuskan pada perbaikan kondisi
sosial dan ekonomi wanita, mengingat wanita yang berpendidikan rendah
cenderung memperoleh pekerjaan dengan gaji yang rendah dan jadwal kerja
yang tidak fleksibel.<br /><br />Padahal kepemilikan pekerjaan memberikan
banyak keuntungan, misalnya perluasan jejaring sosial dan memberi tujuan
hidup bagi seseorang. Belum lagi dapat meningkatkan harga diri serta
memberikan manfaat positif bagi kesehatan fisik dan mental seseorang.<br /><br />"Akan
jauh lebih efektif jika kita meningkatkan kesempatan kerja bagi para
wanita daripada sekedar menaikkan pajak rokok. Daripada hanya
memperhatikan perilaku tak sehat itu sendiri, lebih baik kita
menanggulangi akar permasalahan di balik perilaku tak sehat itu dan
pemberian pekerjaan merupakan sarana penting untuk mencapai target
tersebut," pungkas Montez.Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/17404080387687856036noreply@blogger.com18tag:blogger.com,1999:blog-3753363754375191239.post-70519621859205605232013-06-03T13:27:00.001+07:002013-06-03T13:27:48.542+07:00Turunkan Fungsi Otak<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhDcEm-qXt-Bhp7vesAkUspwfwulSdf3r6DAD0t93SkRzwK4EMov0_cxexrj_Xi86f8vlyxETRG92SO76xYLJGZ2fz6WMYiw_gjo-a7Yv3rNqpRPe1A2Wtj9aAfsBMCEnM1BXno2CjMgPEU/s1600/120206_tensi.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="215" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhDcEm-qXt-Bhp7vesAkUspwfwulSdf3r6DAD0t93SkRzwK4EMov0_cxexrj_Xi86f8vlyxETRG92SO76xYLJGZ2fz6WMYiw_gjo-a7Yv3rNqpRPe1A2Wtj9aAfsBMCEnM1BXno2CjMgPEU/s320/120206_tensi.jpg" width="320" /></a></div>
<br />
Tekanan darah tinggi alias hipertensi identik dengan penyakit jantung.
Tapi sebuah studi baru mengungkapkan bahwa hipertensi, terutama pada
arteri yang menyuplai darah ke kepala dan leher dapat dikaitkan dengan
penurunan kemampuan kognitif otak.<br /><br />Tim peneliti dari Australia
mengatakan bahwa penderita tekanan darah tinggi di arteri atau pembuluh
darah sentral, termasuk aorta dan arteri karotis (pembuluh yang memasok
darah ke bagian leher dan kepala) mempunyai skor tes pemrosesan visual
yang lebih rendah, termasuk kecepatan berpikir lebih lambat alias lelet
dan kemampuan rekognisi (mengenali sesuatu) yang lebih buruk.<br /><br />"Biasanya
pengukuran tekanan darah diambil dari arteri brachial di lengan, tapi
ternyata mengamati kondisi arteri sentral bisa jadi cara yang lebih
sensitif untuk menilai kemampuan kognitif seseorang. Sebab arteri
sentral mengendalikan aliran darah ke otak secara langsung," tandas
peneliti Matthew Pase dari Center for Human Psychopharmacology,
Swinburne University, Melbourne.<br /><br />"Jadi jika kita dapat
memperkirakan tekanan darah di arteri sentral, maka kita dapat
memprediksi fungsi kognitif dan penurunan kognitif yang mungkin saja
terjadi pada seseorang," tambahnya.<br /><br />Dalam studi tersebut, Pase
dan rekan-rekannya mengamati yang manakah dari pengukuran tekanan darah
yang dilakukan dari lengan dengan arteri sentral yang memiliki
keterkaitan kuat dengan kemampuan kognitif seseorang. <br /><br />Dalam hal
ini peneliti melibatkan 493 partisipan asal Australia berusia 20-82
tahun. Sebagian besar peneliti merupakan ras Kaukasia dan bukan perokok
yang tidak memiliki riwayat stroke ataupun demensia.<br /><br />Kemudian
partisipan diminta melakukan sejumlah tugas untuk mengukur berbagai
jenis kemampuan kognitif seperti pemrosesan visual, daya ingat,
kemampuan rekognisi (mengenali sesuatu) dan kecepatan memproses
informasi. Tak lupa peneliti juga mengukur tekanan darah partisipan baik
dari lengan maupun arteri sentral.<br /><br />Hasilnya, tekanan darah
tinggi pada arteri brachial dikaitkan dengan performa dalam tes
pemrosesan visual yang lebih buruk. Namun tekanan darah tinggi pada
arteri sentral dikaitkan dengan buruknya perfoma pada tes-tes kognitif
lainnya, termasuk pemrosesan visual, rekognisi dan kecepatan memproses
informasi.<br /><br />"Hal ini menunjukkan bahwa tekanan darah sentral
merupakan alat prediksi yang lebih sensitif terkait penuaan kognitif,"
simpul Pase seperti dilansir Foxnews, Minggu (2/6/2013).<br /><br />Pase
menduga seiring dengan bertambahnya usia seseorang maka arteri utamanya
mengencang dan dengan elastisitas yang semakin berkurang, otak menerima
lebih banyak darah yang tekanannya tinggi, yang pada akhirnya dapat
merusak kemampuan kognitif otak.<br /><br />Studi ini akan dipublikasikan dalam jurnal Psychological Science.Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/17404080387687856036noreply@blogger.com11tag:blogger.com,1999:blog-3753363754375191239.post-45181721671063161572013-06-03T13:23:00.001+07:002013-06-03T13:23:30.946+07:00Sepotong Cinta Dalam Musik<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhpYbrYCFSpadi-alQpJNSaelGf3uQG2ZUR48gPjjTC_CFqLWGRcbuIn9H33iKuar-tqC5wCQPnRiA4wuP8yoDRO-aCAzJJsxg1ps-4GhWtnXbzFfebXgRIn18XEbOFaLfxjLVHgdnJD9HT/s1600/by_my_side___by_bntuae1.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="258" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhpYbrYCFSpadi-alQpJNSaelGf3uQG2ZUR48gPjjTC_CFqLWGRcbuIn9H33iKuar-tqC5wCQPnRiA4wuP8yoDRO-aCAzJJsxg1ps-4GhWtnXbzFfebXgRIn18XEbOFaLfxjLVHgdnJD9HT/s320/by_my_side___by_bntuae1.jpg" width="320" /></a></div>
<br />
Alunan-alunan nada terdengar semakin menghanyutkan hati ini.
Melodi-melodi kerinduan hati yang gunda di hari-hari sepi ini semakin
membuat lincah jemari ini, bagaikan seorang profesional. Entah apa yang
membuat hidup ini kurang berarti. Ah itu gurauwan ku semata, sudah lama
hati ini memendam sepi. Bukannya tak ada yang mau dengan ku tapi terlalu
canggung aku memikirkan hal ini, sebenarnya ada seorang bidadari cantik
yang terus ku bayangkan sampai saat ini. Rindu bercampur haus di kalah
hati ini ingin bercumbu cinta dengan si dia, Ya! Ia adalah bidadari
mimpi yang memang hanya sekedar iming-iming ku untuk mendapatkannya. Oh
setiap ending nada yang di hasilkan organ ini membuat lepas emosi yang
telah lama penuh, dan tertuang saat ini. Gelora badai samudra emosi
terus bergulung ganas di setiap bulir not ini. Toh seraya akupun
bernyanyi untuk sang bidadari hati:<br />
“Wahai rindu ku, Oh wahai cinta terpendam ku.<br />
Dengarlah kerinduan hati ini.<br />
Nyanyian ini bukan sekedar nyanyian desiran bunyi bui-bui ombak semata.<br />
Juga bukan sekedar luapan emosi, tak usah kau dengarkan dengan telinga, cukup dengan hati saja.<br />
Jadi mau kah kamu menjadi sang pengobat perdu kehampaan hati ini.<br />
Karena kaulah sang bidadariku, terimalah cinta ku ini.”<br />
Deras terasa pekat di hati, nyanyian ini membuat harapan ini bertunas
dalam setiap bait lagu yang ku nyanyikan. Sekumpulan kursi-kursi di
sana hanya memandang bisu seakan ikut bernyanyi. Ku pejamkan mata lalu
kembali kunyanyikan bait akhir lagu dengan lembut:<br />
“Karna kaulah sang bidadari ku, terimalah cinta ku ini”<br />
Saat ku buka mata kembali, Oh astaga! Sang gadis yang ku bayangkan ada
di salah satu kursi penonton di sebelah sana. (Ku terhenti sejenak)<br />
“Dinda sejak kapan kamu di sana?”<br />
“Nyanyikan saja lagu merdu itu, hiraukan saja aku”<br />
“Oh andai kau tau, lagu ini ku nyanyikan untuk mu”<br />
Pikir ku terdiam sejenak menatapnya.<br />
Ia tersenyum dan membalas manis tatapan ku.<br />
Ku palingkan muka karena malu. Lalu sejenak jemari ku kembali berhentak
kagum. Ia hanya duduk termanggu di sana, membuat ku tak tenang. Sejenak
suara organ ini seakan berbicara pada ku: “katakan saja semua isi hati
mu padanya!” tentu saja aku hanya menggeleng seirama mengikuti irama
musik. Lalu kembali suara organ ini berkata lagi kepada ku, “bukankah
ini adalah kesempatan bagus bagimu, ayo katakan saja” aku kembali
menggelengkan kepala.<br />
Nada dari organ ini kembali menasehatiku, tapi bukan dengan nada halus
lagi ia berkata, “dasar pengecut! katakan saja padanya. karena ini juga
adalah peringatan ku yang terkhir pada mu cepat ungkapkan!” Perlahan
jemari ku berhenti, ku pandang si dia yang sedang duduk di sana. Ku
dekati dengan wajah yang mulai memerah, sekuntum bunga di kantung ku
raih, lalu kaki ku setengah berlutut di lantai.<br />
Ia kelihatan sangat bingung, ku pandang wajahnya yang berbinar itu,
ia hanya mengangkat setengah keningnya seakan menunggu sesuatu dari ku.
Kunyanyikan kembali akhir bait lagu tadi, “karna kaulah sang bidadari
ku, terimalah cinta ku ini” Lalu ku berikan ia setangkai bunga di
tanganku. Seketika sentuhan halus tangannya menyentuh tangan ku dan
mengambil bunga di tangan ku. Ia sedikit berpikir, mungkin belum
mengerti apa yang baru terjadi. Kemudian sepatah lontaran kata keluar
dari bibir indahnya itu.<br />
“Aku mengerti apa yang berusaha kau tunjukan, aku juga merasakan hati
mu, tapi aku tak bisa menerima cinta mu! karena ada yang lebih penting
dari cinta, yaitu impian ku di masa muda ini”<br />
“Bukan! Bukan itu yang iiinginn ku.. Ku.?”<br />
kata-kata ku terhenti. aku berpaling dari hadapannya, raut wajah ku
berubah murung, gugupun hilang seketika, yang tersisa hanyalah rasa
kecewa dan malu yang tidak menentu. Ku bergegas beranjak, namun ku tak
keluar gedung teater, melainkan kembali bermain organ. Hentakan hening
jemari ku hanya membawa lagu kecewa, seakan membuka kembali kesendirian
hati ini, dan siap kembali pada pelukan sang dewi kesepian yang terus
menimang hingga, ku terhanyut dalam tangisan yang keluar dengan
sendirinya di mata ini, sekedar menghiasi pipi.<br />
Musik ini terasa lebih pekat emosi sakit hati dari pada rasa
kesepian. Saat jemari ku berhenti! hanya terdengar tepukan tangan yang
sangat banyak. Ah mungkin itu hanyalah suara tepukan tangan kursi-kursi
penonton. Saat mata ku buka, pertama ku lihat adalah sang pujaan yang
hati terdiam murung, dengan setitik embun di pipinya. Ah mengapa banyak
sekali orang? Oh tentu saja ini pasti sudah waktunya mereka berlatih
teater musikal untuk beberapa hari ke depan. Dan tentu saja sang pujaan
hati ku juga adalah salah satu dari mereka.<br />
“Jonathan kamu hebat dalam musik, dan akting! Maukah kamu bergabung
dalam drama musical kami” Tawar seorang pria berkumis yang adalah
manejer mereka, yang datang kearah ku. Aku hanya tersenyum sambil
menghapus air mata, lalu pergi melewati pria itu, menuju sang pujaan
hati ku. tapi terus saja ku lewati gadis itu dan segera keluar dari
tempat itu.<br />
Meninggalkan sang pujaan hati yang tampak murung di sana.<br />
<br />
<br />
Cerpen Karangan: Daniel Satria SutrisnoAnonymoushttp://www.blogger.com/profile/17404080387687856036noreply@blogger.com15tag:blogger.com,1999:blog-3753363754375191239.post-91587167293922451732013-06-03T13:13:00.000+07:002013-06-03T13:17:35.341+07:00Cinta Akhir Sekolah<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjf2zfMqBSrf__rQx8W1H2iIfHuKfnp-XV0s7msfbOBNn0FZZYYefJ6-NWi1eOCL2z9D0i46ejIr4O_mJ-6fQ8_t4Advrc-Vdl9hu-rH5R9JyPLtR49esS3D_tFjiAS4gdrslrpmwgo8Gtv/s1600/Cerpen+Akhir+Kisah+Cinta.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjf2zfMqBSrf__rQx8W1H2iIfHuKfnp-XV0s7msfbOBNn0FZZYYefJ6-NWi1eOCL2z9D0i46ejIr4O_mJ-6fQ8_t4Advrc-Vdl9hu-rH5R9JyPLtR49esS3D_tFjiAS4gdrslrpmwgo8Gtv/s320/Cerpen+Akhir+Kisah+Cinta.jpg" width="299" /></a></div>
<br />
Cinta, aku mau menunggu<br />
Apakah kamu masih mencintai pria yang sudah bertahun-tahun tak meresponmu itu?<br />
Ya, aku tidak pernah merasa bosan menunggunya, aku benar-benar terpikat olehnya.<br />
Terkadang aku terlalu egois untuk tidak dekat dengan yang lain hanya
karena menunggu dia. Bukannya sok sempurna, hati yang kumiliki untuk dia
sempurnakan, aku ingin memperjuangkannya. <br />
“fir, kamu ada buku paket kimia?”, tanya dimas.<br />
“eh ada nih, sebentar ya aku ambil dulu”.<br />
Aku yang dari tadi memakai headset hampir tidak sadar ada yang mengajakku berbicara.<br />
“ini bukunya dim”.<br />
“oke pinjam ya, nanti habis mata pelajarannya aku kembalikan kok”<br />
Sambil mencubit pipi kanan ku dia langsung pergi membawa buku kimia ku.
Tak lupa pula sebelum aku meminjamkannya aku sempat memeriksa apakah ada
catatan-catatan aneh di dalam buku itu.<br />
Dimas cowo tinggi yang memiliki kharisma, cerdas, berambut cepak,
ramah, lucu, dan dia sangat memiliki jiwa kepemimpinan. hal itu yang
membuat adik kelas tergila-gila padanya saat dia memimpin suatu kegiatan
organisasi di sekolah. Dia sosok kakak kelas yang tegas untuk urusan
kepemimpinan, bahkan dia banyak mengajarkan hal untukku.<br />
Tak terasa sudah hampir 3 tahun penuh aku menimba ilmu di sekolah ini, tempat yang mengajarkan aku berbagai hal termasuk cinta.<br />
Hanya tinggal hitungan bulan aku tidak akan menikmati masa-masa belajar
di sekolah ini, semua akan kutinggalkan demi melanjut ke jenjang yang
lebih tinggi yaitu kuliah.<br />
Berbagai kenangan akan kutinggalkan, menghilang dengan jejak yang masih
bisa ku lihat. aku pasti selalu ingat tentang sekolah ini dan aku pasti
selalu ingat dia.<br />
Tak terasa tinggal hitungan hari lagi kami akan menghadapi UAS setelah UTS berlalu 2 bulan yang lalu.<br />
Proses belajar mengajar pun tidak lagi rutin untuk dilakukan terhadap
kelas 12 karena guru-guru cukup mengerti sehingga memberikan kami
sedikit waktu santai.<br />
Aku duduk di depan kelas sambil menjalankan playlist ku, tiba-tiba
pandanganku berhenti pada satu cowo tinggi berjaket hitam itu, ya itu
dimas dan… sedang apa dia dengan andini? sepertinya mereka sedang bicara
serius. tadi memang aku melihat pacar nya andini adu mulut dengan
dimas. Ya mungkin mereka menyelesaikan masalah itu.<br />
“woy! ngeliatin siapa sih kamu?”, tiba-tiba shinta mengejutkanku.<br />
“dih bikin kaget aja, itu si dimas ada masalah apa?”<br />
“oh itu… sedikit masalah sama pacarnya karena dia bikin pacar nya andini
cemburu padahal gak bermaksud seperti itu, salah paham saja”<br />
“oh gitu… besok ada tanding futsal sekolah kita lawan methodist mau ikutan nonton gak?”<br />
“oke, ketemu di sekolah ya pergi ke lapangan futsal nya bareng ajak yang lain juga”<br />
“oke. sekarang yuk temenin aku ke kantin”<br />
Sembari meninggalkan tempat berbincang tadi, ternyata pandanganku tak
lepas dari sosok pria berjaket hitam itu. Ya aku terlalu penasaran
dengan apa saja yang mereka bicarakan. <br />
—<br />
Ku lihat sosok itu, di tengah-tengah lapangan futsal pria tinggi berbadan ideal dengan nomor punggung 15, iya itu dimas.<br />
“ayo bibi bibi bibi!!! glory-glory bibi!!!”, teriak shinta menyemangati salah satu pemain yang juga merupakan teman dekatnya.<br />
Ketiga temannya dari pertama kali datang selalu ribut dan heboh,
sedangkan aku? dari pertama kali memasuki lapangan futsal hal utama yang
aku lakukan hanya mencari sosok tinggi itu.<br />
Entah apa yang membuat pandanganku tak lepas dari sosoknya.<br />
Dia memang sudah sering aku lihat tapi kali ini aku sadar ternyata aku
bukan sekedar kagum ataupun rasa simpati terhadap teman seoraganisasi.<br />
“horeeee menang!!!”, seru anak-anak. Ya akhirnya pertandingan selesai
dan sekolah ku memasuki babak final, masih ada satu pertandingan lagi
untuk menentukan ke tiga besar.<br />
“dari tadi kamu kenapa diam aja? dari tadi ngeliatin siapa sih?”, tiba-tiba dinda mengajakku berbicara.<br />
“eh.. enggak kok, aku bukan ngeliatin siapa-siapa. cowo kalau main futsal ternyata keren juga ya nda”<br />
“ya memang iya, selama ini kamu ke mana aja?”, ledek dinda.<br />
Pertandingan selesai, alhasil semakin ramai. Bahkan untuk jumpa sama
pemain dari sekolah kami pun susah, akhirnya kita kumpul lagi di
sekolah.<br />
Entah apa yang membuatku sering memperhatikan dimas akhir-akhir ini, aku
tak tahu aku hanya sekedar kagum atau lebih dari kagum padahal hampir
setiap hari kita ketemu.<br />
“makasih ya udah nonton kita tadi, kalian kocak teriak-teriak seperti itu ha ha ha”, kata dimas sambil menahan tawanya.<br />
“eh aku engga ada teriak, shinta, tari, dinda tuh yang meneriaki kamu terus” sambungnya sambil ikut tertawa juga.<br />
“iya deh yang penting makasih banyak ya, lusa kita ada tanding lagi
untuk masuk ke final jangan lupa ya. aku menjumpai mereka dulu ya”,
katanya sambil bergegas meninggalkan kami.<br />
Dimas keringatan, mungkin dia butuh istirahat dan mungkin dia terlalu
bosan bicara dengan aku yang hampir tiap hari selama 2 tahun lebih ini
dia ajak ngobrol.<br />
Terkadang ngobrol sama dia itu nyaman, walaupun terkadang dia lebih
banyak mengejek dari pada bicara serius, tapi tetap aja itu tidak
menjadi penghalangku untuk berhenti mengaguminya.<br />
Baru terasa ketika mau tamat begini aku baru menyadarinya kalau dia
memang pria yang selama ini ada di hatiku tetapi aku tidak pernah
memastikannya.<br />
Berawal dari kegiatan organisasi sekolah yang kebetulan ketua pelaksana
nya adalah dimas, pada saat itu dia sering menitipkan handphone nya
padaku, kemudian waktu acara makan bersama sanking laparnya aku makan di
luar terus dia kesal gitu, terus aku juga merasa bersalah aku minta
maaf dia maafin terus dia pergi gitu aja padahal handphone nya masih
sama aku.<br />
Ya bukan hanya itu aja sih, banyak lagi hal lain yang benar-benar
membuat aku jatuh cinta terhadap pria berbadan tinggi ideal itu.<br />
Kadang, aku sulit membedakan mana ketertarikan saat dan cinta beneran. Dua hal itu seakan tak punya perbedaan. <br />
—<br />
Ujian akhir sekolah pun berlalu dan ujian nasional di depan mata.
Semakin hari aku semakin tidak bisa menahan perasaanku untuk tetap
berpura-pura dan menjaga sikapku didepannya. aku tidak berbakat untuk
tidak berpura-pura suka kamu.<br />
Siang itu ketika jam istirahat aku sedang duduk-duduk di depan kelas
dengan cewe yang kabarnya pernah dia sukain, selain mereka memang dekat
layaknya kakak adik mereka juga sekelas dan dia juga merupakan kawan
dekatku sendiri.<br />
Entah mengapa, tiba-tiba dia lewat terus nyamperin tuh cewek terus dia
ngelus-ngelus kepala tuh cewek. Aku yang diam-diam cemburu gini bisa
apa? Terus berusaha menyembunyikan pandanganku untuk gak ngeliatin
mereka alhasil aku ketangkap basah lagi ngeliat dia sinis, kemudian dia
juga melihat aku dengan pandangan kosong.<br />
Kemudian dia tidak bicara apa-apa dengan ku, ini beda, tak biasanya seperti ini.<br />
Aku mencoba membiasakan diri sebagaimana biasanya. tapi alhasil aku tak
bisa menahan perasaanku lagi, aku semakin canggung aku semakin yakin
kalau dia itu udah tau yang sebenarnya.<br />
Seperti pepatah “sejauh-jauhnya tupai melompat pasti jatuh juga” nah
kalo ini, sepandai-pandai nya menyembunyikan perasaan pasti terungkap
juga.<br />
Waktu adalah uang, semakin aku tak punya waktu untuk bercerita tentang perasaanku semakin aku akan menyesal di kemudian hari. <br />
Dia tak pernah tahu sejauh apa perasaanku terhadapnya, dia juga tak
pernah tahu apa yang ku pendam selama 2 tahun ini berawal pertama kali
menjadi kakak kelas di kelas sebelas semua terasa menakjubkan bila di
ungkapkan, aku yang selama ini hanya teman biasa nya, teman celotehnya
tiba-tiba angin membawakan hembusan cinta mungkin dia akan merasa risih
denganku. Padahal cinta tak pernah salah.<br />
“shin, bagaimana menurutmu jika aku mengungkapkan rasa sama orang yang selama ini tak pernah ku duga?”<br />
“wajar-wajar saja asal ada kode etik nya ha ha ha memangnya siapa orang itu?”<br />
“orang terdekat kita”<br />
“siapa? apakah kamu yakin dia orangnya selama ini?”<br />
“iya, dan bodohnya setelah hampir tamat begini aku baru menyadarnya”<br />
“aku jadi semakin penasaran, siapa sih?”<br />
“dimas”, tukasku dengan cepat dan singkat kemudian langsung tak kutatap lagi pandangan shinta yang penasaran itu karena malu.<br />
“kenapa kamu bisa suka sama dia? jadi selama ini dia orang yang selalu membuatmu menunggu?”<br />
“aku juga tak pernah menyadarinya, bahkan aku tak pernah cerita soal ini kan.”<br />
Shinta hanya terdiam seperti ada sesuatu yang tak ingin di ungkapkannya
padaku, aku tak memaksa, aku terus bercerita tentang apa yang terjadi
selama dua tahun ini.<br />
Semuanya terasa cepat berlalu, dan terlalu cepat untuk diungkapkan,
selain dia tak pernah membuat respon positif terhadap sikapku tapi
entahlah mungkin dia terlalu risih dengan teman yang menjadi cinta atau
dia memiliki pujaan hati lain. <br />
Hari semakin berlalu, hari semakin tak menjadi milikku. Yang biasa nya biasa aja tapi sekarang malah menjadi tak biasa.<br />
Duduk-duduk di halaman depan sekolah itu memang menjadi hobby sepulang sekolah.<br />
Aku menelentangkan kaki ku sambil mendengarkan lagu mengikuti alunan
musik yang melow, masih kurasakan sapaan hangatnya, masih kurasakan
cubitan nya di pipiku dan masih dapat kuterjemahkan tawa khas nya.
tiba-tiba dimas yang baru datang langsung duduk dihadapanku dan
melakukan hal yang serupa dengan ku, menelentangkan kedua kakinya.<br />
Dan akhirnya kami saling berhadapan dan kedua telapak kaki kami saling
bertemu, suatu kejanggalan tiba-tiba aku tak bernyali untuk mengajaknya
berbicara dan dia pun mengalami hal yang sama padaku. Sorot mata nya tak
lagi biasa terhadapku, kamu berdua saling curi pandang dan aku semakin
tak berani untuk memulai bicara.<br />
Ini seperti keegoisan, tak ada yang ingin memulai. Semuanya menjadi
terasa aneh. Diam, senyap, tak ada suara antara aku dengan dia. Yang ada
hanya dia dengan teman-teman ku.<br />
Semakin hari aku semakin gelisah apa yang harus kulakukan dihadapannya,
aku juga semakin merasa bersalah karena telah merusak hubungan
pertemanan ini. Dia yang tak tahu seberapa lama aku memendamnya dan dia
yang tak pernah inginkan aku. Mungkin Aku harus segera mengungkapkannya.
<br />
Hari ini adalah hari perpisahan kelas 12 tahun ajaran 2011/2013 acara
ini dilaksanakan tepatnya 3 hari sebelum pelaksanaan Ujian Nasional.<br />
“selamat pagi fira, cantik sekali hari ini tampil feminim” tiba-tiba shinta mengejutkanku dari belakang.<br />
“kamu baru sekali ini memuji aku, kamu juga lebih cantik dari aku loh”<br />
Fira asifha seorang gadis yang bukan tomboy namun juga bukan feminim
baru sekali ini dirinya disebut feminim karena tidak pernah memakai
short dress.<br />
“dimas udah datang belum shin?”<br />
“udah, dia ganteng sekali hari ini, aku saja hampir terpikat olehnya”<br />
Sambil tersenyum menatapku shinta juga menyinggul siku tanganku.<br />
Tak lama sebelum acara di mulai, semua kelas 12 baris
berpasang-pasangan untuk memasuki gedung acara. Tanpa ku duga, semuanya
terasa menyakitkan ketika dimas lewat hadapanku bergandengan tangan
dengan cewe yang waktu itu kepala nya di elus-elus dihadapanku, Arista
dewi.<br />
Semakin suasana nya hening, semakin tetes air mata ingin membasahi
pipiku, tetapi hati menguatkanku untuk tetap tegar pada saat itu,
berusaha tersenyum mengabaikan kesedihan, berusaha menjaga pandangan
agar tak terlihat, walaupun tak semudah yang dibayangkan tetapi tak
sesulit yang terlihat.<br />
Ku lihat sosok tinggi itu di sudut panggung, aku ingin sekali berbicara
dengannya, akhirnya dengan sekuat hatiku kuberanikan diri.<br />
“kamu liat shinta gak dim?”<br />
“aku gak tau, tadi dia sama aku tapi setelah itu dia menghilang. ”<br />
“hem ya udah deh, kamu mau ke mana?”<br />
“aku nyari arista, aku mau menyatakan cinta kepadanya” bisiknya sambil tersenyum.<br />
“kamu yakin? wah semoga lancar ya” aku berusaha menutupi segalanya, aku berusaha menutupi rasa yang ada.<br />
“yakin dong, makasih banyak ya” sambil melontarkan senyumnya kemudian dia tinggalkanku yang sedang menangis di dalam hati. <br />
Semua sibuk dengan urusan masing-masing, tatapan ku dan tatapannya
yang selalu bertemu ternyata tidak berguna, aku selalu menyangka bahwa
itu petanda kalau dia merasakan hal yang sama padaku.<br />
Untuk saat-saat yang seperti ini sangat di sayangkan kalau tidak ada
pengabadian, foto bareng dimas misalnya. Tapi dia mengesalkan, dia
memanggilku tak ingin mengajak berfoto melainkan menyuruhku untuk
mengambil gambarnya.<br />
Aku terdiam di penghujung acara, saat doa dia berada disampingku sempat
ku sentuh jemarinya secara tidak sengaja, namun kamu hanya tertawa kecil
dan pergi tanpa tau betapa senangnya aku dapat menyentuh jemarimu.<br />
Secara keadaan, jarak aku ke kamu tidak jauh tetapi jarak hati aku ke
kamu yang membuat jauh, ada perbedaan yang aku rasakan namun kamu tak
merasakan dan susahnya jadi aku yang tak bisa menahan perasaanku membuat
semuanya berubah, kamu tak seperti dulu lagi yang suka bercanda.<br />
Sungguh, di situasi seperti ini ingin kuteteskan air mataku tapi itu
tidak menjadi kemungkinan bagiku karena ini bukan tempat yang tepat
untuk melakukannya.<br />
Ku tanya diriku sendiri, bolehkah anak gadis umur 17 tahun ini takut
kehilangan kesempatannya untuk mengungkapkan perasaannya? Terkadang aku
aku terlalu memaksakan kehendakku untuk tetap berdiri kokoh dan menjadi
seorang gadis yang optimis untuk mendapatkan cintanya.<br />
Sore yang mendung tetapi tak kunjung hujan ini membawaku ke dalam
kegalauan, aku semakin tak kuasa menahan rasa cemburu ku. Bagaimana
mungkin aku tak merasakan hebatnya gencaran jantungku saat mendengar
bahwa dia akan menyatakan cinta kepada wanita yang sama sekali tak
pernah ku duga? Haruskah aku menjadi seseorang yang egois untuk
melarangnya menyatakan cinta kepada gadis pujaan hatinya?<br />
Aku hanya bisa menatapnya dari kejauhan di kursi pojok ini, dengan
dia yang bercinta dan dengan aku yang sedang menahan emosiku melihat
mereka bersendu gurau, tertawa seolah tak ada yang tersakiti, dan
bercanda seolah tak ada yang tak senang. Langit semakin tak acuh, sesuai
dengan isi hatiku. Kurasakan langkah-langkahnya kearahku, kurasakan
sapaan hangatnya kearahku, tanpa kusadari, dia sedang berada disampingku
sekarang.<br />
“gambar kita berdua belum ada” Dia menatapku sambil tersenyum kemudian
dipanggilnya seseorang untuk mengambil gambar aku dan dia. Ku lihat
temannya menyembunyikan senyumannya melihat kami berdua berfoto.<br />
Mungkin sesuatu yang aku anggap suatu kesenangan merupakan suatu
keterbiasaan untuknya, itu karena dia tak mengerti arti sikap yang telah
berubah, yang benar saja aku benar-benar mencintainya.<br />
“dim, aku boleh bicara sesuatu?”<br />
“kamu mau bicara apa? Ya bolehlah”<br />
“tapi kamu jangan kaget ya?”<br />
Dia semakin bingung dan sedikit canggung spertinya dia tahu apa yang
akan kukatakan. Kuberanikan diriku, ku tarik nafas ku sejenak untuk
memulainya.<br />
“apakah kamu tidak merasakan perubahan sikapku terhadapmu belakangan ini?”<br />
“rasakan”<br />
“aku minta maaf ya kalau sudah membuatmu tak nyaman”<br />
“apa yang salah? kenapa kamu minta maaf?”<br />
“kamu ingat? Saat pertama kali kita menjadi teman?”<br />
“ya aku ingat, saat pertemuan kita di suatu organisasi kan. Lalu mengapa dengan pertemuan itu?”<br />
aku bagaikan kaktus yang memeluk dirinya sendiri, merasakan cinta sendiri, merasakan sakitnya sendiri.<br />
“dari situ aku mulai mengagumimu semenjak itu, kurasa itu hal yang biasa
tetapi semakin lama aku sadar itu tak hanya sekedar kagum. Jadi selama 2
tahun ini menyimpan perasaan yang tak pernah kamu tahu, aku minta maaf
sudah membuatmu tak nyaman dengan sikapku… ”<br />
“hah? kamu… serius?”<br />
Dia hanya terdiam menatapku yang tak berani menatapnya. Perlahan mataku mulai berkaca-kaca.<br />
“kamu tidak usah menjawab aku, kamu hanya perlu mendengar semua
pengakuanku yang selama ini berpura-pura. Aku tak perlu jawaban, aku
hanya perlu pengertian kalau kamu sudah tahu tolong jaga perasaannku.”<br />
Dia hanya terus diam, diam, dan diam. Hujan pun akhirnya turun membasahi
jalanan di depan gedung. Sepanjang waktu kami hanya diam dan aku
sendiri semakin tak bisa menahan perasaanku bahkan aku berusaha
menyembunyikan air mata yang tertahan ini, ternyata aku tidak berbakat
untuk pura-pura tidak menahan air mataku.<br />
Waktu terus berjalan, angin terus berhembus, aku semakin gelisah apa
yang terjadi setelah aku mengungkapkan perasaanku. Apakah dia akan
mengejarku dan berkata dia memiliki perasaan yang sama denganku atau dia
mengejarku untuk berkata “maaf aku suka arista, bukan kamu” kalimat itu
terlalu tajam untuk masuk ke hatiku.<br />
Seiring berjalannya waktu, aku tak pernah lagi berbicara dengannya
setelah kejadian “aku mencintainya” kemarin. Aku mulai melupakan kamu
yang jauh, dan kita mulai terpisah jauh karena demi pencapaian
masing-masing. Seharusnya yang permanen “kita” bukan “aku” dan “kamu”
yang terpisah.<br />
Sesuatu yang sudah terungkapkan walaupun hasilnya tak seperti yang
diharapkan akan lega jika seseorang itu punya niat untuk tidak
membohongi perasaannya lagi. <br />
—<br />
Hawa di kawasan ini yang membawa cinta, suatu angin yang menyampaikan
perasaan, dan sesuatu jejak yang meningglkan kenangan. Ya aku ingat
tentang 7 tahun yang lalu saat pertama kali kita kenal, dekat sebagai
teman dan kita bertemu lagi di masa depan kita masing-masing dan di
tempat ini lagi, tempat pertama kali aku mengagumimu yang ku anggap
hanya sekedar kagum.<br />
Aku memakai kemeja putihku dengan berstatus sebagai penulis dan kamu
memakai seragam mu dengan berstatus polisi. masa depan kita
mempertemukan kita kembali, di tempat yang sederhana ini namun ini
merupakan awal yang luar biasa untukku.<br />
“hai fir, kamu apa kabar?”<br />
“hai juga dim, alhamdulillah kabar aku baik. kamu?”<br />
“sama seperti kamu. Apa yang kamu rasakan stelah 5 tahun kita tak bertemu?<br />
“haruskah aku menjawabnya?”<br />
“tidak perlu, aku sudah tahu ha ha ha”<br />
“ya kamu ga berubah dari dulu. Sudah sejauh apa hubunganmu dengan arista?”<br />
“tidak sejauh apa-apa, kamu kira waktu itu aku nembak dia di terima gitu?”<br />
Aku terdiam dan mentapnya dengan bingung, tanpa memikirkan apa-apa lagi aku terus berusaha meyakinkan apa maksudnya.<br />
“aku di tolak, aku suka sama dia tetapi ku pikir dia memiliki hal yang sama ternyata tidak”<br />
“hah…”<br />
“kamu, sejauh apa sekarang perasaanmu dengan pria beberapa tahun yang
lalu itu apakah masih dia yang ada dihatimu? apakah masih dia yang kamu
perjuangkan?”<br />
ucapnya sambil tertawa kecil. Aku tak menjawab, aku hanya tersenyum
kecil dan langsung tak menatapnya. Apakah aku salah jika masih
memperjuangkanmu, meskipun aku tak bilang?<br />
Di awan-awan aku kembali dibawanya terbang, menerawang segala yang di
langit aku kembali dibawakan terbang oleh cintanya. Aku kembali, kembali
seperti saat pertama kali jatuh cinta, jelas aku sedang menikmati
senyumnya saat ini. Kami di peretemukan kembali di tempat ini dengan
sukses.<br />
<br />
<br />
<br />
Cerpen Karangan: Dina agustina<br />
<br />Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/17404080387687856036noreply@blogger.com11tag:blogger.com,1999:blog-3753363754375191239.post-35225258825718198502013-06-03T13:11:00.000+07:002013-06-03T13:11:18.848+07:00Sebuah Penantian<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiXSghI7vBcJPcwdu59GIe17VSmbNZo4T44j59f8IvRMT9sqy7DUz3QYRrkhns5IuTuzBRjrYSLlnQUz0t2mdHWJrv8IkdAFIgMyXCtoTotmHJIx5IiI0smv9XuL0DfF-uEcuveUN44_SOP/s1600/penantian.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiXSghI7vBcJPcwdu59GIe17VSmbNZo4T44j59f8IvRMT9sqy7DUz3QYRrkhns5IuTuzBRjrYSLlnQUz0t2mdHWJrv8IkdAFIgMyXCtoTotmHJIx5IiI0smv9XuL0DfF-uEcuveUN44_SOP/s1600/penantian.jpg" /></a></div>
<br />
Malam beranjak kian larut, seiring purnama yang tersenyum penuh rona
keindahan yang menyusup di balik jiwaku yang dirambati resah, sang
purnama bersinar memancarkan cahaya kuning keemasan, seolah memberi
secercah sinar ke dalam hatiku, namun entah mengapa seolah hatiku tak
bisa berdamai. begitupun dengan hatiku yang kian di landa resah. ya…
resah karena menanti… telah satu jam aku menunggu namun dia tak kunjung
menunjukkan tanda tanda kehadirannya, bahkan nomor hp nya pun tak bisa
di hubungi. ku lihat jam tanganku, hmmm.. sudah jam 10 malam, dia telah
terlambat satu jam lebih dari waktu yang dijanjikan… <br />
Aku telah menghabiskan segelas cokelat panas yang merupakan minuman
favoritku, telah enam batang r*kok yang kujadikan teman sembari menunggu
kedatangannya, namun firasat akan kedatangannya entah mengapa tak
terbersit sama sekali di hatiku, kupandangi tempat yang telah
dijanjikannya untuk bertemu ini dengan perasaan yang tak menentu, lampu
berkelap kelip menambah indah lukisan malam, angin yang semerbak membawa
nyanyian sendu. telah beribu kenangan indah yang tercipta antara aku
dan dirinya, kini lukisan kenangan itu menjelma menari nari di memori
ingatanku. saat saat pertama bertemu dulu di sini… saat saat aku mulai
merajut hari bersamanya, saat saat aku menghapus air mata lukanya, saat
ceria mewarnai rindu yang menjerat kalbu. tak terasa aku telah dalam
tenggelam di ceruk kenangan. <br />
Ku lihat jam kini telah menunjukkan pukul 22.45. hatiku kian gelisah
harap harap cemas, mengapa dia tidak mengabariku jika memang dia tak
bisa datang, mengapa malah nomornya tidak aktif, mengapa… mengapa…? apa
dia lupa? bukankah dia yang mengajak untuk bertemu malam ini, di tempat
ini… ah.. mungkin benar dia lupa (sanggah hatiku untuk berbaik sangka
padanya), tapi benarkah? bagaimana kalau… aku segera menepis persangkaan
burukku padanya. terjadi peperangan batin di hatiku, aku semakin di
landa gelisah.<br />
Perlahan lagu mengusung rindu-nya spin band mengalir syahdu dari
earphone ditelingaku: “sayu hati… sayu sekali.. melihat engkau berpimpin
tangan dengan sidia… sakit hati, sakit sekali.. pabila cinta yang aku
beri tak dihargai…”<br />
Karena malam semakin larut, sedang purnama telah meninggi bertahta
disinggasananya sambil memancarkan sinarnya yang kuning keemasan. alam
yang indah ini kulalui dengan hati yang gundah tak tercegah, sungguh
tersiksa aku dibuatnya. ku coba menghubungi no hp nya, masih tidak
aktif. ku coba mengirim sms padanya, tertunda… ah…<br />
ku lihat sekeliling keadaan mulai sepi, tinggal beberapa pasangan yang
masih asik bercanda di bawah sinaran rembulan. entah apa yang ada di
pikiran mereka (bahagia tentunya ya..?). beberapa pasangan yang lewat di
depanku memandang dengan heran, mungkin aku di kira orang gila karena
duduk sendirian hanya bertemankan asap r*kok… hemmm, entahlah, aku masa
bodo dengan persepsi mereka terhadapku. <br />
Ahirnya kuputuskan untuk pulang, karena aku menganggap penantianku
sepertinya akan sia sia belaka. ku ayunkan langkah dengan gontai.
sejenak ku pandang sang rembulan, dia masih saja memberikan senyumnya
yang indah untukku. atau hanya senyum kasihan terhadapku.. entahlah… <br />
Sebelum pulang ke rumah aku sengaja untuk jalan jalan malam, untuk
sedikit untuk menenangkan hatiku yang berkecamuk dengan seribu
prasangka. ku pacu kuda besiku dengan santai sambil menghayati suasana
malam yang mulai lengang. tiba tiba sesosok yang ku kenal ku lihat duduk
di sebuah taman, dia berdua, mereka kelihatan sangat mesra. entah
mengapa tiba tiba semua kenangan itu berpacu di ingatanku, mendobrak
segala penghalangnya meski aku mencoba untuk menghalaunya. tiba tiba aku
merasa percuma dengan penantianku, semua seolah sia sia. ya semuanya
sia sia…<br />
<br />
<br />
Cerpen Karangan: M.Munif FannaniAnonymoushttp://www.blogger.com/profile/17404080387687856036noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-3753363754375191239.post-3814910862086037962013-06-03T13:05:00.000+07:002013-06-03T13:05:23.938+07:00Gelap Terang Senyuman<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhTW3YcuQs4dvTZQ5qru-szEX7lIlRENnUvOmFIkMuHPBcFrVe-UCiMSndDHEcMvW1RZBi9D64prKWBykqxsufDqXrUWTOi8zuy-JONjjBL3fHhNDjg0vKnt773nMVUxMZwNJLvk1i3pfIh/s1600/35365_1282958327959_1650134896_660239_2053ffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffff38_n.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhTW3YcuQs4dvTZQ5qru-szEX7lIlRENnUvOmFIkMuHPBcFrVe-UCiMSndDHEcMvW1RZBi9D64prKWBykqxsufDqXrUWTOi8zuy-JONjjBL3fHhNDjg0vKnt773nMVUxMZwNJLvk1i3pfIh/s320/35365_1282958327959_1650134896_660239_2053ffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffff38_n.jpg" width="320" /></a></div>
<br />
<br />
“Gapai semua jemariku, rangkul aku dalam bahagiamu, ku ingin bersama
berdua selamanya. Jika ku buka mata ini ku ingin selalu ada dirimu dalam
kelemahan hati ini bersamamu, aku tegar”<br />
—<br />
Aku masih termenung menatap senja taman kota ini, Jogjakarta. Masih
sama seperti yang dulu, hatiku hancur mengingat semuanya, sesal memang
hari ini yang kurasa, coba saja waktu itu aku mengikuti saran ayah,
mungkin semua cerita ini tak akan terjadi.<br />
Dan sore itu enam tahun yang lalu keluarga Mas Teguh datang untuk
melamarku, aku masih berusaha ikhlas demi ayah, meski sebenarnya aku tak
menginginkan untuk terjadi secepat ini. Episode yang begitu menyesakkan
dada, bagiku semuanya akan berakhir, tentang angan dan pula mimpi
mimpiku. Aku sangat ingin melanjutkan study ke jenjang yang lebih tinggi
untuk mendapat karir yang bagus, jika aku sudah menjadi istri maka aku
harus tunduk dan taat padanya, aku diwajibkan fokus berbakti pada suami
dan anak anak ku kelak. Lalu bagaimana dengan cita citaku untuk
berkeliling dunia? pikiran-pikiran seperti ini yang terus saja memenuhi
otakku.<br />
“ahhhhhh, wahai angin segar, lewatlah sejenak lewati hatiku. Bosan,
penat, sesak, penuh di dadaku. Tuhan, aku tak dapat menyebut ini tentang
apa, hanya kurasa berat sekali. Tuhan, aku ini milikmu, maka aku ingin
selalu ikhlas atas segalamu. Dan aku yakin engkau selalu memberiku yang
terbaik.”<br />
Teguh Iman Mahadi dialah lelaki pilihan ayah, dia sarjana ilmu
telekomunikasi di salah satu universitas ternama di Indonesia, anak dari
teman ayah semasa dulu tinggal di Jakarta, aku tak tahu banyak tentang
dia, wajahnya saja aku tak pernah faham hanya lewat foto aku
memandangnya, laki laki yang terlihat gagah dan tampan, tapi entahlah
aslinya aku juga tak tau, tapi pada suatu sore dia pernah menelefonku,
suaranya begitu menyejukkan hati, tutur katanya yang sopan dan lembut
memaksaku untuk tidak mengecewakan ayah. Kata ayah dia adalah sosok
lelaki yang tak mau main-main tentang apa itu yang namanya cinta, dan
pula tak suka mempermainkan wanita, hingga akhirnya Mas Teguh menyetujui
saran ayah terhadapnya untuk menjadikan ku sebagai pendamping hidupnya,
bukan pacar atau sejenisnya. Padahal aku tau mungkin saja banyak wanita
yang mendambanya di luar sana, tapi dia tetep teguh pendirian, persis
seperti nama nya Teguh Iman Mahadi. Aku tak peduli itu semua, pikirku
perjodohan ini adalah hal terkonyol dalam hidupku. Jujur sebenarnya
hatiku berat untuk mendengar namanya dari mulut ayah, dan aku ingin
sekali menggagalkan acara perjodohan ini.<br />
Ayahku memang sedikit kolot, baginya hal terpenting bagi seorang
wanita adalah bukan berilmu tinggi atau berkarir cemerlang, ia hanya
ingin aku bisa menjadi istri dan ibu yang baik bagi anak anakku kelak,
masalah financial itu hanya kewajiban seorang laki laki, ya memang ada
benarnya juga agar aku menjadi sebaik baiknya wanita bagi keluargaku
kelak, tapi di sisi lain pemikiran ini sangat kontras dengan ide ideku,
simpel saja, toh aku ingin jadi wanita sukses untuk membahagiakan ayah,
karena beliaulah satu satu nya yang kumiliki, tak ada ibu, tak ada pula
saudara.<br />
Sebelas tahun yang lalu ayah mendapat kabar dari saudara bahwa nenek
sedang sakit, aku ingat sekali hari itu hari kamis dua puluh lima
januari dua ribu tiga, dan di hari selanjutnya ayah benar benar tak bisa
meninggalkan kantor Karena ada rapat dadakan dengan klien dari luar
daerah, sehingga terpaksa hanya ibu dan kak farhan yang berangkat ke
Blitar untuk menengok kedaan nenek, lalu ibu menyuruhku bersama ayah
agar menyusul di keesokan harinya, waktu itu aku marah pada ibu kanapa
aku harus berangkat dengan ayah tiri ku, aku memang tak mau mencoba
akrab dengannya, ya aku memang selalu tak mau mencoba akrab dengannya,
karena sejak ayah kandungku meninggal tepatnya saat aku duduk di bangku
kelas dua SD, aku memang selalu kekeuh untuk tidak menerima ayah baru
untuk menggantikan posisi ayah, aku sangat menyayanginya melebihi
apapun, ayahku mengidap penyakit leukemia tiga tahun sebelum meninggal,
aku selalu menungguinya di rumah sakit, ikut mengantarkan nya berobat
kemana-mana, hingga suatu saat ada teman ibu yang menyarankan agar ayah
di bawa ke tempat pengobatan tradisional milik H. Syamsul Bahri yang
berada di kota Blitar, jauh memang dari Jogjakarta, namun demi ayah ibu
tak pernah menyerah, ibu selalu bersemangat untuk membantu ayah
menyembuhkan penyakitnya, nah di sana lah ibu dipertemukan dengan ayah
tiriku. Om Mafatih Ali begitu dulu aku selalu memanggilnya, walaupun
sudah punya anak tapi beliau masih muda plus masi kece gitu, dia adalah
putra pertama dari H. Syamsul yaitu beliau yang rutin mengobati ayah.<br />
Hingga pada saat itu tiba hari minggu empat belas agustus dua ribu
satu di salah satu rumah sakit di Jogjakarta ayah menghembuskan nafas
terakhirnya, aku tak kuat sungguh tak kuat melihat ayahku di detik detik
terakhir sakarotul mautnya, terus saja ku peluk suster yang memang
sedari tadi menemaniku dengan sangat erat sambil menangis sesenggukan di
pelukannya. Entah apa yang ku rasa saat itu, yang aku tahu hanya tuhan
sangat jahat kepada kami kerena telah mengambil ayah dengan secepat itu,
aku masih ingin bermain dengan nya, aku masih ingin pergi ke pasar
malam dengan nya, aku masih ingin dibacakan dongeng oleh ayah sebelumku
tidur di pangkuan nya.<br />
Beberapa tahun setelah itu memang ibu menikah dengan Om Mafatih
seorang ayah tiri yang ternyata benar-benar mencintaiku dengan sangat
tulus, Om mafatih punya satu anak lelaki dari istri pertamanya yang
sudah meninggal sejak anak pertama mereka lahir. Dia itu adalah kak
Farhan.<br />
Aku sangat sadar kalau Om Mafatih itu sangat menyayangiku layaknya anak
kandung sendiri, seperti dia menyanyangi kak Farhan anak kandungnya,
tapi sekali lagi aku belum bisa menerimanya sepenuhku persis seperti aku
menyayangi ayah kandungku.<br />
Hingga selanjutnya datang hari dimana tuhan telah menggariskan aku harus
kehilangan orang yang sangat aku sayangi untuk yang kedua kalinya, pagi
itu jumat dua puluh enam januari dua ribu tiga ibu bersama kakak
berangkat ke Blitar tanpa sepengetahuanku, saat itu memang masih sangat
pagi dan aku pun jelas masih tidur, ibu hanya pamit pada ayah “yah, ibu
berangkat dulu ke Blitar untuk menjenguk ibu ya, jaga nada ya yah,
jangan lupa besok ajak dia menyusul ke Blitar bersamamu, aku tak mau dia
banyak bolos sekolah seperti tahun kemarin, cukup izin untuk hari sabtu
besok saja, toh hari minggunya dia libur.”<br />
Tidak terlalu jelas memang pesan ibu, dan tak memberikan pertanda apapun
bahwa akan terjadinya musibah besar di hari itu, setelah minta izin
pada ayah, ibu dan kakak pun segera bergegas berangkat menuju ke
stasiun.<br />
Aku bangun, tak tau kenapa pagi itu terasa sangat aneh, tak ada
teriakan ibu seperti biasanya, aku malah seperti mendengar suara ayah
kandungku memanggil manggil nama ibu, aku menuju ke lemari pendingin
untuk mengambil segelas air putih, aku terkejut melihat di depan pintu
kulkas ada tulisan ibu, kira kira seperti ini tulisannya, “sayang, pasti
baru bangun tidur yaa?, tuh kan dugaan ibu benar, hehehe. Nak ibu minta
maaf ya ninggalin kamu di rumah sendirian sama ayah, nada gak boleh
nakal ya sayang, harus nurut sama ayah gak boleh keras kepala kaya
kemaren-kemaren ya nak, love you sayang, muach” aku cuman nyengir baca
tulisan ibu, soalnya apa yang di tulis ibu itu semuanya benar.<br />
Sekitar jam sepuluhan ayah masih sempat menelephon ibu
“assalumualaykum, dekk” “waalaykum salam ayah sayang” “sudah sampai mana
dek?” “emm, nyampe mana ya yah, kurang paham juga, kayanya nyampe
hatinya ayah deh, hahaha” “adek ni bisa aja” “tapi intinya bentar lagi
udah mau nyampe kok yah, kenapa? kangen ya?” “hwahaha GR abis deh, tapi
emang bener sih kangen pengen cepet ketemu besok, atau secepatnya”
“hehehe iya deh secepatnya bakal ketemu, nih farhan lagi tidur yah,
capek katanya, dia bilang nanti kalo udah sampai dia mau langsung tidur”
“haha farhan mah emang hobi tidur tuh, haha” “emang ayah nggak?”
“hahaha sama, ya udah dek, ni abang mau jemput nada ke sekolahnya dulu
ya! kasian dia nanti kalo lama nungguin nya.” “iya yah hati hati ya”
“iya sayaaaang, kamu juga hati hati ya, ayah love ibu so much,
assalamualykum” “hihi love you too ayah sayang, iya waalaykusalam.”, dan
tiba tiba ibu menambahkan bicaranya “yah, jaga nada ya selama aku gak
ada di rumah.” tut tut tut telepon pun terputus sebelum ayah menjawab
perkataan ibu yang terakhir tadi.<br />
Begitupun selanjutnya ayah langsung menuju ke sekolahku untuk
menjemputku pulang, lalu mampir sebentar ke warung makan untuk makan
siang bersama.<br />
Di perjalanan pulang tiba tiba handphone ayah berbunyi, di lihatnya
telephon itu, “siapa yah?” Tanya ku, “ini kok ibu tiba tiba telepon lagi
ya nak, padahal ayah kan baru aja telepon dia” “ya udah sini nada aja
yang angkat”. langsung aja aku teriak “ibuuuuuuuuuu, kanapa tinggalin
nada?” tapi yang kudengar bukan suara ibu, hanya suara gemuruh tidak
jelas, dan sesekali sepertiku mendengar teriakan, bahkan tangisan. “Yah,
coba ayah aja yang bicara, berisik banget nada gak denger apa apa” “ya
sini, hallo assalamualaykum, dek, assalmualaykum sayang, hallo dek
kenapa nggak jawab, halloo”, terus saja ayah mengulanginya tapi tak ada
suara jawaban. “mungkin handphone ibu tadi kepencet nak, kata ayah
mencoba menenangkan ku, meski aku sangat tau mukanya berubah seketika
jadi panik.<br />
Sesampainya di rumah seperti biasanya sepulang dari kantor ayah pasti
menyalakan televisi. Betapa sangat terkejutnya ayah ketika melihat
siaran lansung di salah satu stasiun TV yang memberitakan kecelakaan
kereta api jurusan blitar yang kemungkinan besar ada ibu dan kak farhan
didalamnya, Ya memang benar, ibu dan kak farhan ada didalamnya, tapi
pertanyaannya adalah apakah mereka selamat?, seketika itu ayah tanpa
pikir panjang membawaku kemudian melaju dengan kecepatan yang tak
seperti biasanya menuju ke tempat dimana kereta itu mengalami
kecelakaan.<br />
Sungguh nyata perkataan ibu kepada ayah, secepatnya mereka akan
bertemu, bahkan selang beberapa jam mereka dipertemukan kembali, tapi
dalam keadaan ibu yang telah tak bernyawa, kak farhan juga begitu, ia
benar benar istirahat panjang setelah sampai, ternyata maksudnya adalah
saat sampai ajalnya tiba, sedih tak terkira rasanya. Aku kehilangan
separuh jiwaku, bahkan pada bulan bulan awal kepergian ibu aku seperti
mayat hidup yang tak berdaya, aku enggan menjalani hidupku kembali,
rasanya aku ingin mati juga bersama ibu. Tapi ayah dengan sabarnya
selalu berusaha menenangkanku, menghiburku, hingga sampai saat ini aku
menjadi sangat tegar dan menerima dengan ikhlas apa yang telas
digariskan Allah kepada keluarga kami.<br />
Kembali lagi ke mimpiku untuk berkeliling dunia, melanjutkan study ke
jenjang lebih tinggi, dan akhirnya menjadi wanita sukses, ayah masih
saja kekeuh dengan pendiriannya, menentang keras permintaanku yang satu
ini, hingga pada suatu ketika keluarlah dari mulutku, “yah, tujuan hidup
nada cuman satu, ingin membahagiakan ayah, membalas semua kebaikan
ayah, aku tak punya siapa siapa kecuali ayah, kalau nada menikah
sekarang pasti fokus nada akan terpecah kepada suami nada, anak-anak
nada kelak, dan juga kepada keluarga besar suami nada, ibu mertua, ayah
mertua dan masih banyak lagi yah pastinya, dan sebelum itu semua, nada
benar benar ingin membahagiakan ayah, tolong yah dukung nada untuk yang
satu ini, kemauan nada besar sekali yah dan satu lagi, Nada sangat
percaya bahwa jodoh sudah di atur oleh tuhan, tolong ayah jangan paksa
nada untuk perjodohan ini”, dengan air mata yang tiba tiba mengalir
deras juga perasaan lega akhirnya kata-kata ini yang sejak dulu ingin
aku ucapkan akhirnya keluar juga dari mulutku. Tiba tiba ayah diam tanpa
sedikitpun jawaban dan memelukku dengan sangat erat, seketika suasana
berubah menjadi haru biru, ku lihat ayah yang ternyata sedari tadi ikut
menangis sambil memelukku. “maafkan ayah nak, ayah yang salah,
seharusnya ayah mendukungmu untuk mencapai cita cita yang kau inginkan,
bukan malah memaksamu seperti ini, ternyata berusaha menjodohkanmu
dengan lelaki pilihan ayah itu adalah ambisi ayah sendiri, kemarin ayah
takut kamu akan salah melangkah dalam memilih pasangan hidup, ayah cuman
ingin kamu mendapatkan yang terbaik, sekarang ayah sadar kalau jodoh
tak akan kemana, kalau kalian berjodoh pasti saatnya tiba kalian akan
dipertemukan, jodoh ditangan Allah, terimakasih nak telah menyadarkan
ayah.”<br />
Hatiku lega selega leganya karena satu pintuku telah terbuka, dan
ternyata Allah telah mengatur semunya dengan sangat indah pada waktunya,
lamaran beasiswa yang aku ajukan lima bulan yang lalu ke salah satu
perguruan tinggi di Australia terjawab sudah. Dan taukah engkau apa
jawabnya? “Aku diterimaaaaaaaa”, puji syukur ini tak henti hentinya ku
ucap, dari dua ribu pundaftar hanya di ambil sepuluh orang, dan akulah
salah satuya. aku bukan orang yang pintar, hanya saja Allah adalah Sang
Maha Pemurah kepada setiap hambanya. Allah sangat baik kepadaku hingga
Beliau memberiku semua ini. sunguh beruntung, ya aku merasa menjadi
orang yang sangat beruntung di dunia ini. “Ya robb terimakasih” ini
sungguh di luar dugaanku, selainku bisa melanjutkan study, ini juga
menjawab mimpiku yang kedua untuk berkeliling dunia.<br />
Ku kabarkan pada ayah berita yang sangat menggembirakan ini, ayah
lantas menghubungi Mas Teguh Iman Mahadi dan pula menceritakan semuanya,
tentang rencanaku untuk melanjutkan belajarku di Australia, aku
tercengang mendengar jawaban yang di lontarkan Mas Teguh pada ayah,
“Alhamdulillah, demi Allah saya ikhlas om, saya justru sangat mendukung
keputusan Dek Nada untuk melanjutkan belajar.” “lantas bagaimana
rencanamu kedepan Nak Teguh? kamu boleh menikahi siapa saja, kamu bebas.
Om telah ikhlaskan seandainya kamu menjadi menantu orang lain.” “he he
he Om ini bisa saja, insyaallah saya akan bisa menunggu Dek Nada sampai
ia menyelesaikan belajarnya, saya justru bangga padanya, dan semakin
mantap hati ini terhadapnya Om.” “subhanallah memang kau anak yang baik,
tak salah kalau Om kemarin ngotot untuk menjadikan mu sebagai menantu
Om.” “aduh teguh jadi malu Om bilang seperti itu.” “lantas apa rencanamu
kedepan nak?” “insyaallah teguh mau melanjutkan study ke jenjang
selanjutnya Om.” “oh bagus sekali, Om dukung seratus persen nak,hehehe”
“trimaksih Om atas dukungannya.”<br />
Mendengar jawaban Mas Teguh yang mau menungguku sampai aku menyelesaikan
belajarku di Australia. Bagiku ini aneh, tiba tiba saja perasaan ini
muncul, aku tak tau kenapa hatiku bisa berubah dengan begitu cepatnya,
sejak saat itu kuasa aku benar benar mencintainya, dan kini aku merasa
tak mau kehilangan dia, sungguh aku sangat yakin bahwa dia adalah imam
yang sangat pas untukku, bisa membimbingku menjadi lebih baik, ayah
memang sangat pintar memilihkan nya untukku.<br />
Sejak saat itu aku semakin sering berkomunikasi dengan Mas Teguh,
semakin akrab dan sangat akrab, hingga pada hari itu aku harus berangkat
ke Australia, ayah bersama Mas Teguh lah yang mengantarkanku sampai ke
Bandara, rasa bahagia karena akhirnya apa yang aku dambakan bisa
terwujud, bercampur dengan sedih karena harus meninggalkan tanah air dan
ayah tercinta, pula harus meninggalkan dia sang pujaan hati. Tapi rasa
semangatku ini mengalahkan semuanya, hasrat untuk merealisasikan
citi-cita pun semakin menggebu, aku sangat yakin bahwa aku bisa!!!.<br />
“Australiaaaaa indah sekali kau, terima kasih tuhan telah kau izinkan
kau memijaki tanah asing ini”. Ya aku sampai di Australia. Pulau
terbesar di dunia, tetapi merupakan benua terkecil dari semua
benua-benua yang ada, dan taukah kamu dua puluh persen dari penemuan
ilmiah di dunia berasal dari Australia. kata orang-orang gelar atau
ijasah yang diperoleh dari Universitas di Australia telah diakui oleh
seluruh dunia. Di sana tepatnya aku tinggal di Sidney, aku punya orang
tua angkat, Mr. Bob yang sangat ramah dan Mom Greeta yang begitu cantik
dan baik hati, juga Judith anak perempuan kecilnya yang lucu, aku di
sambut hangat oleh keluarga ini, dengan cepat aku bisa menganggap mereka
layaknya keluarga sendiri.<br />
Aku juga senang dengan situasi belajar di sana, di dukung pula oleh
teman teman yang semuanya well come kepadaku, seminggu sekali aku
menghubungi ayah yang berada di Indonesia. Dan menceritakan semuanya.
Juga mas teguhku, dia semakin sejuk di hati, bicaranya yang kalem dan
santun membuatku tenang di buatnya. Tapi aku tak tahu kenapa tiba tiba
di awal tahun ke tigaku ini dia berubah. “Apa aku punya salah? tapi
tenang aja mas aku akan selalu mencintaimu, sampai kapanpun, meski di
sini banyak bule bule cakep, masih hanya kamu yang ku damba”. Kira kira
seperti inilah pesan yang kukirimkan untuknya melalui ponselku. “maaf ya
dek!”, jawaban yang begitu singkat namun aku paham apa maksudnya,
mungkin dia sedang sibuk atau mungkin kelelahan dengan aktivitasnya,
sejak saat itu komunikasi dengannya mulai punya jeda yang panjang, dan
tak terhitung sering lagi, aneh memang, tapi kupikir ini mungkin cara
yang terbaik untuk menjaga dan menguatkan rasa sayang pula rindu di
antara kita.<br />
Empat tahun pun akhirnya telah terlewati dan Alhamdulillah aku telah
lulus dari Universitas ini dengan nilai yang lumayan lah, cukup
memuaskan pula tidak memalukan. senang sekali rasanya sebentar lagi akan
pulang ke Negara halamanku Indonasia.<br />
Pulang, akhirnya aku pulang juga ke Indonesia tercinta, pagi-pagi sekali
aku sampai di Bandara Adi Sucipto Yogyakarta. Ku lihat ayah dari jauh
memanggilku dengan penuh suka cita, di situ kulihat ada ayah, kakek,
nenek, dan beberapa saudara, ada juga tetangga samping rumah yang ikut
pula menjemputku. Aku bahagia sekali melihat senyum mereka yang
berbinar-binar sambil sesekali menunjuk ke arahku. aku melambaikan
tangan lalu tersenyum membalas tatapan-tatapan merdu mereka. Degg,
hatiku tiba-tiba berdesir, “tapi kenapa tak kulihat di antara mereka
pujaan hatiku, mas Teguh Iman Mahadi?, ah mungkin saja dia sedang
sibuk.”<br />
Kusalami semua orang yang menjemputku, ku peluk ayah dengan erat, dan
tangis terpecah di antara kita karena bahagia, bahagia sekali bisa
berkumpul dengan sanak saudara. Sesampainya di rumah langsung kubuka tas
besarku dan ku keluarkan semua jenis oleh-oleh yang kubawa dari
Australia.<br />
Pada malam harinya aku dan ayah duduk berdua di teras rumah, sambil
memandang bintang bintang yang sangat indah berkerlip di langit, suasana
tenang dan sunyi. “yah, kenapa tadi Mas Teguh tidak ikut bersama
menjemput Nada?”, tiba tiba raut wajah ayah terlihat bereda, seperti ada
yang ingin ia sampaikan, “nak, masihkah kau mencintai nak teguh?”
“kenapa ayah bertanya seperti itu?, masih lah yah, bahkan sangat
mencintainya.” “ayah mau cerita sama Nada, tapi janji ya gak boleh marah
sama ayah atau siapapun setelah ayah cerita ini!” “cerita apa sih yah?
Nada jadi panasaran, iya iya Nada gak bakalan marah ke siapapun, Nada
janji!”<br />
Dan tau kah kamu apa yang bakal di ceritakan ayah pada malam itu?,
sungguh berita ini membuatku hancur sejadi jadinya, air mata nenetes
begitu derasnya, tiada bencana yang menyedihkan, tiada luka yang
menyakitkan tapi kecewa karena cinta. “Nak, sebenarnya nak Teguh sudah
mengatakan ini tepatnya setahun yang lalu saat kau masih di Australia,
bahwa dia minta maaf sebesar besarnya karena telah menghianatimu, nak
teguh cerita banyak dengan ayah tentang kegundahannya ini, dia mencintai
seorang gadis teman kuliahnya namanya Shofia, dia juga tak menyangka
kenapa tiba tiba saja ia begitu jatuh cinta dengan Shofia ini, waktu itu
dia juga bilang sama ayah untuk mau menceritakan apa yang sedang ia
gundahkan kepadamu, tapi ayah menolaknya. Ayah tau kau begitu
mencintainya, ayah takut ini akan sangat menyakitkanmu. Dan menjadikan
konsentrasi belajarmu buyar oleh kekecewaan. Dia sudah menikah dengan
shofia tiga bulan yang lalu.” “kenapa ayah membiarkannya?, padahal ayah
tahu kalau Nada benar benar mencintainya.” “maafkan ayah nak, ayah ingat
kata katamu waktu itu bahwa jodoh telah di atur oleh tuhan, dan tak
bisa dipaksakan, bagitupun ayah tak mungkin melarang nak Teguh untuk
mencintai wanita pilihannya itu.” “tapikan yah…” “Nada Kamila Fajrina
anak ayah tersayang, tolong jangan egois nak, mencintai itu tidak harus
memiliki, dan ayah yakin tuhan akan memberikan yang lebih baik untukmu.
bahkan jauh lebih baik, kamu percaya itukan?. Aku mengangguk pelan
sambil menangis sesenggukan di samping ayah, lalu aku masuk ke kamar
meninggalkan ayah tanpa mempedulikan panggilannya. Tangis kutahan
dihadapan para saudara yang memang sedari tadi sedang menonton TV di
ruang tengah.<br />
Hingga tak ada lagi celah hati yang kosong,<br />
Semua telah terisi penuh tentang cinta untukmu,<br />
Dan berapa banyak air mata yang menetes karenamu,<br />
Harapan agar kau berada satu shof didepan ku, itu hanya mimpi,<br />
Ternyata, ketulusan cintaku tiada pernah kau anggap ada,<br />
Tuhan, beri aku petunjuk tuk memperoleh sirnanya,<br />
Setelah berjam jam merenung, akhirnya hanya rasa tak pantas untuk
bersanding dengannya lah yang bisa kujadikan sebagai penutup lara hati
ini, mungkin dia terlalu baik jika untukku, berkali kali kupaksa hatiku
untuk menerima kenyataan ini, Menegaskan dengan keras kepada diri
sendiri bahwa aku memang bukan jodohnya.<br />
Satu minggu setelah itu, ayah mendapatkan kabar bahwa istri mas Teguh
sedang di rawat di rumah sakit karena penyakit demam berdarah. Ayah
lantas mengajakku untuk ikut serta menjunguknya. Di rumah sakit itu
adalah pertama kalinya ku menatap wajahnya setelah kepulanganku dari
Australia, masih saja sejuk di mata, sejuk pula di hati, tutur katanya
masih sama sopan dan halus. “dek nada?” dia seperti tak percaya akan
kedatanganku siang itu, ku lihat ada sedikit rasa bersalah dari sorot
matanya, “kapan kamu pulang dari Australia dek?”, Tanya nya gugup.
“seminggu yang lalu mas.” Jawabku singkat. Ayah memegang tanganku erat,
seakan akan ia berbisik, “tegarlah nak, ikhlaskan dengan keikhlasan yang
seikhlas ikhlasnya bahwa dia bukan jodohmu”. Kupandangi istrinya yang
sedang tidur dengan selang infus di tangannya, mangenakan jilbab hijau
yang di urai ke bahu, parasnya cantik dan tak bosan di pandang.
“Beruntung sekali Mas Teguh Iman Mahadi ini mandapatkan istri secantik
kak shofia”, batinku semakin ikhlas melepasnya setelah memandangi wanita
cantik di hadapanku itu…Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/17404080387687856036noreply@blogger.com5tag:blogger.com,1999:blog-3753363754375191239.post-15476498338998772102013-06-03T13:01:00.001+07:002013-06-03T13:01:39.955+07:00Tiga Sore Yang Dungu<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgU2bv8Y2WkbJpNgyB3LfYBz839oGGU2MfjC5HTGBKzO_Hea_qQCnNm9QipGGBV0cfTlM0_B-xh-GrmJ56W3sU4NyJ7lf0u9SKOtjiJ7ruTV8kfNm0LrYVXJfV202lpxl5RVFXW2C4l-l8v/s1600/36869_1325963701004tggggggggg_n.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="208" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgU2bv8Y2WkbJpNgyB3LfYBz839oGGU2MfjC5HTGBKzO_Hea_qQCnNm9QipGGBV0cfTlM0_B-xh-GrmJ56W3sU4NyJ7lf0u9SKOtjiJ7ruTV8kfNm0LrYVXJfV202lpxl5RVFXW2C4l-l8v/s320/36869_1325963701004tggggggggg_n.jpg" width="320" /></a></div>
<br />
Suara ombak terus memukul telinga. Tampak menghantam karang lalu
pecah menjadi bulir-bulir udara, sebagian menerpa wajahku, membuat
basah. Mungkin sebasah hatiku yang sedang digelayuti rasa tak tentu.
Angin terus menghempas, kaki-kakiku yang kuselonjorkan ke karang-karang
kecil juga terlihat mulai dingin dan pucat karena basah. Kapal-kapal
melintas dengan sirine yang memekakkan telinga laut sore ini. Camar tak
henti menjadi lukisan langit yang mulai keluar warna jingganya, berarak
turun-naik membentuk formasi yang kerap berubah lalu hilang di sebelah
timur yang daratan ini kemudian terlihat seperti sabit.<br />
Ingatanku mulai bercengkrama. Benar-benar di luar dugaku. Tadi malam
ia menghubungiku. Setelah perpisahan kami yang lama. Setelah ketika itu,
semua menjadi pecah bagiku, berserak dan seperti tak mungkin lagi bisa
menjadi utuh kembali. Ia mengajakku bertemu di sini, sore ini. Tempat
yang berapa bulan yang lalu ia pilih untuk memutuskan rantai-rantai
perasaanku dan membuatnya tak bisa di sambung kembali. Ucapnya waktu itu
begitu menyayat hati sehingga aku merasa terbuang seperti dermaga ini.<br />
Aku memang pernah menghabiskan hari-hari dengannya. Setelah
perkenalan yang singkat dan entah waktu yang memang tak pernah bernama
untuk kita ingat, ia dan aku tak perlu mengucap sepakat untuk bersama
menghabiskan hari. Aku merasa nyaman berada di dekatnya dan ia juga
mengatakan itu padaku. Sejak itu dialah yang kuasa mengoyak tabir pada
setiap malamku, mengganggu tidurku, membuatku benar-benar menjadi
perempuan, merasakan kegilaan tentang apa yang tak bisa kujelaskan
dengan kata dan hanya bisa membuatku melepas senyum saat-saat sendiri
mengingatnya. Aku merasa telah jatuh. Dan apakah itu cinta? Entahlah.<br />
Sementara aku, aku tak pernah merasa punya kuasa padanya. Aku selalu
merindunya dalam setiap denyut nadi. Saat-saat aku begitu sangat
berharap, aku tak selalu bisa bertemu dengannya. Tidak, dialah yang tak
selalu bisa bertemu denganku. Dan aku hanya bisa menerima kapan ia akan
meledakkan rindu itu padaku. Setiap harinya, meski mungkin lebih banyak
aku yang merasakan kecewa karena dengan segala alasan tiba-tiba ia tak
jadi menemuiku yang telah begitu sangat berembun.<br />
Pada akhirnya, memang ada yang harus kupaksakan mengerti tentang
dirinya. Ada bentang jarak yang menyekat aku dan dirinya. Jarak yang ia
dan aku abaikan sebagai sebuah batas di awal-awal kebersamaan kami, yang
meskipun berkali-kali ia dan aku coba bunuh dengan segala cara, tetap
saja tak pernah berhasil mendekatkan kami selayak kekasih. Terlebih
jarak itu yang perlahan tapi pasti seperti ingin membunuh kami, perlahan
juga aku akui, aku tak berdaya. Aku merasa bersalah. Aku sadari, aku
dan mungkin sedikit ia yang menyebabkan jarak itu sendiri ada.<br />
Menerima perpisahan darinya adalah saat terberat dalam hidupku. Semua
terasa begitu cepat. Bagiku mungkin juga baginya. Ia tiba-tiba
memintaku untuk melupakannya. Dan aku pikir mengapa begitu mudah ia
mengatakannya sedang tanpa ia tau begitu sangat hangat ia berada dalam
setiap harapan-harapanku. Bertengger sebagai satu-satunya sosok yang
sangat aku kehendaki dapat menggandengku kepada senja. Apa mungkin
karena jarak itu? Apa ia semudah ini menyerah? Aku mulai menerka,
bermain dengan ego yang jujur begitu sangat menginginkan ia tetap ada
untukku, juga ketakutan yang teramat sangat—jika ia pergi. Tetapi
betapapun aku bisa menerima tetap saja ada yang kurasa tertinggal dalam
diriku dan aku tak bisa serta merta melepasnya untuk kemudian aku
wakilkan dengan kata ikhlas. Ketidak terimaan, terlebih bila teringat
ketika malam itu ia membawaku pergi. Malam yang menyebabkan kami
tersesat pada pagi. Gerimis mendinginkan tangannya waktu itu, kami terus
menjelajahi panjang kota tanpa mau sedikitpun sia-sia. Karena kami tau
saat itu adalah kesempatan paling merdeka buat kami dan kami tak tau
apakah kami akan bisa mengulangi dan mempunyai kesempatan berikutnya.
Aku memeluknya, melingkarkan tanganku ke pinggangnya. Ada gemetar di
jari-jari tangannya ketika jemariku menggenggamnya. Dan kami larut dan
tersesat sampai pekat malam mulai memudar.<br />
Benar sekali dugaanku. Aku tak pernah lagi punya kesempatan seperti
malam itu. Semakin susah saja ia aku temui. Kalaupun bisa bertemu, ia
hanya tersenyum dan menanyakan kabarku sebentar saja lalu buru-buru
pergi entah kemana. Hatiku remuk. Oleng. Tak mengerti harus bagaimana.
Satu-satunya cara untuk bisa ada dan merasa dekat dengannya adalah
dengan menumpahkan segala ombak hatiku menjadi tulisan, puisi, seperti
yang biasa ia ajarkan padaku. Hingga aku bisa mulai melupa, semakin
lama, hambar dan sepi.<br />
Dan sore ini aku harus menemuinya kembali. Setelah kecewa yang ia
titipkan. Sebenarnya aku tak ingin lagi kesini. Dermaga mati yang
menyaksikan rinduku mati. Sebab kesini hanya memulangkan segala kenang
lalu menyayatku hingga berdarah oleh luka lama. Tapi, bayang wajahnya,
jejak dan aroma tubuhnya yang menyihir dan membuat kakiku melangkah
untuk tetap pergi menemuinya disini. Mungkin ini adalah sore yang dungu,
tapi kenapa seperti ada yang mengembang bungah di dadaku. Seperti
pertama mengenalnya.<br />
***<br />
Apakah aku harus tetap pergi menemuinya? Apakah ini tak salah? Aku
terus saja di serang tanya sendiri. Kebodohan apa yang kulakukan ini?
Kenapa aku harus menghubunginya semalam dan memintanya untuk menungguku
di dermaga itu? Dermaga yang mati tapi tak pernah mati arti bagiku. Ah,
gusarku makin menjadi. Aku bimbang sekaligus tak kuasa lagi menahan
gejolak untuk kembali berjumpa dengannya, bersitatap, menukar gelisah
sambil melihat kapal-kapal terapung, berlayar ke tengah laut dan saat
itu ia pasti merebahkan kepalanya di bahuku sambil menunjuk ke arah
kapal-kapal yang kemudian hilang di ujung pandangan.<br />
Kebersamaan kami tak cukup panjang. Aku yang memulai semua ini. Dekat
dan tak menamakan apapun tentang kebersamaan kami. Yang aku tau ia
begitu nyaman di sisiku, setidaknya ia pernah bicara seperti itu dan
akupun demikian. Kami telah menghabiskan hari demi hari sedemikian
indah. Walaupun harus aku akui, aku dan mungkin juga ia yang pandai
mencuri hari untuk dihabiskan bersama. Itu terjadi karena memang aku
yang tak selalu bisa menemuinya. Aku tau ia kecewa saat seharusnya aku
bisa berlama-lama dengannya tetapi kemudian aku harus pergi, itu
terlihat jelas di wajahnya. Namun, setauku ia selalu bisa menerima, ya,
meskipun aku tau ia tak sepenuhnya jujur tentang hal itu.<br />
Ia gadis yang lembut. Sederhana. Dan yang paling aku suka darinya
adalah karena ia juga menyukai puisi. Tapi bukan sepenuhnya puisi yang
membuatku kemudian merasa nyaman bersamanya, Sikapnya yang penuh
pengertian namun apatis, dan dingin yang membuatku penasaran untuk dekat
dengannya. Lalu, ia mulai menjadi gambar-gambar dalam benakku. Ada
kerinduan yang teramat sangat tak bisa ku bendung jika sudah ingin
bertemu dengannya. Dan bila itu datang logikaku tak bekerja, apapun bisa
aku lakukan untuk menemuinya barang sebentar.<br />
Aku sudah terlanjur berjanji, dan kuputuskan aku tetap berangkat
menemuinya. Perlahan dan hati-hati memacu motorku menuju dermaga. Dan
seperti sekarang inilah yang aku katakan bahwa aku bisa tiba-tiba nekat
untuk sekedar menemuinya. Aku tak menghiraukan perasaanku yang takut,
merasa bersalah dan berdosa, ketika rasa itu datang, timbullah bahasa
lain yang keluar dari jauh dalam diriku, bahwa bukankah jika cinta itu
datang apa daya kita menolaknya? Dan sampai kapan hukum-hukum selalu
mengekang kita? Ah, aku tak mau terikat. Aku ingin bebas dan aku yakin
Tuhan sangat mengerti itu.<br />
Lambat-laun semua keyakinan-keyakinanku terkikis dengan sendirinya.
Bagaimanapun aku tetap sadar jika aku hanyalah mahluk yang juga tak
sempurna. Keyakinan itu mulai habis. Terlebih saat ini kondisinya
terbalik, setiap bersama atau bertemu dengannya ada hantu-hantu dosa
yang menampakkan diri sangat jelas dan membuatku ketakutan. Kebebasan
dulu yang kuagungkan bukan sebenar kebebasan yang aku rapal pada
hidupku. Dengan berat ketika aku memiliki kesempatan berjumpa dengannya
maka aku katakan agar ia bisa melupakan aku, menjauhkan aku dari mimpi,
harapan juga hidupnya. Aku tau ucapanku ini pasti sangat terasa menyayat
hati. Menenggelamkannya ke dalam kesedihan. Tapi, aku hanya memiliki
pilihan ini agar semua kembali sediakala dan tak ada yang tersakiti.<br />
Malam sebelum perpisahan itu aku mengajaknya pergi ke kota. Kami tak
punya tujuan, jadi kami sengaja menyesatkan diri sepanjang malam.
Seperti kunang-kunang. Ia terus memelukku. Menggenggam jemariku yang
gemetar karena gerimis yang tak henti seolah ia tau bahwa ia yang bisa
menghangatkanku. Kepalanya terasa begitu teduh bersandar di punggungku.
Semakin erat ia memeluk seperti tak hendak melepasku atau sepertinya ia
memang menyadari kesempatan seperti ini sulit untuk kami dapat,
karenanya ia tak mau sia-sia menghabiskan malam itu bersamaku hingga
dini yang dingin merebutku dari peluknya.<br />
Berpisahlah kami dengan kesepakatan, setelah obrolan kami yang
panjang di dermaga. Ombak mengalun menyaksikan ia terdiam lalu
menjatuhkan air mata. Sore yang cerah itu menjadi mendung gelap bagi
kami berdua, sebelum aku pergi meninggalkan ia sendiri bersama
kesedihan, kekecewaan dan kemarahan. Sejak itu aku tak pernah lagi
bertemu dengannya. Aku pikir setelah ini hidupku dan mungkin hidupnya
jauh akan lebih berwarna. Tak perlu lagi ada kebohongan-kebohongan dan
kesempatan yang aku ciptakan. Dan semoga ia ikhlas menjalani ini semua.<br />
Takdir Tuhan begitu misteri dan ghaib, betapapun aku berusaha
menjalani kehidupan dengan semua yang aku rencanakan, jika Tuhan tak
berkehendak putuslah segala upaya yang dilakukan. Mendadak aku merasa
begitu sepi. Entah, tapi aku merasa asing dengan semua keterdiamanku.
Dan muncullah ia kembali dalam memoriku. Seakan mengundangku kembali
kepada kenangan silam, sesuatu yang sekian waktu berusaha ku kubur.
Kadang aku merasa labil, terombang-ambing tapi aku tak pernah kuasa
untuk melawannya.<br />
Dermaga yang sama. Ia terlihat sudah di sana, mungkin sedari tadi
menungguku. Takut. Khawatir dan gemetar untuk menemuinya. Seperti apa
dan bagaimana ia sekarang? Apa ia tak akan marah padaku? Ah, sontak aku
merasa menjadi manusia paling dungu sore ini.<br />
***<br />
Apa mataku tak salah melihat ini semua? Tidak, yang ku lihat ini
memang nyata. Ia datang kemari untuk menemui gadis itu. Tapi siapakah
dia? Apakah dia adalah jawaban-jawaban dari kegelisahanku selama ini?
Apakah perubahan-perubahan sikapnya padaku karena dia juga? Beginikah ia
membalas kesetiaanku? Dadaku bergemuruh hebat, seperti ada yang naik
dan menusuk ke jantungku. Mataku memerah mungkin sebagai tanda bahwa aku
tak percaya dan benar-benar muak melihat ini semua. Berat. Aku merasa
ada yang tak kuasa lagi ku bendung dan ingin tumpah dari mata dan
mulutku. Tapi, entahlah, aku tak sanggup untuk berkata-kata lagi. Semua
seperti berakhir. Dasar bodoh, ia pikir ia bisa selalu membodohiku
setelah keanehan-keanehan sikapnya di rumah. Ia mungkin terlalu percaya
bahwa aku tak akan mencium ini semua, kelakuannya yang busuk. Dan tak
sadar bahwa aku telah mengikutinya sedari tadi. Sudahlah lebih baik aku
akhiri perjalananku dengannya. Pengkhianatannya ini sungguh keterlaluan.
Apa ia pikir hanya ia yang bisa melakukan itu. Biarlah nanti ia rasakan
bagaimana bila aku tinggalkan.<br />
Ah, tidak, terlalu banyak hari dan kebahagiaan yang telah aku lewati
bersamanya. Apa hanya dengan kesalahannya ini kemudian harus ku tukar
dengan kesedihan si kecil. Mungkin benar aku bisa menahan dan memaksakan
untuk melupa dan pergi darinya, tapi si kecil? Tidak, aku tak boleh
egois. Lagipula sebenarnya aku juga tak benar-benar berani untuk
berpisah darinya. Ah, sial. Brengsek! Kenapa harus aku yang mengalami
dan tak berdaya menjalani ini.<br />
Aku putuskan pulang. Meredam dan menahan semua sesak dada. Dan
berusaha tak tau dan tak terjadi apa-apa tentangnya dan juga sore ini,
sore paling dungu dalam hidupku.<br />
<br />
(Bangkalan, 28 April 2013.)<br />
<br />
<br />
Cerpen Karangan: Andy MoeAnonymoushttp://www.blogger.com/profile/17404080387687856036noreply@blogger.com6tag:blogger.com,1999:blog-3753363754375191239.post-2415107985496434222013-06-03T12:58:00.000+07:002013-06-03T12:58:23.146+07:00Di Bawah Rinai Hujan<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhV4pBh_eZv_Is6F5hM8FauOYlOk_9Nnf2fvklLQjC06puQDb1iUHY08DK7ZxqclzTdEajuUU8axFcsBJDg7NBZxr-sCAxWjAPYMCcBmLkWQPecGUEtAjU6nlI6MwVUjfx0lY_HN3FuwqpX/s1600/dropped_in_the_rain_by_humminggirl.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="290" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhV4pBh_eZv_Is6F5hM8FauOYlOk_9Nnf2fvklLQjC06puQDb1iUHY08DK7ZxqclzTdEajuUU8axFcsBJDg7NBZxr-sCAxWjAPYMCcBmLkWQPecGUEtAjU6nlI6MwVUjfx0lY_HN3FuwqpX/s320/dropped_in_the_rain_by_humminggirl.jpg" width="320" /></a></div>
<br />
<br />
Aku mendongak menatap langit. Tersenyum seiring dengan titik-titik
hujan membasahi bumi ini. Tanpa kuhiraukan tatapan-tatapan orang, aku
berputar seirama dengan titik-titik hujan yang semakin lama semakin
deras. Aku memejamkan mata, mencoba meresapi karunia Tuhan ini.
Siluet-siluet kejadian beberapa bulan yang lalu mulai berdatangan
dipikiranku.<br />
18 Desember 2009<br />
Aku bersenandung kecil saat ku mulai melangkahkan kaki di koridor
sekolah. Setiap orang tersenyum ke arahku. Seolah ikut merasakan
kebahagiaan yang sedang kurasakan. Kemarin siang adalah hal yang tak
mungkin kulupa. Seseorang yang telah lama ku suka, menyatakan cintanya
di cafe langgananku. Ternyata, ia memang sengaja mengikutiku. Aah,
Tuhan! Aku bahagia sekali hari ini.<br />
“Ify!” kutolehkan kepala, bermaksud mengetahui seseorang yang telah memanggilku tadi.<br />
“Eh, Via. Kenapa, Vi?” aku tersenyum padanya. Via terlihat menggigit bibirnya. Ia sepertinya ingin mengucapkan sesuatu.<br />
“Emm” dia mengulurkan tangannya. Ragu-ragu, kubalas uluran tangan itu.<br />
“Selamat ya!” lagi-lagi ia membuatku bingung.<br />
“Buat?”<br />
“Buat jadiannya kamu sama Cakka” aku menganggukkan kepala sembari tersenyum lebar kepadanya.<br />
“Iya, makasih ya Via” Via mengangguk.<br />
“Emm, aku duluan ya, Fy! Bye” aku hanya menganggukkan kepala. Lalu
kulanjutkan perjalanan menuju kelasku. Sebenarnya, aku sedikit bingung
dengan tingkah Via tadi. Ya, ia tak sekelas denganku. Namun, kuketahui
dia dekat dengan Cakka, kekasihku.<br />
21 Desember 2009<br />
Semenjak kejadian 3 hari yang lalu, aku dan Via semakin dekat. Entah,
aku merasa nyaman berteman dengannya. Dan sudah hari hubunganku dan
Cakka berjalan. Aku semakin menyayanginya.<br />
Fy, sorry. Hari ini kita nggak bisa ketemuan. Aku ada latihan basket dadakan hari ini. Maaf ya!<br />
Aku menghembuskan napas pasrah. Dengan gerakan cepat, aku membalas pesan singkat dari Cakka itu.<br />
Iya, nggak papa kok, Kka! Kapan-kapan kan bisa ?<br />
Setelah membalas pesan singkatnya itu, kumasukkan kembali handphoneku di
dalam saku kemeja. Tak lama, aku merasakan bahuku di tepuk seseorang.
Refleks, aku menoleh, mendapati Via berdiri di hadapanku.<br />
“Fy, maaf ya! Hari ini aku nggak bisa nemenin kamu ke toko buku. Aku mau
nemenin nenek aku ke rumah sakit. Maaf ya” bisa kulihat raut wajah
menyesal tergambar di wajahnya. Aku hanya mengangguk sambil tersenyum
tipis.<br />
“Aku pergi dulu, Fy. Sekali lagi, maaf ya!” aku lagi-lagi hanya bisa
mengangguk. Lalu berjalan lesu ke jalan raya. Menunggu jemputan datang.<br />
28 Desember 2009<br />
Seminggu telah berlalu. Entah aku yang terlalu peka, atau memang begitu
adanya, seminggu ini Via dan Cakka terlihat aneh. Mereka selalu berusaha
menghindariku. Saat janji telah terucap, mereka pasti selalu
membatalkannya.<br />
Tangan kananku terangkat menutupi mulut yang refleks terbuka saat
melihat pemandangan yang sungguh membuatku ingin terbang ke langit dan
tak kembali ke bumi ini lagi. Aku melihat Cakka dan Via sedang
berhadapan dan Cakka mencondongkan wajahnya ke arah wajah Via! Tuhan,
angkat aku ke langit. Jangan biarkan aku kembali ke bumi lagi! jeritku
dalam hati.<br />
“Bagus ya, kalian! Selama ini menghindariku karena ini? Bagus Via,
setelah kau membuatku nyaman berteman denganmu, kamu melakukan ini
padaku?” airmata perlahan jatuh di kedua pipiku.<br />
“Fy” Cakka mendekat ke arahku. Aku bergerak mundur.<br />
“Stop!” teriakku kencang. Cakka terlihat kaget.<br />
“Kka, kamu tahu? Sejak dulu aku udah suka sama kamu. Saat kamu nembak
aku, aku bahagia banget! Aku berharap kamu juga ngerasain sama kayak
aku. Tapi, ternyata aku salah. Aku salah udah nilai kamu selama ini. Dan
aku mau kita…” airmata semakin deras merebak dari kedua mataku.<br />
“Putus” lanjutku berat.<br />
“Ify, maafin aku, Fy. Ini nggak kayak yang kamu lihat, Fy. Percaya sama
kita, Fy! Percaya” ucap Via sambil menangis. Aku tak memperdulikan
tangisannya. Aku kecewa pada mereka. Ya, kecewa.<br />
“Kamu, Vi. Dan kamu, Kka! Mulai sekarang, jangan pernah hubungi aku lagi
dan jangan pernah nampakin diri di hadapanku lagi” aku langsung berlari
sekuat tenaga meninggalkan tempat itu.<br />
Hujan yang mulai turun membuatku berhenti melangkah. Ku hapus airmataku
kasar. Baru kusadari, ternyata aku ada di sebuah taman di atas bukit
kecil yang terdapat sebuah danau buatan kecil. Samar-samar, karena
tertutup air hujan, aku melihat seorang pemuda berjalan menuju ke
arahku. Aku bergerak mundur.<br />
“Gabriel” pemuda tadi mengulurkan tangannya padaku. Ragu-ragu ku terima uluran tangan itu.<br />
“I-ify” jawabku gugup.<br />
“Jangan takut, gue bukan orang jahat kok” ia tersenyum. Membuat aku ikut tersenyum.<br />
“Kita neduh di situ yuk!” ajak Gabriel sambil menunjuk sebuah gubuk
kecil yang terletak di tepi danau. Aku hanya mengangguk. Gabriel menarik
tanganku lembut. Membuat mataku kembali terasa panas. Mengingatkanku
pada perlakuan Cakka padaku selama kita pacaran.<br />
“Lo kenapa ke sini? Sambil nangis lagi. Putus sama pacar lo?” tanya Gabriel cuek. Aku menatapnya tak percaya.<br />
“Kamu kok..”<br />
“Haha, iyalah gue tahu! Gabriel gitu!” ucapnya PD sambil menepuk dadanya
bangga. Aku hanya dapat mengerucutkan bibir melihatnya. Ia mengarahkan
tangannya untuk mengacak poniku pelan.<br />
“Lo lucu ya” aku terdiam. Sungguh, perlakuannya, ucapannya, mirip.. Cakka.<br />
Aku masih terdiam, menunduk. Berusaha menahan airmata yang siap meluncur lagi.<br />
“Em, lo bisa cerita sama gue kok. Tapi, kalau lo mau. Kalau nggak, nggak
usah nggak papa kok” aku mendongak, menatap wajahnya yang tenang,
membuatku yakin untuk menceritakan masalahku padanya.<br />
Dengan lancar serta airmata yang satu persatu membasahi pipiku, aku
menceritakan semua masalahku padanya. Rasa nyaman mulai menjalar dalam
tubuhku.<br />
“Udah?” tanyanya. Aku mengangguk.<br />
“Fy, lihat gue!” dia mengangkat daguku untuk menghadap ke arahnya.<br />
“Lo nggak boleh terus terpuruk dengan keadaan lo saat ini. Biarin aja
mantan pacar lo sama temen lo itu ngehianatin lo. Asal, lo nggak kayak
mereka. Lo harus kelihatan kuat di hadapan mereka, meski lo ngerasain
sakit. Kalau lo terpuruk di hadapan mereka, mereka pasti puas karena
mereka ngerasa udah berhasil bikin lo sakit. Move on, Fy. Jangan biarin
diri lo kayak gini terus. Gue nggak mau lihat cewek nangis di hadapan
gue” jelasnya sambil menghapus lembut airmataku.<br />
“Aku sakit banget, Gab! Kamu bisa bilang kayak gitu sama aku, karena
kamu nggak pernah ngalamin apa yang aku alami saat ini. Teori itu
gampang, tapi prakteknya? Nol besar!”<br />
“Fy, lihat gue! Terserah lo mau anggap gue gimana. Tapi, paling nggak lo
harus bisa buktiin ke mereka bahwa lo bisa tanpa mereka. Lo nggak
terpuruk dengan perlakuan mereka ke lo. Lo harus bisa bangkit dan move
on, Fy. Percaya sama gue, bahwa lo bisa” aku menunduk. Tak lama, aku
mendongak dan tersenyum tulus ke arah Gabriel.<br />
“Makasih, Gab. Aku nggak tahu harus gimana kalau nggak ada kamu. Makasih banget” senyum masih terukir di bibirku.<br />
“Fy, boleh gue peluk lo?” entah mengapa, aku langsung mengangguk dan
menghambur ke dalam pelukannya. Hangat, itulah yang kurasakan. Meski
dingin menerpa kulitku.<br />
“Gab, aku pulang dulu ya! Pasti udah di cari Mama” aku beranjak dari gubuk itu, namun tangan kokoh Gabriel menahanku.<br />
“Please, lo tinggal di sini dulu. Sebentar aja!” aku menggeleng.<br />
“Sorry, Gab. Ini udah sore dan hampir malem. Besok, dua hari lagi gue ke
sini lagi kok! Oke!” aku mengacungkan jempol tanganku dan segera
berlalu. Namun, sebelum itu, aku sempat melihat Gabriel menggeleng
pelan.<br />
30 Desember 2009<br />
Setelah 2 hari yang lalu aku bertemu dengan Gabriel, saat ini aku ingin
bertemu dengannya kembali. Aku berjalan meniti satu persatu anak tangga
untuk menuju ke atas bukit. Dan aku berharap, saat ini dia juga berada
di sini.<br />
Kutolehkan kepala ke kanan dan ke kiri. Mencari sosoknya yang aku akui,
sempurna dimataku. Ia tinggi, berparas tampan, berkulit sawo matang,
mata yang bersinar membuatnya terlihat cerah, dan hati yang tulus.<br />
“Pak!” ku panggil seorang pria paruh baya. Pria itu menoleh ke arahku
dan langsung berjalan ke tempat dimana aku berdiri saat ini.<br />
“Iya, dek. Kenapa?”<br />
“Bapak pernah lihat pemuda seumuran saya nggak, Pak? Dia tinggi, kulitnya sawo matang” kulihat bapak tadi sedang berpikir.<br />
“Kalau boleh tahu, namanya siapa ya, Dek?”<br />
“Gabriel” jawabku mantap.<br />
“Gabriel? Gabriel Stevent Damanik maksudnya?” aku mengangguk<br />
“Gabriel anak pengusaha yang meninggal karena bunuh diri di danau itu?”
tanya bapak tersebut sambil menunjuk danau di hadapanku. Aku terkejut.<br />
“Mening..gal?” tanyaku terbata.<br />
“Iya, dia meninggal 3 bulan yang lalu. Ia ditemukan terapung di danau
itu oleh warga setempat. Emm, adek pacarnya?” belum sempat aku menjawab,
bapak tadi langsung berbicara lagi.<br />
“Kalau adek pacarnya, harusnya adek sadar kalau punya pacar kayak
Gabriel. Dia itu baik, kaya, ganteng lagi. Kenapa adek selingkuh malah
sama sahabatnya sendiri?” aku menggigit bibir bawahku kuat-kuat.<br />
“Pak, saya temannya, bukan pacarnya. Bapak kenal Gabriel?” tanyaku lagi.<br />
“Ooh, maaf kalau kayak gitu, Dek. Saya nggak bermaksud” aku hanya mengangguk.<br />
“Kalau Gabriel, saya kenal betul sama dia, Dek. Dia itu sering banget ke
sini. Dia sering bantu warga sini mengurus danau dan bukit ini, Dek.
Dan terakhir, dia cerita ke saya, kalau pacarnya selingkuh sama
sahabatnya sendiri. Dan besoknya, dia ditemukan meninggal” lagi-lagi aku
terkejut dibuatnya.<br />
“Emm, makasih kalau gitu, Pak! Saya pulang dulu. Permisi” pamitku.<br />
“Ya ya, mari”<br />
Aku menangis terisak, ternyata.. 2 hari yang lalu aku berbicara dengan
roh tak beraga? Tuhan! Sungguh besar kuasa-Mu. Mungkin ini cara-Mu untuk
menyadarkanku. Terimakasih Tuhan!<br />
“Kalau Gabriel, saya kenal betul sama dia, Dek. Dia itu sering banget
ke sini. Dia sering bantu warga sini mengurus danau dan bukit ini, Dek.
Dan terakhir, dia cerita ke saya, kalau pacarnya selingkuh sama
sahabatnya sendiri. Dan besoknya, dia ditemukan meninggal”<br />
Kata-kata itu terus terngiang di kepalaku. Ternyata, Gabriel bernasip
sama denganku. Berkali-kali kupanjatkan syukur pada Tuhan karena aku
masih diberi akal dan tidak melakukan apa yang dilakukan Gabriel. Tapi,
aku juga berterimakasih pada Gabriel karena ia telah membuatku sadar.
Dan yang paling gila, aku mulai mencintainya.<br />
Hujan telah berhenti, namun aku masih tetap di sini. Di bukit yang
dulu telah mempertemukan aku dengannya. Gabriel Stevent Damanik. Satu
nama yang telah membuatku mengerti arti sebuah cinta. Satu nama yang
telah membuatku sadar bahwa cintaku bukan hanya untuk Cakka. Aku
menengadah menghadap langit. Gabriel, semoga kamu tenang di sana, doaku
selalu menyertaimu.<br />
<br />
02 Maret 2012<br />
<br />
<br />
Cerpen Karangan: Hach Dhini SekarwangiAnonymoushttp://www.blogger.com/profile/17404080387687856036noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-3753363754375191239.post-85919715442220587972013-06-03T12:55:00.000+07:002013-06-03T12:55:04.634+07:00Cerita di Balik Mimpi Kita<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh41V9J_5tApr6SZ1CJrRnqRebS329O6vzt4hLcAodaeJchlDBFVnDorxgd19l5fg09N9IGwew8O2ZHbw2SYyW2Lwq0ObR5FXV0Qk3HsZlztcyx4AI6fMhvqVRBOXx8e4rI_4XNZ41svzaw/s1600/dream1.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="215" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh41V9J_5tApr6SZ1CJrRnqRebS329O6vzt4hLcAodaeJchlDBFVnDorxgd19l5fg09N9IGwew8O2ZHbw2SYyW2Lwq0ObR5FXV0Qk3HsZlztcyx4AI6fMhvqVRBOXx8e4rI_4XNZ41svzaw/s320/dream1.jpg" width="320" /></a></div>
<br />
“Selamat pagi pemimpi”. Sapaku di dalam hati. Aku memang tak
mengucapkannya dalam lisan. Namun dari dalam hati. Sapaanku ku berikan
khusus bagi mereka yang merasa dirinya adalah seorang pemimpi.
Sepertiku, dan seperti para pemimpi lainnya.<br />
Pemilik sepasang kaki menghampiriku. Dengan menjinjing sebuah kamera,
ia berjalan menuju tempatku berdiri. Disunggingkannya sebuah senyum.
Hingga membuatku tak mampu berkata-kata lagi. Ia menyapaku dengan lembut
“Hai, Pemimpi. Siapkah anda berpetualang dengan Pengawal Nando hari
ini” Ia berhasil membuatku tersipu karena kalimat-kalimat berlebihannya.<br />
Namaku Nanda, Aku akan berpetualang bersama sahabat lelakiku, Nando.
Kita berdua bukanlah sepasang saudara kembar. Aku pun tak mengerti
mengapa nama kita hampir sama dan hanya berbeda satu huruf. Ia adalah
sahabat lelaki terbaik yang aku miliki. Dapat dibuktikan ketika aku
mengajaknya berpetualang di dekat hutan yang di penuhi pohon-pohon
rindang beserta sawah-sawah hijau dan juga sungai yang airnya mengalir
deras. Ia menyanggupi dengan senang hati tanpa keberatan sama sekali.<br />
Aku dan Nando adalah seorang pemimpi. Nando sering bercerita padaku,
bahwa Ia sangat ingin sekali menjadi seorang fotografer terkenal. Selain
itu Ia sangat pandai melukis. Ia sering melukis foto yang berhasil Ia
potret. Lukisannya indah sekali, malah lebih indah dari gambarnya. Namun
aku tak mengerti mengapa sahabatku ini sangat berambisi menjadi seorang
fotografer. Aku sendiri sangat suka sekali menulis sebuah cerita. Entah
itu fiksi atau kisah nyata. Dan sebenarnya aku ingin sekali menulis
ceritaku sendiri. Cerita nyata yang benar-benar ku alami. Namun aku tak
mengerti mengapa sampai saat ini aku tak dapat melakukannya. Bagiku
cerita yang ku alami tak ada yang menarik.<br />
Ku langkahkan kakiku bersama Nando, sahabatku yang sangat menerima
apa adanya diriku. Ia tak pernah mengeluh akan semua kekuranganku. Ia
tak pernah merasa malu ketika ku ajak jalan berdua. Karena Ia mengerti
persahabatan bukan hanya dari satu golongan jenis, dari lawan jenispun
bisa yang penting dapat saling menghargai.<br />
Tujuan utama kami adalah sebuah hutan. Akan tetapi kita menyempatkan
diri untuk menghampiri sebuah perlintasan kereta api yang sering disebut
rel. Nando sangat senang sekali memotret sebuah kereta. Dari jauh aku
hanya memperhatikannya. Namun tiba-tiba saja ia menghampiriku, ia
berlari seperti seseorang yang sedang di kejar setan “Nan, nan nanda!”<br />
Sontak aku terkejut, tingkahnya benar-benar seperti orang kesetanan. Aku
yang kebingungan menegurnya dengan lembut namun sedikit kejam “Apaan
sih, Do. Lagi di kejar anjing ya? Atau di kejar setan?” Aku sedikit
menaikkan alisku. Nando tertawa geli. “Hahaha, maaf-maaf. Alay lah
sedikit. Nggak papa, tadi aku liat siapa tuh. Kakak kelas yang kamu
taksir.” Dia menepuk pahaku seolah-olah member isyarat.<br />
Ternyata penglihatan Nando masih normal dan perkiraannya benar. Kak
Dito, kakak kelas yang aku kagumi sejak pertama kali bertemu dengannya
sedang berduaan dengan seorang perempuan cantik berjilbab. Mereka berdua
terlihat sedang bermesraan, tersenyum bersama, tertawa bersama sambil
berebut kamera. Yang aku tau Kak Dito juga menyukai fotografi. Mungkin
ketika mereka sedang berencana untuk menikmati pemandangan sekitar. Tak
sengaja melintaslah sebuah kereta api yang melaju lambat di antara
hamparan hijau sesawahan. Mereka terlihat sangat bahagia sekali. Aku tak
menyangka akan hal itu.<br />
Dahulu, sebelum aku tak sedekat ini dengan Nando. Kak Dito adalah
teman laki-laki terbaikku dan sekaligus juga seseorang special di hati
ini walau tak ada hubungan apa-apa antara kita. Namun, sejak aku dengar
dari teman-temanku bahwa Kak Dito telah mengungkapkan rasa kepada teman
sekelasnya. Harapan-harapan itu mulai pupus. Jarak kita semakin
merenggang. Pada akhirnya kita jauh seperti tak pernah kenal sebelumnya.<br />
“Nando, ayok pulang aja yuk. Gerah disini..” Nadaku mulai terlihat
resah. Aku tak dapat berkata apa-apa lagi. Mulutku telah terkunci.
Hatiku terbakar. Dalam hati tangisku mulai pecah. Aku tak henti-hentinya
menggigit bibir bawahku menahan airmata yang tinggal hitungan detik
lagi akan pecah dan membasahi pipiku.<br />
Nando hanya tersenyum miris ketika melihat mimik wajahku yang seketika
berubah. Ia menepuk pundakku seraya merangkulku. “Sabar yah, Nan. Aku
ngerti kok perasaanmu sekarang udah nggak usah sedih. Nggak usah monyong
gitu mulutnya. Jelek tau kayak monyet.” Ia mencoba menghiburku. Namun
tak sedikitpun senyum itu menyungging dibibirku.<br />
Dalam hati aku berkata “Makasih Nando, kamu sahabat yang paling bisa
ngerti aku. Ngerti setiap keadaanku. Tapi maaf kali ini aku nggak bisa
berbuat banyak buat ngerespon semua usahamu buat ngehibur aku. Maaf ya,
Nando” Tangisku tiba-tiba pecah, aku menangis bukan karena masih
merasakan terbakarnya perasaanku. Namun aku terharu karena mempunyai
sahabat sepertinya. Aku bersyukur.<br />
Aku lemah pada saat itu. Aku terus mencoba menahan tangisku. Namun
aku tak bisa. Tangisku telah terlanjur pecah. Nando yang menyaksikan itu
sontak menghapus airmataku. “Udahlah, Nan. Cowo di dunia ini bukan Cuma
dia kok. Kan ada aku.” Aku tersenyum mendengar perkataannya yang
berusaha menyadarkanku.<br />
Tiba-tiba ia merangkulku kembali, merangkulku yang sedang duduk pilu di
sebuah jalan setapak di sesawahan yang hijau. Aku mencoba untuk kuat,
aku berusaha tegar dihadapannya. “Iya-iya, Do. Aku Cuma lagi kangen Kak
Dito. Aku kangen Kak Dito yang dulu. Kak Dito yang selalu nemenin aku.
Dulu aku juga sering kayak Kakak berjilbab tadi. Ketawa bareng. Rebutan
kamera. Aku kangen moment itu, Do” Aku terisak. Namun terus mencoba
menahan tangis yang akan mengalir lagi. “Oiya, satu lagi. Aku terharu.
Aku bersyukur ada temen sebaik kamu yang masih bisa ngerti perasaan ini.
Makasih ya”<br />
“Hahahaha, lucu kamu ini. Ternyata seseorang cerpenist kayak kamu bisa
sesedih ini Cuma karena kayak beginian, Hahaha” Aku merasa tersindir.
Gelaknya sungguh tak kurasa lucu. Tiba-tiba wajahku yang pilu berubah
menjadi wajah monster yang siap untuk marah. “Nandooo!! Aku ini cewek ya
jelaslah bisa nangis. Emangnya aku ini kamu apa. Yang gampang banget
ngilangin rasa sedih. Lagian aku sedih bukan karena ngeliat mereka
berdua kok. Aku sedih gara-gara kamu. Gara-gara kata-katamu yang
berhasil buat aku tenang. NGERTI!!” Kata-kataku sedikit menyentak karena
sedikit jengkel. Nando terus menahan gelaknya. Memang anak satu itu
kadang berhasil membuatku tenang dan juga bisa membuatku merasa jengkel
sekali.<br />
“Hahaha, kamu cantik ya kalo abis nangis trus marah-marah kayak tadi. Hehe.”<br />
“Hih, modus ya? Biar aku nggak marah lagi gitu? Oh tenang aja aku cewek
sabar marahnya cepat reda” Gelak tawa mulai berbaur antara kita. Aku
sudah melupakan airmata itu. Airmata rindu. Lagi-lagi Nando yang
berusaha menghilangkan semua rasa itu.<br />
“Mau lanjut nggak nih petualangannya? Udah jauh-jauh rugi kalo nggak
jadi Cuma gara-gara kamu broken heart” Dan kali ini ia tertawa lagi. Aku
hanya bisa tersenyum. Namun senyumku kali ini bukanlah senyum pilu
lagi.<br />
“Jadi dong. Sapa pula yang nggak mau ngeliat sawah ijo seger begini.
Malah aku pengen terus-terusan disini. Nikmati hawa sejuk ini. Kalo bisa
aku pengen ngewujudin mimpiku disini. Mustahil banget gitu” Aku
menghirup nafas panjang seraya berdiri dan menikmati segala sesuatunya
yang ada di hamparan sawah hijau yang sejuk ini.<br />
Nando menarik tanganku dan mengajakku melangkah. Ia berusaha
menarikku seakan-akan Ia ingin menarikku dari sebuah kesedihan. Ia
mengajakku berjalan lurus ke depan seolah-olah mengajakku untuk move on
dari sebuah kenangan masalalu. Ia berusaha menemaniku. Menemaniku untuk
melangkah kedepan dan menatap masadepan. Seakan Ia tak ingin melihatku
bersedih. Seolah tak ingin melihat tangisku akan kerinduan masalalu
indah namun tinggal puing-puing.<br />
“Kita langsung ke sungai aja yuk. Waktu kita udah kemakan waktu kamu
nangis nih. Gapapa kan?” Ia melirikku. Memasang wajah memohon. Wajahnya
lucu sekali. Seperti anak kecil yang ingin dibelikan balon. Aku ingin
tertawa karena hal itu.<br />
“Jangan buru-buru lah, aku masih pengen nikmatin pemandangan ini. Jarang
banget loh aku jalan di sawah yang sejuk ini. Untung kamu sahabatku
jadi nggak canggung lagi jalan bareng kamu” Sambil terus menikmati
pemandangan dan sawah nan sejuk. Seakan-akan aku lupa diri. Seolah-olah
sedihku terhempas akan semua ini. Indahnya hamparan hijau sesawahan,
udara sejuk nan rindang dan juga Nando. Ya, anak satu itu membuatku
merasa menemukan diriku kembali setelah sekian lama menghilang karena
kesedihan yang sangat tak perlu untuk di sedihkan.<br />
Kini aku sadar Kak Dito hanya bayang-bayang. Ya hanya bayang-bayang
masa lalu. Dan Nando, Nando adalah sebuah kenyataan, kenyataan yang kini
menemaniku. Kini aku tak takut lagi untuk melangkah. Apalagi dalam hal
yang satu ini. Aku tak ingin kesedihanku ini merusak semua mimpi. Semua
mimpi yang telah ku temukan sejak dulu. Mimpi yang berharga bagiku. Dan
hari ini aku akan mencoba mewujudkan mimpiku. Menuliskan kisahku
sendiri…<br />
Aku dan Nando terus menelusuri sesawahan, tanpa terasa kita telah
sampai pada tujuan utama kita “Sebuah sungai dekat hutan dan sawah”
Tempat yang aku idam-idamkan, dan kali ini aku dapat mewujudkannya
bersamanya. Lagi-lagi bersama dia.<br />
Di tempat ini, aku merasa sangat bahagia sekali. Ada kesejukan,
keindahan, rasa kagum akan ketenangan air sungai dan juga perasaan aneh.
Entah perasan aneh apa yang sedang merayapi hatiku. Sepertinya aku
pernah merasakannya namun aku masih belum bisa menangkap jelas apa itu.<br />
Dengan jahilnya, Nando menyipratkan air sungai ke arahku. “brass”
Wajahku basah kuyup nyaris mengenai sebagian bajuku. Aku juga
membalasnya dengan cipratan air yang jauh lebih banyak dari yang Ia
berikan padaku. Perang air semakin menjadi-jadi. Dan pada saat itu,
jadilah kami seperti anak kecil yang tak pernah bermain air. Seusai itu,
kita saling menggelaki diri kita masing-masing.<br />
Tak lupa Ia mengabadikan moment dalam foto dengan kameranya. Kami
meneruskan petualang. Menyusuri hutan, dan berlari berkejaran disana.
Sudah persis seperti sepasang anak kecil yang baru saja menemukan
permainan baru. Berkali-kali Nando mencuri gambarku tanpa minta izin.
Wajahku sudah persis seperti ibu kos yang ingin marah ketika anak kosnya
telat bayar kamar. Namun ia tak menanggapinya dan terus mencuri
gambarku. Ucapnya “kalo ada wajahmu yang jueeleek, aku pengen majang
gambarmu di mading sekolah biar rame gitu. Hahaha” aku ikut tertawa
namun tetap dengan nada ingin marah namun terhenti karena candaanya.<br />
Kami berlarian seperti anak kecil, seperti mengejar sesuatu yang tak
jelas. Lalu kami berteriak “AKU INGIN SELALU JADI PEMIMPI” seraya
melompat. Nando berbisik dengan lembut di telingaku “Aku juga pengen
selalu ada di deketmu” Aku tersipu hampir salah tingkah. Kini aku sadar
perasan apakah itu. Perasaan yang tadinya sempat membuatku gelisah. Dan
terjawab sudah semua itu.<br />
Kami duduk diatas sebuah batu besar. Melihat matahari terbenam, tak
terasa sudah sehari aku berpetualang dengannya, Ada rasa sedih, kecewa,
rindu, bahagia, kagum, terharu, dan lainnya. Tak lupa juga dengan
perasaan itu. Perasaan yang sering di landa oleh anak remaja era ini.<br />
“Makasih, Do buat hari ini. Jangan lupain tentang ini ya.” Aku berkata
padanya masih dengan keadaan wajah menatap prosesnya matahari terbenam.<br />
“Aku juga makasih. Makasih ya foto-foto culunmu. Nanti pasti aku pajang
di mading deh. Haha” Ia tertawa seperti puas karena berhasil menjebakku.<br />
“Sialan. Terserah kamu deh.” Aku memasang wajah ogah untuk menoleh
padanya. “Makasih juga udah ngilangin galauku tadi. Boleh nggak aku
nulis cerita tentang kita? Tentang petualang kita hari ini?” Akhirnya
aku menoleh padanya.<br />
“Boleh juga tuh. Itu salah satu impian terpendammu kan? Bagus tuh, tercapai nih impianmu”<br />
“Alhamdulillah, berkat kamu juga nih. Sekali lagi aku bilang Makasih
banyak buat kamu. Suatu hari nanti mimpimu pasti juga terwujud.” Aku
menyunggingkan sebuah senyuman khusus untuknya sebagai salah satu
perwujudan terimakasihku. “Oiya maksudmu apa tadi? Setelah kita teriak
bareng-bareng tiba-tiba kamu bisik-bisik itu maksudnya apa?”<br />
“Aku suka sama kamu”<br />
Oh Tuhan. Tiba-tiba jantungku berdegup kencang. Nafasku bak ingin
berhenti ketika mendengar pernyataan itu. Perasaan yang sama telah
mengalir dalam dua raga yang memiliki ambisi untuk menjadi seorang
pemimpi. Persahabatan ini masih terus mengalir. Terbenamnya matahari
menjadi saksi bagaimana dua insan menyatakan rasa yang sebenarnya
mustahil untuk terjadi. Dan lagi-lagi, aku memutuskan untuk menyimpan
baik-baik perasaan ini.<br />
<br />
<br />
Cerpen Karangan: Silvia MayningrumAnonymoushttp://www.blogger.com/profile/17404080387687856036noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-3753363754375191239.post-20032726969769063302013-06-03T12:52:00.000+07:002013-06-03T12:52:43.975+07:00Sebuah Ramalan Itu<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhgYj1GEFbPns9FPJyrZrla8_RgAcUPG20Amn-Ra6W0b5EYdr-1Aee0CR1NPHTBiYhNbFkulRUpgE25Ip_x2eatmC-Fe352tfmk9DgyPfUnjPRW8llEA6K6jWpakrhBihF7B5pzjdrG3WRF/s1600/ramalan-jodoh.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhgYj1GEFbPns9FPJyrZrla8_RgAcUPG20Amn-Ra6W0b5EYdr-1Aee0CR1NPHTBiYhNbFkulRUpgE25Ip_x2eatmC-Fe352tfmk9DgyPfUnjPRW8llEA6K6jWpakrhBihF7B5pzjdrG3WRF/s320/ramalan-jodoh.jpg" width="253" /></a></div>
<br />
Ku lihat ular itu terus mengejarku, aku kembali bangkit dan berlari
lagi setelah tadi jatuh karena saking paniknya aku melihat ular itu. aku
terus berlari, tanpa menghiraukan rasa sakit yang kurasakan di telapak
kakiku, mungkin menginjak batu yang tajam, mungkin tertusuk duri, namun
rasa takut akan bahaya ular itu lebih merajaiku dan mendominasi rasa
lain dihatiku. Yang kupikirkan adalah bagaimana aku bisa selamat dari
ancaman ular itu. Tiba tiba aku tercekat, nafasku terasa sesak, denyut
jantungku seolah berhenti. kurasakan rasa putus asa menyergapku, ku
lihat didepanku jurang yang menganga lebar, dalam dan curam. ku lihat
ular itu kian mendekatiku, aku jatuh terduduk, namun ku paksa terus
berjalan meski dengan menyeret tubuhku, akhirnya ku lihat jalan yang
benar benar buntu. ada dua pilihan antara terjun ke dasar jurang itu
atau menunggu ular itu memangsaku dengan resiko yang sama. sama-sama
kehilangan nyawa satu-satunya yang tak ada duplikatnya. aku merasa
semakin putus asa, kuhentikan menyeret tubuhku, karena tinggal beberapa
senti lagi aku akan terjun bebas ke dalam jurang itu jika aku terus
memaksa menyeret tubuhku. kini aku hanya bisa pasrah dan menunggu
keajaiban tuhan menghampiriku.<br />
Nafasku memburu karena rasa takut yang luar biasa, ku lihat ular itu
memperlambat jalannya, matanya tajam menatapku, lidahnya menjulur seakan
siap menelanku bulat bulat, kini nasibku ku pasrahkan kepada yang maha
hidup. aku tak kuasa melawan takdirnya jika memang aku ditakdirkan untuk
di telan ular itu mentah mentah.<br />
Ular itu kian mendekatiku, aku bergidig ngeri, ular itu hampir
mencapai kakiku, ku lihat di atas kepalanya terdapat sebuah huruf, huruf
“F”, aku tak sempat berpikir apakah itu kebetulan atau memang sengaja
di tulis oleh sang pencipta, karena ular itu kini telah mulai melilit
kakiku, aku gemetar hebat, lalu ku lihat ular itu menegakkan setengah
tubuhnya sambil terus menjulur julurkan lidahnya. sebelum aku sempat
berpikir lebih jauh, ular itu telah menyerangku dengan cepat seolah tak
terlihat. <br />
WAAA… TIDAAAK…!<br />
DOK… DOK… DOK…!<br />
Kudengar suara pintu kamarku di gedor gedor dari luar, siapa pula orang
kurang ajar yang mengganggu tidurku, kurang ajar sekali. dengan malas ku
buka pintu kamarku, ku lihat dua orang di depan kamarku berdiri dengan
pasang muka sewot tak terkira.<br />
“Ada apa sih? malam malam gedor gedor pintu kamar orang? nggak sopan tau…” semprotku dengan muka yang tak kalah sewot.<br />
“yeee… seharusnya siapa yang marah? malam malam teriak teriak gak
karuan, ganggu orang tidur tau!” jawab Haifa dengan bersungut sungut.<br />
“iya nih, dah tau malem malah teriak teriak nggak karuan, kalo pengen
teriak teriak sono dikuburan…!” sambung haida yang merupakan kembaran
haifa tak kalah sengitnya.<br />
“orang lagi mimpi buruk kok, emang sengaja teriaknya? Lagian gak keras kok..” jawabku membela diri.<br />
“gak keras dari madagaskar, orang sedesa juga bisa terbangun semua tau,
gimana kalo abi ma ummi terbangun gara gara teriakan yang nggak sopan
itu…? Dasar…” jawab haida, dia memang berbeda dengan Haifa kembarannya,
mereka bagaikan dua kutub yang berbeda, kalau Haifa terkesan pendiam,
maka haida mempunyai peternakan omelan dimulutnya, namun di balik
kegalakannya tersimpan perasaannya yang halus dan indah seperti mutiara.<br />
“emang kak izam mimpi apa sih, sampai segitunya teriak teriak nggak karuan..?” Tanya Haifa.<br />
“mau tau aja atau mau tau banget?” jawabku menggoda.<br />
“aaaah… bodo ah, di tanya serius malah becanda…” jawab haida.<br />
“iya iya, gitu aja marah. Kak izam mimpi di gigit ular tau? gede banget lagi.. hiyyy…”<br />
“alaaah… ngaku aja mimpi di gigit kebo, dasar..” jawab haida, rupanya haida masih marah.<br />
“nggak kok, beneran deh sueer… di samber geledeg deh..” jawabku membela diri.<br />
“nggak percaya… gitu aja takut, dasar penakut…”<br />
“yeee nggak percaya, coba kalo haida yang mimpi kaya gitu, pasti juga teriak teriak…” jawabku<br />
“nggak lah, emangnya kak izam?” jawab haida sambil melangkah pergi meninggalkan aku dan kembarannya.<br />
“awas ya… ntar pasti haida bakal di mimpiin di peluk genderuwo, gede,
item, lima lagi… hiiiii…” godaku, haida hanya menoleh dan menjulurkan
lidahnya…<br />
“emang bener kak izam mimpi di gigit ular?” Tanya Haifa yang sedari tadi diam.<br />
“yupz, bener banget, napa emangnya?” tanyaku.<br />
“kalo menurut buku ramalan mimpi itu berarti kak izam akan segera dapat jodoh..”<br />
“boong banget… analisis buta, ngaco tau…” Jawabku.<br />
“bener… kalo nggak percaya ya udah”<br />
“hemmm udah jadi dukun nih…? Kalo dikepalanya ada tulisan “F”, apa dong
artinya?” tanyaku setelah ingat di kepala ular itu ada tulisan “F”.<br />
“mudah aja, berarti jodoh kak izam berinisial “F”…”<br />
“tambah ngawur nih… masih SMA udah sok jadi peramal, ntar syirik lhoooo…” godaku<br />
“husssttt… jangan keras keras ntar kedengaran abi ma ummi kan gak enak,
ganggu orang tidur” jawab Haifa sambil bebisik dengan meletakkan
telunjuknya di bibir.<br />
“kak izam nggak percaya”. jawabku sambil berbisik juga. Tiba tiba…<br />
“makan tuh bisik bisik biar kenyang…”. entah sejak kapan tiba tiba haida sudah berdiri dekat kami.<br />
“hahahaha… haida takut ya di kamar sendirian?”. godaku.<br />
“Husssst… Jangan berisik”. bisik Haifa.<br />
“lagian kak izam nakut nakutin sih…”. bela haida.<br />
“salah siapa orang kena musibah di ketawain…”. jawabku dengan senyum kemenangan.<br />
“makanya kak izam wudlu dulu sebelum tidur, dan jangan lupa doa..” nasehat Haifa.<br />
“iya iya… tadi kak izam lupa kok…”<br />
“alaaah… alasan mulu…” jawab haida.<br />
“nah sekarang terserah kak izam percaya nggak omongan ifa?..”<br />
“apaan sih…?” Tanya haida.<br />
“mo tauuu aja…” jawab ku dan Haifa berbarengan.<br />
“ya udah kalian cepet bobok lagi sana, besok ngantuk lagi lho kalo kurang tidur..” suruhku.<br />
“ya deh iya… met malem ya kak izam…” sahut mereka berbarengan. lucu
sekali punya adik kembar tapi sifatnya berlainan. yang satu pendiam,
yang satunya lagi… hmmmm…<br />
Bener bener adik yang ngegemesin… <br />
Pagi hari mentari bersinar cerah seraya memancarkan cahaya kuning
keemasan, angin berhembus sepoi mengayunkan dedaunan dan rerumputan,
seolah memuji kemaha esaan sang pencipta. seperti biasa aku menjalani
aktifitas kuliahku dengan riang. hari ini acaranya apa ya? Saat aku
sedang mengingat acara yang kususun tadi malam, tiba tiba…<br />
“hai zam, sendirian aja nih?” sapa sebuah suara. aku menoleh untuk
melihat si pemilik suara yang telah akrab ditelingaku ini. ku lihat
sesosok gadis berjilbab warna biru menghampiriku, dia begitu anggun
dengan balutan busana yang sedap di pandang mata. dia adalah fatya,
gadis yang menjadi idola dikelasku. yang juga merupakan teman sejak masa
masa mengenakan merah putih sampai zaman memakai putih abu abu. Dia
juga yang merupakan gadis yang kuidam-idamkan menjadi kekasih yang halal
untukku. namun harapan tinggal harapan, akupun sadar diri.<br />
“hey… kok bengong sih?”<br />
“oh ya, nih lagi mau ke kelas”. Jawabku sekenanya.<br />
“hmm… gak nyambung, di tanya apa jawabnya apa…” kata fatya sambil tersenyum. tuhaaan… manis sekali.<br />
“oh ya, sorry, lagi banyak tugas nih, skripsi nggak kelar kelar…”. jawabku sekenanya lagi.<br />
“ooo.. jadi kamu belum kelar juga skripsinya? padahal aku juga mau minta
bantuan kamu, aku juga masih mengalami beberapa kesulitan nih… bantuin
dong zaaam..”. kata fatya.<br />
“owh, gampang, bisa di atur..”. jawabku sok optimis.<br />
“Nah gitu dong, kamu emang temanku yang is the best deh zam dari dulu, sorry ya sering ngrepotin kamu…”<br />
“tenang, biasa ja kali.. kaya ma siapa aja, hehe…” jawabku sambil
tersenyum. dan fatyapun membalas dengan senyum yang indah. tuhan… aku
cinta dia…<br />
tiba tiba…<br />
Deg!<br />
Mimpi semalam tiba tiba tergelar dalam slide dikepalaku, tergambar jelas
dalam episode episode yang menggetarkan hatiku, benarkah yang dikatakan
Haifa, benarkah? tiba tiba aku di sergap rasa yang terasa halus namun
sangat menguasai jiwaku. perasaan itu lalu membuncah, meluap tak
terkira. perlahan tapi pasti ramalan Haifa mengontaminasi pikiranku.
kini logika seolah tak berlaku, aku di landa euphoria yang entah mulai
kapan aku rasakan. bukankah di kepala ular itu terdapat huruf “F”<br />
“zam… bengong mulu nih…” fatya mengagetkanku.<br />
“oh ya maaf, jadi pengen cepat sidang n lulus nih”. kilahku.<br />
“yah itu mah harapan standar semua mahasiswa zam…” jawab fatya sambil tersenyum.<br />
“iya juga ya.. hehehehe…” jawabku sambil tersenyum, aku merasa senyum
itu lebih mirip dengan nyengir kuda. tapi itulah yang dinamakan fenomena
logika waras tak berlaku, karena ramalan Haifa tiba tiba terlalu parah
kurasakan. aku merasa percaya dengan ramalannya itu.<br />
“o ya zam, aku ingin cerita nih, tentang perasaanku selama ini, aku
dihantui perasaan ini, kamu mau kan dengerin ceritaku, pliiis… bantuin
aku nyelesaiin masalahku ya zam?”. Tanya fatya dengan sorot mata yang
sulit kuartikan, ada apa?<br />
“ya udah ntar kita ketemu lagi ya setelah jam kuliah ini, ku tunggu di taman.. key..?”. kata fatya.<br />
“key” jawabku. <br />
Mata kuliah sastra Indonesia yang merupakan matkul favoritku terpaksa
kulalui dengan perasaan tak menentu, entah mengapa tiba tiba bayangan
fatya merasuki jiwaku, entah sejak kapan aku terjebak dalam perasaan
yang membuatku serba tak nyaman. benar benar mimpi itu kini menjadi
virus mematikan yang menyerangku. di tambah lagi dengan analisis buta
Haifa yang kini kurasa ada benarnya. ah… mengapa aku bisa percaya?
sanggah hatiku, tapi bagaimana kalau benar? di kepala ular itu terdapat
huruf “F”. dan menurut Haifa jodohku berinisial “F”. benarkah?
sepertinya benar. tapi benarkah fatya adalah jodohku. intinya kini aku
mulai percaya dengan ramalan Haifa, biarpun itu terasa bodoh menurutku.
fatya… fatya… (urusan terasa makin runyam)<br />
—<br />
Kulihat fatya menghampiriku dengan tersenyum indah untukku… ya..
untukku. dia segera duduk dihadapanku. matanya memandangku dengan
tatapan yang sulit ku artikan. namun diam-diam hatiku membangun rasa
optimis yang membabi buta. sungguh diluar nalarku.<br />
“zam…”<br />
“ya… kenapa fatya…”<br />
“aku tahu kau adalah sahabatku sejak kita masih anak anak, dan kau
adalah sahabat terbaikku yang pernah ku punya. jadi aku minta pendapatmu
tentang perasaanku. bagaimana jika aku mencintai sahabatku sendiri?”.
Tanya fatya seraya memandangku dengan tatapan sayu. aku merasa ramalan
itu kini mencekikku.<br />
“menurutku sah sah saja kau mencintai siapapun itu, baik itu sahabatmu
atau bukan, karena cinta itu universal, cinta itu untuk kita semua, tak
peduli itu sahabat dekat maupun bukan”. jawabku diplomatis.<br />
“thanks atas pendapatmu zam, kini beban perasaanku berkurang, kamu
memang sahabat yang paling baik yang pernah kukenal zam”. rasa itu
seperti menerbangkanku ke langit tuju, aku merasa sahabat dekat yang
dicintai fatya adalah aku, dan mimpi itu kini menjadi nyata.<br />
“Siapakah sahabatmu yang kau cintai itu fatya?” kuberanikan diriku bertanya. sungguh gila aku di buatnya.<br />
“diaaa… dia adalah…” jawab fatya ragu, aku semakin penasaran.<br />
“heyy… zam, dicariin malah ngumpet disini, berduaan lagi”. sapa
seseorang yang merupakan sahabat dekatku juga. dia adalah ezad, ahmad
Muhammad fahrezad. sahabat dalam suka dan dukaku. ku lihat dia datang
menghampiri aku dan fatya.<br />
“dia adalah ezad zam…”. Kudengar suara yang amat kukenal. tak salah lagi.<br />
Kurasakan gedung sekolahku melayang, sesaat, lalu jatuh berserakan
menimpa kepalaku, aku pusing, tiba tiba bayangan mimpi itu berubah
menjadi cerita elegi yang terasa akan sangat sulit diobati. sungguh aku
tak menyangka sahabat yang dicintai fatya adalah sahabat dekatku juga.
namun apa hendak dikata, aku terlanjur bermain dengan api cinta ini, dan
kini aku merasa terbakar tak menyala. namun aku menghormati perasaan
fatya maupun ezad, aku tak mau menjadi duri demi sahabat sahabat
terbaikku. akupun mencoba mengihlaskan semuanya. memang tak seharusnya
aku percaya dengan ramalan konyol Haifa. ampuni aku ya alloh… hamba
telah percaya dengan selainmu. ampuni hamba ya robbi… <br />
<br />
<br />
<br />
Cerpen Karangan: M. Munif fannaniAnonymoushttp://www.blogger.com/profile/17404080387687856036noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-3753363754375191239.post-76111499103881097412013-04-28T18:04:00.000+07:002013-04-28T18:04:04.383+07:00Cerita Gokil<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhWhcO81E2mnWDVqp94m_AXgEklOad81X-zNyCV27HSc4TTsRABSKf-yaiatjnrzx0Q42q-IcYHxIZNP1yu5zFTwvfCQHOasXFJDZeGI0603JvxvToUO7uwsrsT_Lih8cyCrqbak_R0EFAN/s1600/cucurhatan+bayi+lucu+%2813%29.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img alt="Cerita Gokil" border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhWhcO81E2mnWDVqp94m_AXgEklOad81X-zNyCV27HSc4TTsRABSKf-yaiatjnrzx0Q42q-IcYHxIZNP1yu5zFTwvfCQHOasXFJDZeGI0603JvxvToUO7uwsrsT_Lih8cyCrqbak_R0EFAN/s320/cucurhatan+bayi+lucu+%2813%29.jpg" title="Cerita Gokil" width="313" /></a></div>
<div style="color: black; font-weight: normal;">
<u><b><span style="font-size: large;"><br /></span></b></u></div>
<div style="color: black; font-weight: normal;">
<u><b><span style="font-size: large;">Orang pintar di pintari</span></b></u></div>
<div style="color: black; font-weight: normal;">
<u><b><span style="font-size: large;"><br /></span></b></u></div>
Suatu hari Aco mau mengetes seorang dukun yg terkenal pinter di desanya<br />
Aco: Kalo anda emang pinter, coba tebak, burung di tangan gue masih idup apa sudah mati???<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
Dukun : halllahhh.... kamu masih bocah sudah mau ngejebak saya, saya
tahu kalau saya bilang hidup, kamu akan meremas burung itu sampai mati,
kalau saya bilang mati, kamu akan melepaskan burung itu agar terbang<br />
Aco: Hahahaha.... ternyata desas-desus kalau anda orang paling pintar di desa ini salah besar<br />
Dukun: lha!!!! knapa??? bukankah jawaban saya masuk akal???<br />
Aco: jawaban anda masuk akal, tetapi anda tetap salah karena ditangan saya bukan burung, tapi ayam :P<br />
<br />
<br />
<br />
<h3>
<span style="color: black; font-size: large;">SANTA CLAUSE</span> </h3>
suatu hari di malam natal....<br />
<br />seorang anak semata wayang yang kesepian menulis surat kepada santa clause n dimasukkin ke dalem kaos kaki...<br />
<br />surat nya berbunyi gini:<br />
"SANTA... AKU SANGAT KESEPIAN....<br />
AKU KEPENGEN PUNYA ADEK.... BIAR BISA KU AJAK MAEN..<br />
THX SANTA"<br />
<br />nah keesokan pagi nya si anak memeriksa kaos kaik dan mendapati surat balasan dari santa<br />
<br />tulisan nya singkat padat jelas dan penuh arti..<br />
<br />SEND ME YOUR MOM<br />
<br />
<br />
<h2>
<span style="background-color: white;"></span><span style="background-color: white; color: violet;"><span style="color: black; font-size: large;">Pemakan Rumput </span> </span><br />
</h2>
<div style="color: black; font-weight: normal;">
Seorang pria sedang duduk
di dalam mobilnya ketika dia melihat seorang pria sedang memakan rumput
di tepi jalan. Dia menyuruh sopirnya untuk berhenti dan dia turun untuk
melihat apa yang sedang terjadi.</div>
<div style="color: black; font-weight: normal;">
"Mengapa kamu memakan rumput?" tanyanya kepada orang itu. </div>
<div style="color: black; font-weight: normal;">
"Saya tidak punya uang untuk membeli makanan,"jawab pria miskin itu. </div>
<div style="color: black; font-weight: normal;">
"Oh,kalau begitu datanglah ke rumahku!" </div>
<div style="color: black; font-weight: normal;">
"Tapi Tuan, saya masih ada seorang istri dan empat orang anak..." </div>
<div style="color: black; font-weight: normal;">
"Bawa mereka bersamamu!" jawab pria kaya itu. </div>
<div style="color: black; font-weight: normal;">
Kemudian
mereka semua masuk ke dalam mobil itu. Di tengah perjalanan, pria
miskin itu berkata, "Tuan, Anda sungguh baik hati. Terima kasih telah
menampung keluarga kami..." </div>
<div style="color: black; font-weight: normal;">
Pria kaya itu kemudian menjawab, "Tidak, kamu tidak mengerti. Rumput di rumahku sudah tumbuh lebih dari 10 meter tingginya!" </div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/17404080387687856036noreply@blogger.com11tag:blogger.com,1999:blog-3753363754375191239.post-11651812371560842632013-04-28T17:55:00.001+07:002013-04-28T17:55:17.162+07:00Cerita gokil<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgEkNJVmyl1lvj8ZwjBwVPa_H7PxcGMXHA4WnuVWZdwKKRImk-vGdiKtN9MYvLcmXRUsjBos5VaEGLg1QmT1dda8pvNCvBWhxypLk009uykK_F6NH9y6lq8Of23lORwqG8T-JQ97kYcRRas/s1600/Pantun+gokil.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgEkNJVmyl1lvj8ZwjBwVPa_H7PxcGMXHA4WnuVWZdwKKRImk-vGdiKtN9MYvLcmXRUsjBos5VaEGLg1QmT1dda8pvNCvBWhxypLk009uykK_F6NH9y6lq8Of23lORwqG8T-JQ97kYcRRas/s1600/Pantun+gokil.jpg" /></a></div>
<br />
---KAKATUA---<br />
Di sebuah toko penjual burung, mempunyai 2 burung kakak tua. Kedua
burung itu berbeda, yang satu suka bernyayi dan yang satunya lagi hanya
diam saja, datang seseorang ingin membeli burung kakak tua. Ia berkata
kepada si penjual burung:<br />
Pembeli: Berapa harga burung kaka tua ini mas...??<br />
Penjual: Kalau yang suka nyayi itu 500.000 rupiah, sedangkan yang diam itu 1.000.000 rupiah.<br />
Pembeli: Lho kok yang suka nyayi harganya lebih murah dari yang hanya diam saja.<br />
Penjual: yah.... jelas beda wong yang harganya 1.000.000 itu pencipta lagunya kok.<br />
<br />
---TANGISAN SEORANG IBU---<br />
Sebuah keluarga yang malang itu, akhirnya tahu bahwa salah satu anak
gadisnya bekerja sebagai pelacur di kota Surabaya. Si Ibu pun menangis
tersedu-sedu.<br />
"Kenapa anda menangis?" tanya tetangga, "Yang sudah terjadi biarlah
terjadi, yang penting kita selalu berdo'a semoga ia segera sadar."<br />
Sambil mengusap air matanya, Si ibu menjawab dengan terbata-bata<br />
"Saya menangis bukan karena itu, tetapi saya menangis terharu karena
Dia adalah anak satu-satunya dari enam bersaudara yang akhirnya
berhasil mendapatkan pekerjaan."<br />
<br />
---Senjata Makan Tuan---<br />
Seorang wartawan sedang meliput peristiwa kecelakaan. Karena banyak
orang yg mengerumuni lokasi kecelakaan, wartawan tsb tdk dpt menerobos
untuk melihat korban dari dekat. Setelah berpikir keras, wartawan tsb
dpt ide.<br />
"Minggir-minggir semua, saya ayah korban!" ia berseru. "Saya minta jalan.<br />
" Benar saja.....kerumunan itu membiarkan dia lewat. Semua mata terarah
kepada wartawan tsb. (wartawan GR, dalam hati: "Berhasil juga!!!)
Ketika sampai di tengah kerumunan, ia terpana melihat... SEEKOR ANAK
MONYET tergeletak tak berdaya!<br />
<br />
---SALAH MASUK---<br />
Dengan tergesa-gesa seorang nyonya masuk ke sebuah ruangan yang ia kira itu ruangan dokter.<br />
Nyonya : "Dokter, apa yang salah ditubuh saya?"<br />
Laki" : "Nyonya, anda terlalu gemuk, pupur anda terlalu tebal, lipstick
anda terlalu merah, rambut anda perlu dicat, anda terlalu banyak
merokok, dan satu lagi... anda masuk keruangan yang salah. Dokter ada
di ruangan sebelah. Saya hanya pengantar koran."<br />
<br />
---Teka-teki Kocak---<br />
A: Kenapa badak kukunya warna merah?<br />
B: Mmm... apa ya... 'gak tau...<br />
A: Biar bisa sembunyi di balik pohon apel...<br />
B: Ah bohong... mana ada badak sembunyi di balik pohon apel?<br />
A: Gak pernah lihat 'kan?... berarti dia berhasil sembunyi...<br />
<br />
---TIDAK MELIHAT---<br />
Pada suatu hari ada seorang pengendara yang melanggar lalu lintas, dan
terihat oleh seorang polisi yang berjaga dan memberhentikannya...<br />
"Apakah sodara tidak melihat lampu merah?"( tanya seorang polisi kepada seorang pengendara sepeda motor).<br />
"Saya lihat, Pak."<br />
"Lalu kenapa sodara tidak berhenti?"<br />
"saya tidak melihat bapak."<br />
<br />
---Ibu-ibu MENYUSUI---<br />
"Mas... mas... maaf kalo mau merokok di ruang merokok dong... ini
sikecil terganggu dan jadi bangun..." ujar si ibu muda yg lagi menyusui
bayinya.<br />
"Ya mbak... maaf juga... mbak kalo mau nyusuin di ruang menyusui juga
dong... ini si kecil saya juga terganggu dan ikut bangun..."<br />
<br />
---OBAT ANEH---<br />
Pasien : Dok, tolonglah sembuhkan penyakit saya. Saya sering berjalan di waktu tidur.<br />
Dokter : Ini kotak yang bisa menyelesaikan persoalanmu. Setiap malam,
ketika Anda sudah bersiap untuk tidur keluarkan isi kotak itu dan
taburkan di lantai sekeliling tempat tidurmu.<br />
Pasien : Kotak apa ini, Dok? apakah sejenis serbuk penenang?<br />
Dokter : Bukan. Ini kotak paku payung.<br />
<br />
---Gagal KB--- <br />
Seorang ibu menemui dokter untuk periksa kehamilan Dokter: Loh ibu ini kan yg tempo hari periksa, emang ibu hamil lagi ya?<br />
Ibu: iya dok?<br />
Dokter: apa obat KB yang saya beri tempo hari ibu tidak minum?.<br />
Ibu: minum dok ! Dokter: lantas kenapa ibu bisa hamil??<br />
Ibu: ya, gimana tidak mau hamil dok, obat baru nyampe leher, celana dalam udah nyampe lutut.<br />
<br />
---Cerai---<br />
Hakim: Kenapa mau bercerai?<br />
Udin: Sudah tidak cocok lagi,<br />
Pak Hakim. Hakim: Kok bisa gak cocok lagi?<br />
Emangnya ukurannya siapa yang merubah?Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/17404080387687856036noreply@blogger.com6tag:blogger.com,1999:blog-3753363754375191239.post-34229571427757801542013-04-28T17:47:00.002+07:002013-04-28T17:47:48.239+07:00Kata mutiara cinta terbaru<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiJdxgQ89dEx0V5WLLuTQTpCahFgTXaj_qYsVUFPfChA9leG9AofyrDaQArolRGR2wqu3GD3Q0rng_ZY1aCxC_0Tmt_3C-0aCzlTp6YYV6IDnrIrSB_tbGDr_PU9yCVC-BfeJBIEiqv0a-b/s1600/kata-kata-mutiara-cinta-kata-bijak-tentang-cinta.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img alt="Kata mutiara cinta terbaru" border="0" height="237" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiJdxgQ89dEx0V5WLLuTQTpCahFgTXaj_qYsVUFPfChA9leG9AofyrDaQArolRGR2wqu3GD3Q0rng_ZY1aCxC_0Tmt_3C-0aCzlTp6YYV6IDnrIrSB_tbGDr_PU9yCVC-BfeJBIEiqv0a-b/s320/kata-kata-mutiara-cinta-kata-bijak-tentang-cinta.jpg" title="Kata mutiara cinta terbaru" width="320" /></a></div>
<br />
Kata cinta memang dapat kita jadikan sebagai ungkapan rasa sayang kita pada sang kekasih . . . . <br />
Berikut beberapa <br />
Kata mutiara cinta terbaru ,silahkan di baca . . .<br />
<blockquote>
Sayang engkau bukanlah yang terbaik untuku, begitu pula denganku aku bukan yang terbaik untukmu<br />
Engkau adalah wanita yang paling tepat untuk mendampingiku menjadi yang terbaik.</blockquote>
<blockquote>
Kita harus sedikit menyerupai satu sama lain<br />
untuk mengerti satu sama lain<br />
Tetapi kita harus sedikit berbeda<br />
Untuk mencintai satu sama lain</blockquote>
<blockquote>
Cinta yang belum matang berkata:<br />
"Aku cinta kamu karena aku butuh kamu"<br />
Cinta yang sudah matang berkata:<br />
"Aku butuh kamu karena aku cinta kamu"</blockquote>
<blockquote>
Hal yang menyedihkan dalam hidup adalah ketika kamu bertemu seseorang
yang sangat berarti bagimu. Hanya untuk menemukan bahawa pada akhirnya
menjadi tidak bererti dan kamu harus membiarkannya pergi.</blockquote>
<blockquote>
Kamu tahu bahwa kamu sangat merindukan seseorang, ketika kamu memikirkannya hatimu hancur berkeping.</blockquote>
<blockquote>
Dan hanya dengan mendengar kata “Hai” darinya, dapat menyatukan kembali kepingan hati tersebut.</blockquote>
<blockquote>
Cinta dapat mengubah pahit menjadi manis, debu beralih emas, keruh
menjadi bening, sakit menjadi sembuh, penjara menjadi telaga, derita
menjadi nikmat, dan kemarahan menjadi rahmat.</blockquote>
<blockquote>
Sungguh menyakitkan mencintai seseorang yang tidak mencintaimu, tetapi
lebih menyakitkan adalah mencintai seseorang dan kamu tidak pernah
memiliki keberanian untuk menyatakan cintamu kepadanya.</blockquote>
<blockquote>
Mungkin Tuhan menginginkan kita bertemu dan bercinta dengan orang yang
salah sebelum bertemu dengan orang yang tepat, kita harus mengerti
bagaimana berterima kasih atas kurniaan itu.</blockquote>
<blockquote>
Cinta dapat mengubah pahit menjadi manis, debu beralih emas, keruh
menjadi bening, sakit menjadi sembuh, penjara menjadi telaga, derita
menjadi nikmat, dan kemarahan menjadi rahmat.</blockquote>
<blockquote>
Cinta bukan mengajar kita lemah, tetapi membangkitkan kekuatan. Cinta
bukan mengajar kita menghinakan diri, tetapi menghembuskan kegagahan.
Cinta bukan melemahkan semangat, tetapi membangkitkan semangat</blockquote>
<blockquote>
Cinta bukanlah kata murah dan lumrah dituturkan dari mulut kemulut
tetapi cinta adalah anugerah Tuhan yang indah dan suci jika manusia
dapat menilai kesuciannya.</blockquote>
<blockquote>
Setetes kebencian di dalam hati<br />
Pasti akan membuahkan penderitaan<br />
Tapi setetes cinta di dalam relung hati<br />
akan membuahkan kebahagiaan sejati</blockquote>
<blockquote>
Kalahkan Kemarahan dengan Cinta Kasih<br />
Kalahkan Kejahatan dengan Kebajikan<br />
Kalahkan kekikiran dengan Kemurahan Hati<br />
Kalahkan Kesombongan dengan Kejujuran - Disukai.Com</blockquote>
<blockquote>
Nafsu hanya akan memberikan kebahagiaan sesaat<br />
tapi cinta yang tulus dan sejati akan memberikan<br />
kebahagiaan selamanya</blockquote>
<blockquote>
Luruhnya hati bukanlah suatu dosa, Maka Jangan Pernah<br />
Takut untuk Jatuh Cinta</blockquote>
<blockquote>
Cinta Tak Harus Saling Memiliki<br />
Kadang Kala Mereka Harus Melepaskan Cinta Tersebut<br />
Karena Cinta yang Sejati Selalu Ingin Membahagiakan<br />
Orang Yang dicintai</blockquote>
<blockquote>
Cinta itu seperti art yg indah dan agung,<br />
berbahagialah yg pernah mendapatkannya meskipun tidak abadi</blockquote>
<blockquote>
Cinta tidak membuat dunia berputar<br />
Cinta inilah yang membuat perjalanan tersebut berharga</blockquote>
<blockquote>
Menikahi wanita atau pria karena kecantikannya atau ketampanannya sama
seperti membeli rumah karena lapisan catnya. Harta milik yang paling
berharga bagi seorang pria di dunia ini adalah hati seorang wanita.</blockquote>
<blockquote>
Setetes kebencian di dalam hati<br />
Pasti akan membuahkan penderitaan<br />
Tapi setetes cinta di dalam relung hati<br />
akan membuahkan kebahagiaan sejati</blockquote>
<blockquote>
Engkau berbuat durhaka kepada Allah, padahal engkau mengaku cinta
kepada-Nya? Sungguh aneh keadaan seperti ini. Andai kecintaanmu itu
tulus, tentu engkau akan taat kepada-Nya. Karena sesungguhnya, orang
yang mencintai itu tentu selalu taat kepada yang ia cintai.</blockquote>
<blockquote>
Kalahkan Kemarahan dengan Cinta Kasih<br />
Kalahkan Kejahatan dengan Kebajikan<br />
Kalahkan kekikiran dengan Kemurahan Hati<br />
Kalahkan Kesombongan dengan Kejujuran</blockquote>
<blockquote>
Perasaan cinta itu dimulai dari mata, sedangkan rasa suka dimulai dari
telinga. Jadi jika kamu mahu berhenti menyukai seseorang, cukup dengan
menutup telinga. Tapi apabila kamu Coba menutup matamu dari orang yang
kamu cintai, cinta itu berubah menjadi titisan air mata dan terus
tinggal dihatimu dalam jarak waktu yang cukup lama. - Disukai.Com</blockquote>
<blockquote>
Nafsu hanya akan memberikan kebahagiaan sesaat<br />
tapi cinta yang tulus dan sejati akan memberikan<br />
kebahagiaan selamanya</blockquote>
<blockquote>
Jika kita mencintai seseorang<br />
Berusahalan untuk tampil apa adanya<br />
karena Cinta sejati selalu dapat<br />
Menerima Kelebihan dan Kekurangan</blockquote>
<blockquote>
Bagi seorang muslim dan beriman, cnta terbesar dan cinta hakiki ialah
cinta kepada Allah. Bentuk cinta dapat kita wujudkan dalam berbagai rupa
tanpa batas ruang dan waktu dan kepada siapa atau apa saja asalkan
semuanya bersumber dari kecintaan kita kepada Allah dan karena menggapai
ridha-Nya.</blockquote>
<blockquote>
Bahagialah bagi orang yang mengerti akan arti cinta,<br />
Karena Cinta itu akan memberikan warna bagi kehidupannya<br />
Cinta yang teramat besar kadang dapat membuat kita<br />
tak bisa mencintai lagi</blockquote>
<blockquote>
Perempuan diciptakan dari tulang rusuk Laki – laki<br />
Bukan dari kepalanya untuk menjadi peneduhnya<br />
Bukan dari kakinya untuk menjadi tumpuannya<br />
Tapi dari sisinya untuk menjadi sama<br />
Dekat dengan lengannya untuk dilindungi<br />
Dan dekat dengan hatinya untuk dicintai</blockquote>
<blockquote>
Cinta Tak Harus Saling Memiliki<br />
Kadang Kala Mereka Harus Melepaskan Cinta Tersebut<br />
Karena Cinta yang Sejati Selalu Ingin Membahagiakan<br />
Orang Yang dicintai</blockquote>
<blockquote>
Bel bukanlah bel sebelum engkau membunyikannya<br />
Lagu bukanlah lagu sebelum engkau menyanyikannya<br />
Cinta di dalam hatimu tidak diletakkan untuk tinggal di sana</blockquote>
<blockquote>
“Sesungguhnya Allah mencintai hamba yang banyak berdoa. Oleh karena itu,
berdoalah pada waktu ashar hingga matahari terbit, karena pada waktu
itu pintu-pintu langit terbuka, rezeki-rezeki dibagikan dan hajat-hajat
penting dikabulkan”</blockquote>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/17404080387687856036noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-3753363754375191239.post-23700853358671801572013-04-28T17:36:00.001+07:002013-04-28T17:36:58.820+07:00Ketika Bintang Jatuh Cinta pada Hujan<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg1CMMdQy1P7nXHnx9jfz6Tewfu_g7I4glLsKUzEOM6Aw0bM_aRvoZ21ys3WqLgtbNUHxR1hiNrG2W58zvwa61dR6HY6wrnyS2g8WzaoWlVJz9k1_PKaGciEB83r5DLbC0N_UnviqgcNFte/s1600/rain_girl1.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img alt="Ketika Bintang Jatuh Cinta pada Hujan" border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg1CMMdQy1P7nXHnx9jfz6Tewfu_g7I4glLsKUzEOM6Aw0bM_aRvoZ21ys3WqLgtbNUHxR1hiNrG2W58zvwa61dR6HY6wrnyS2g8WzaoWlVJz9k1_PKaGciEB83r5DLbC0N_UnviqgcNFte/s320/rain_girl1.jpg" title="Ketika Bintang Jatuh Cinta pada Hujan" width="311" /></a></div>
<br />
Siang ini rintik hujan menyapa tepat begitu sepasang sepatu kets
kesayanganku hendak melangkah keluar rumah. Semilir angin berhembus dan
membuat setiap tengkuk yang dilewatinya bergidik kedinginan. Dua lapis
baju hangat dan shawl yang aku gunakan nyatanya tak juga membuat rasa
dingin enyah menyelimuti tubuhku. Seharusnya hujan gerimis di padu
dengan suara merdu yang berasal dari iPod-ku ini membuat suasana semakin
romantis. Aku suka hujan. Biasanya pun aku selalu menikmatinya dengan
secangkir kopi atau cokelat panas, tapi kini aku acuh karena sedang
terburu-buru. Ah semoga hujan tidak membesar, jangan dulu sekarang.
Setidaknya tunggu hingga aku sampai di kampus, harapku dalam hati.<br />
“Hhhhhh,” desahku panjang. Dingin.<br />
<br />
Ini hari pertama kumpulnya para volunteer sebuah kegiatan sosial
untuk mengkampanyekan suatu gerakan hemat energi. Aku turut serta di
dalamnya dan aku tidak ingin terlambat. Kupacu sepeda motorku diiringi
hujan kecil yang tak henti menggodaku dengan rintiknya.<br />
<br />
Sesampainya di kampus aku melihat taman siang hari itu riuh ramai
kedatangan sekelompok orang yang kebanyakan berstatus mahasiswa dari
berbagai jurusan. Aku bertemu banyak teman di sini, baik yang sebelumnya
sudah ku kenal atau bahkan baru kali pertama bertemu. Setahun
belakangan ini aku memang lebih suka menyibukkan diri dengan melakukan
berbagai hal yang menurutku sangat menyenangkan. Mencoba melakukan
banyak hal yang bermanfaat bagi diriku, terutama untuk orang
disekitarku, mengikuti aktivitas sosial, mengajar anak-anak di rumah
singgah dan beberapa aktivitas lainnya.<br />
<br />
“Selamat datang. Selamat bergabung dengan kami,” kata itu pertama
kali diucapkan. “Perkenalkan nama saya Rian, dari Jurusan Teknik Sipil.
Saya koordinator organisasi untuk wilayah regional I Bandung. Sekarang
silakan perkenalkan diri kalian masing-masing.”<br />
Deg.<br />
Dibalik kacamata aku bisa melihat matanya yang berwarna coklat. Cahaya
matahari menerpa matanya setelah awan hitam beringsut di sapu angin.
Matanya benar-benar berwarna coklat. Coklat tua. Bukan coklat yang
disukai kebanyakan orang. Bukan coklat yang kemudian menghasilkan
semburat agak kekuningan ketika di bias cahaya matahari. Ini sungguh
coklat. Mata ini membuat aku terpana, sungguh menawan. Mata ini terlihat
sangat tajam, bahkan cenderung terlalu sinis menurutku. Juga ia
menyiratkan suatu ciri keangkuhan yang tak bisa aku jelaskan. Aku lihat
di sana tersimpan banyak tanda tanya, entahlah tapi aku tetap suka
coklat matanya. Namun tiba-tiba pandangan mata coklat itu bertabrakan
dengan pandanganku. Aku gelagapan seperti pencuri yang ketauan mencuri
jemuran, ternyata giliranku untuk memperkenalkan diri.<br />
“Eh, nama.. Aku Reyna. Mmm, mahasiswa, Ekonomi semester 4 mmm..” ucapku memperkenalkan diri terbata.<br />
Matanya berwarna coklat. Mata itu bergeser kesebelahku, lalu kembali
lagi menatapku dengan nada yang berbeda. Mata itu berwarna coklat.<br />
Aku jatuh cinta pada mata? Ah, yang benar saja.<br />
<br />
Acara hari itu ditutup dengan pembagian divisi, dan aku tepat berada
langsung di bawah kepemimpinan Rian, Si Mata Coklat. Hari menjelang
petang. Hujan menari-nari dengan kasar di antara rindangnya dedaunan
pohon yang berdiri tegap menahan angin pasang. Deras rintik hujan yang
menyerang tanah dengan membabi buta menghasilkan wangi khas tanah basah.
Aku suka..<br />
“Ah, hujan lagi,” ucapnya tiba-tiba dari belakangku yang sedang menikmati aroma tanah basah.<br />
Aku terlonjak sejenak, Si Mata Coklat. Kemudian dahiku mengeryit, “Kenapa? Kamu nggak suka hujan?”<br />
“Hujan membuat bintang tak pernah muncul setelah ia datang bukan?”<br />
“Kamu suka melihat bintang?” tuduhku.<br />
“Kamu tahu nggak kalau bintang-bintang itu sudah menjadi bagian dari setiap kebudayaan?”<br />
Aku menggeleng.<br />
“Bintang digunakan dalam praktik keagamaan, dalam navigasi dan bahkan
panduan dalam bercocok tanam. Kalender Gregorian, yang digunakan hampir
di semua bagian dunia adalah kalender matahari dengan mendasarkan diri
pada posisi bumi relatif terhadap bintang terdekat, Matahari,” Rian
menjelaskan.<br />
“Bukankah setelah hujan kelak bintang akan muncul satu persatu? Lantas kenapa kamu nggak suka hujan?” tanyaku.<br />
“Entahlah. Hujan selalu berhasil membawa kita masuk kedalam bias memori
yang telah memburam. Terkadang aku selalu merasa heran dengan hujan..
Kenapa setiap kali bulir yang berjatuhan seringkali membuat kita
merindukan sesuatu yang sesungguhnya tak ingin atau bahkan tak boleh
lagi dirindukan,” jawabnya yang membuat pikiranku penuh tanda tanya.<br />
<br />
Pikiranku mengawang ke satu tahun silam, saat itu aku juga sempat
membenci hujan. ‘Aku hanya ingin kita saling berpikir dan merenung. Aku
ingin fokus belajar untuk bekerja dan menyelesaikan skripsi untuk saat
ini lalu meneruskan S2-ku. Aku harap kamu mengerti, aku butuh jarak’,
ucap Pandu sore itu. Aku mengangguk, mencoba mengerti. Baginya, aku
hanya seorang gadis manja yang akan menghambat ia meraih mimpi-mimpinya,
cita-citanya. Lalu, aku terisak, membiarkan hujan mengguncangi sekujur
badan, hingga perlahan suara isak itu menjauh, melirih, membuat jarak
dan mengantarkan kami pada waktu bernama jeda.<br />
<br />
Pandu adalah cinta pertamaku. Dia tampan, tubuhnya tinggi menjulang,
putih dan hidungnya mancung. Mungkin itu yang membuatnya disukai banyak
gadis. Setiap kali pergi dengannya aku kerap kali melihat mata-mata iri
dan sinis para wanita yang menatapku seolah berkata ‘Bagaimana bisa
gadis ini mendapatkan pangeran tampan dari khayangan?’. Ah, tapi apa
peduliku, sekarang dia milikku. Setahun lalu kami bertemu lagi.
Sayangnya, seiring berjalannya waktu ia berubah, ia bukan Pandu yang
dulu ku kenal. Sekarang dia telah menjelma menjadi seorang pekerja keras
yang cuek dengan lingkungan sekitarnya, bahkan denganku. Hampir setiap
akhir pekan ia habiskan untuk bekerja dan bekerja. Selama perpisahan
kami yang pertama aku tidak tahu apa yang terjadi padanya. Namun
sekarang dia ingin kami mengakhiri semuanya lagi dalam jarak yang
dinamakan jeda.<br />
<br />
Dalam jeda itu, nampaknya aku kelabakan memperlakukan rindu. Tak
lama, rindu itu sungguh semakin kian mejadi rasanya dan akhirnya
memaksaku mengakhiri jeda secara sepihak. Keinginanku untuk bertemu
Pandu malam itu juga tak bisa di cegah. Namun setiba di rumahnya, buram,
kulihat ada dua orang sedang bercengkrama mesra di ruang tengah, di
tempat biasa aku dan Pandu bertukar canda. Tapi aku meyakini, itu Pandu
dengan seorang wanita. Aku dikhianati orang yang paling aku sayangi. Aku
kecewa.<br />
Pada musim kemarau setelah itu aku pertama kali merindukan hujan,
bukan rindu karena hujan. Hujan yang menyadarkanku bahwa di balik
tangisku saat berjalan dengannya, aku bisa tersenyum bahkan tertawa
tanpa ada yang tahu bahwa ada tetes luka yang keluar dari pelupuk
mataku. Hujan tak hanya meneteskan duka ataupun meretas luka, ia juga
bisa memulihkan luka bahkan menciptakan suka.<br />
Lalu aku belajar melupakan semuanya, dengan mencintai hujan..<br />
<br />
Mulutku tiba-tiba saja meracau, mengatakan hal yang seharusnya tak
perlu dikatakan, “Kadangkala semua kenangan itu berkelebat secepat
angin. Kadang masa lalu bisa menjadi keping terindah dari masa depan
yang kita punya. Masa lalu memang tempat yang seringkali menyenangkan,
tapi kita tahu kalau di sana tak ada masa depan. Hanya kenangan.
Perlahan kita akan belajar untuk memahami kalau orang-orang di sana
memang ada, untuk memberi kita sebuah pelajaran. Mau pahit atau manis,
nikmati saja.”<br />
“Maksud kamu?” tanya Si Mata Coklat itu antusias.<br />
“Eh by the way, kamu anak Astrologi?” tanyaku mencoba mengalihkan topik pembicaraan.<br />
Giliran dia yang menggeleng.<br />
Aku tak suka hujanku di hina orang. Aku masih tak habis pikir dan sedikit tak menerima semua alasan dia untuk membenci hujan.<br />
“Kamu harus menyukai hujan..” ucapku.<br />
Dia tersenyum sinis, “Kamu bilang kamu pecinta hujan?” tanyanya dengan
nada satu oktaf lebih tinggi. “Aku tak habis pikir. Kamu bilang kamu
cinta hujan, tapi saat hujan seperti sekarang ini kamu meneduh,
menghindar, enggan bermain dengannya.”<br />
Memang benar apa yang ia katakan, aku berkoar bahwa aku sang pecinta
hujan tapi aku selalu mencari perlindungan dari derainya. Aku terdiam.
Tak bisa mengelak, apalagi membela diri. Hujan ini tidak biasanya,
langit sepertinya sedang berduka, seperti sedang kehilangan orang paling
terkasih. Dia mengamuk hebat dengan halilintar dan kilat yang
mengerikan. Aku tak mampu berbuat apa-apa selain menatap hujan.<br />
Lima menit..<br />
Sepuluh menit..<br />
Hujan tak juga memberi tanda akan segera reda..<br />
Aku melirik lelaki sebelahku ini, sadar dirinya diperhatikan lalu mata
itu menatapku tajam dan tersenyum sinis penuh makna. Hanya ada dua
pilihan, aku diam menunggu hujan berdiam dan semakin membuat mata itu
menatapku dengan tatapan menghujam. Atau.. aku menerobos hujan lalu
membuatnya meng-iya-kan kalau aku memang menyukai hujan.<br />
<br />
Tiba-tiba, aku berlari, menerobos riuh ramai yang diciptakan oleh
dawai hujan. Aku sempat melihat dia tergaket, tapi aku tak perduli. Aku
terus berlari. Sekujur tubuhku sudah basah bahkan sampai bagian pakaian
yang paling dalam. Aku menerobos hujan dan keramaian. Tiba-tiba tanganku
dicengkram begitu keras lalu dia menarikku..<br />
“Kamu ini apa-apaan sih! Jangan kayak anak kecil dong,” Si Mata Coklat berteriak di antara hujan. Dia menyusulku.<br />
“Apa? Anak kecil?” bentakku sambil berusaha melepas genggaman tangannya yang keras.<br />
“Iya! Kamu itu kayak anak kecil! Kenapa? Kamu tersinggung sama yang aku
bilang soal hujan tadi?” dia menarik tanganku untuk mencari tempat
berteduh.<br />
“Lepas!” bentakku. “Apa pedulimu? Tau apa kamu soal aku dan hujan? Hah?”<br />
Dia mendengus, “Jadi kamu mau hujan-hujanan? Oh! Silakan sana. Bilang pada hujanmu kamu habis di hina olehku. Dasar anak kecil!”<br />
Aku menarik tanganku dari genggamannya dan kembali berlari. Aku mencari motorku dan segera memacunya pulang.<br />
“Dasar keras kepala!” ucapnya kesal sambil menendang tong sampah.
Kemudian dia berlari menuju tempat di mana dia menaruh sepeda motornya.<br />
Sepanjang perjalanan aku menangis. Aku mengutuk Si Mata Coklat yang
memaksaku untuk bercumbu dengan hujan badai. Ada rasa sesak saat dia
membentakku, ada rasa sesak ketika aku melihat mata coklatnya.<br />
<br />
Sesampainya di rumah aku segera memasukan motor ke garasi dan
bergegas ke kamar mandi. Udara saat itu sedang tidak bersahabat, seusai
mandi bersin tak henti menyerangku. Ah sial, gerutuku.<br />
“Kak, ada temanmu tuh menunggu di luar. Kehujanan. Kenapa kamu nggak
bilang pulang di antar teman?” tanya Ibu. “Ibu sudah beri dia handuk,
baju dan cokelat panas. Untukmu juga Ibu simpan di sana. Ayo sana temui
dulu, kasihan dia kebasahan,” lanjutnya.<br />
Teman? Siapa? Aku kan sendirian, pikirku dalam hati. Setelah menggunakan
empat lapis baju hangat aku beranjak untuk ke ruang tamu, melihat siapa
yang datang.<br />
Deg.<br /><br />
Si Mata Coklat.<br />
<br />
“Ngapain kamu kemari? Kamu ngikutin aku?” tanyaku sewot masih terkaget.<br />
Mata itu sendu, seperti menyesali sesuatu, “Aku minta maaf, aku nggak
bermaksud menantangmu untuk hujan-hujanan tadi. A.. aku nggak bermaksud
membentak kamu tadi,” ucapnya tulus. Lagi-lagi mata itu seolah
berbicara, ada binar penyesalan di sana.<br />
“Maafkan aku..” pintanya lagi. Aku mendesah dan pasrah.<br />
Setelah memberinya baju kakak sepupuku, kami mengobrol di teras rumah
sambil menunggu hujan ditemani secangkir cokelat yang sudah menghangat
buatan Ibu. Aku tak mau orang ini sakit lantaran kebasahan sekujur
badan.<br />
<br />
Si Mata Coklat ini orang yang cukup menyenangkan ternyata. Dia
berasal dari kota di ujung Indonesia, Sabang, dam dia kuliah di sini
atas hasil beasiswa pemerintah dari prestasinya. Sekarang dia menjadi
ketua di beberapa organisasi sosial di Bandung. Hebatnya lagi dia juga
menjadi seorang asisten dosen di kampus. Sepanjang pembicangan Si Mata
Coklat bercerita dan seringkali membuat aku terbang melayang. Ah tuhan,
bisik hatiku.<br />
<br />
Malam itu kami berbincang seperti dua kawan lama yang lama tak
berjumpa, padahal ini hari pertama pertemuan kami. Memperbincangkan
segala hal, mulai dari obrolan warung kopi sampai politik kelas dunia
sambil menunggu redanya hujan. Kami tertawa lepas di balik derasnya
suara hujan. Tapi di sana juga ada duka, saat dia menceritakan kenapa
dia membenci hujan. Kami sama-sama dikhianati. Dibohongi orang-orang
yang kami sayangi.<br />
<br />
Yuna, dia memanggilnya. Dia itu bagaikan bulan, cantik benderang.
Bulan memang selalu terlihat paling terang di antara ribuan bintang dan
Rian memujanya. Rian dan wanita itu menjalin hubungan cukup lama, 4
tahun. Dia bahagia mendapatkan seorang wanita yang cantik juga menawan.
Hidupnya sempurna, dia juga mempunyai seorang kawan dekat, Prio. Hampir
tak ada satu weekend pun mereka lewati bersama. Namun, seiring kesibukan
Rian mengejar prestasi akademis, ia seringkali melewatkan waktu bersama
keduanya. Tanpa sepengetahuan Rian, Yuna dan Prio sering bertemu,
bertukar cerita, bertukar canda sampai ternyata benih cinta itu ada.<br />
<br />
Suatu malam, saat Rian ingin memperlihatkan piagam yang dibawanya
dari Negara Tetangga dalam sebuah kompetisi debat kelas dunia kepada
sahabat dan wanita yang dia cintai.. Mereka berdua bergenggaman tangan
dengan erat. Wanita itu meminta maaf, dia bilang kalau dia mencintai
sahabatnya sendiri. Sedangkan Prio tak berkata apapun, dia hanya
menunduk. Seketika itu juga semua terasa sakit, seperti di hunus seribu
jarum kecil, dikhianati.. Dua orang yang selama ini memberikan semangat
agar dia bisa terus berprestasi. Dua orang yang selalu menjadi pemacunya
saat mulai goyah dan putus asa. Dua orang yang paling dia sayangi.. Dia
berbalik dengan rasa sakit yang mungkin tak ada obatnya.<br />
<br />
Malam itu pertama kalinya dia ingin melihat bintang tanpa ada bulan.
Tapi hujan menutup cahaya bintang dan setelahnya hanya bulan yang
muncul, bintang tetap tertutup awan hitam. Semenjak malam itu pula
mereka tak pernah lagi bertemu. Rian mendapatkan beasiswa dan pindah ke
kota ini.<br />
<br />
Satu jam, dua jam, tiga jam..<br />
Waktu sudah menunjukkan pukul 12 malam, sungguh tak terasa. Sesungguhnya
hujan sudah mereda dari pukul 11 tapi aku dan dia sama-sama terlarut
dalam kata serta tawa, seolah tak peduli, tak ingin mengakhiri hari
ini..<br />
Tiba-tiba dia melirik jam.<br />
“Na..” panggilnya. “Sudah malam, aku harus pulang. Nggak enak sama Ibumu juga.”<br />
“Oh iya,” aku tak bisa menyembunyikan kecewaku.<br />
“Sekali lagi aku minta maaf ya,” ucapnya tulus.<br />
“Eh, kamu pernah ke Observatorium Bosscha?”<br />
Dia menggeleng.<br />
“Kamu bisa melihat bintang di sana.” Aku melanjutkan, “Aku mau maafin
kamu asalkan kamu temani aku kesana. Besok aku jemput kamu di taman
kampus tepat jam 3 sore ya. Jangan telat” perintahku.<br />
Dia mengangguk. Pasrah.<br />
<br />
***<br />
<br />
Yang kutahu langit di luar sana sudah terlewat kelam. Entah sudah
berapa kali aku mengintip jendela hanya untuk melirik warna di luar
sana. Malam terasa dua kali lebih lama dari biasanya. Hari ini aku di
landa insomnia. Jarum jam di tanganku sudah mengarah ke angka 3, tapi
aku sama sekali belum mengantuk.<br />
Massa kelopak mataku serasa bertambah berat, tapi anehnya ia tak kunjung
ingin terpejam. Saat seperti ini, menghitung domba pun tak ada guna
rasanya. Apa mungkin ini karena dingin yang masih saja memelukku erat,
seolah menembus setiap celah pori-poriku atau mungkin karena aku tak
sabar menunggu untuk lagi menatap Si Mata Coklat.<br />
Biasanya kopi menjadi teman setia yang menemaniku saat tetap terjaga,
tapi tidak kali ini, perbincangan itu, mata itu, aku ingin menikmati
semuanya.<br />
<br />
***<br />
<br />
Diam mengiringi perjalanan kami menuju Lembang sore itu.
Observatorium Bosscha adalah lembaga penelitian astronomi modern yang
pertama di Indonesia. Observatorium ini di kelola oleh Institut
Teknologi Bandung dan mengemban tugas sebagai fasilitator dari
penelitian serta pengembangan astronomi di Indonesia. Dalam program
pengabdian masyarakat, melalui ceramah, diskusi dan kunjungan terpandu
ke fasilitas teropong untuk melihat objek-objek langit, masyarakat
diperkenalkan pada keindahan sekaligus deskripsi ilmiah alam raya.
Dengan ini Observatorium Bosscha berperan sebagai lembaga ilmiah yang
bukan hanya menjadi tempat berpikir dan bekerja para astronom
profesional, tetapi juga merupakan tempat bagi masyarakat umum untuk
mengenal dan menghargai sains.<br />
<br />
Pukul 5 sore itu kami sampai di depan gerbang Observatorium Bosscha
yang tertutup. Aku menyuruhnya turun untuk bertanya pada satpam.<br />
“Hari Minggu tempat ini tutup,” ujarnya jengkel seperti habis berdebat dengan satpam.<br />
Aku hanya tersenyum, “Aku tahu.” Beberapa kali aku kemari sejak
menduduki bangku sekolah dasar dan aku tahu pasti kalau setiap Hari
Minggu, senin ataupun hari libur nasional tempat ini tutup.<br />
“Lalu untuk apa kamu bawa aku kemari?” tanyanya. Nada mukanya menyiratkan nada kesal.<br />
Aku turun dari mobil, tersenyum dan mengacuhkan pertanyaannya dengan
berjalan menuju satpam. Aku meminta ijin kepada satpam hanya untuk
sekedar melihat-lihat lokasi teropong bintang dari luar, sebentar saja,
dengan alasan bahwa temanku yang satu itu jauh-jauh kemari dari pulau
seberang.<br />
<br />
“Itu gedung kubah di Observatorium Bosscha ini. Di dalam ada teleskop
ganda Zeiss 60 cm yang merupakan teleskop terbesar dan tertua di
Observatorium ini. Katanya teleskop itu bisa mengamati bintang-bintang
yang jauh lebih lemah, kurang lebih 100.000 kali lebih lemah dari
bintang yang dapat di lihat oleh mata telanjang,” ucapku bangga masih
mengingat penjelasan sang pemandu kala aku berkunjung kemari dalam
rangka acara sekolah dulu.<br />
“Kalau cuaca cerah, kubah biasanya di buka jadi kita bisa melihat benda
di angkasa dari teropong di dalam itu,” tambahku. Nada mukanya
menyiratkan kekesalan di tambah kecewa karena tidak bisa melihat apa
yang aku ceritakan soal teropong bintang di Observatorium Bosscha ini.
Tapi aku punya kejutan lain untuknya, sesuatu yang juga berkilau
layaknya bintang.<br />
<br />
Langit mulai menghitam, pertanda petang segera datang. Aku
mengajaknya masuk ke mobil untuk pergi menikmati sajian ketan bakar dan
bandrek hangat khas Lembang sebelum ke tempat dimana aku akan membawa
bintang untuk mata coklatnya.<br />
“Kita mau kemana?” tanyanya heran.<br />
Aku tersenyum penuh makna, membuat mata itu mendelik penuh tanda tanya.<br />
Selamat datang di kawasan Dago Resort..<br />
Kami turun dari mobil. “Orang Bandung bilang ini bukit bintang,” ujarku
menatap gemerlap lampu kota dari atas bukit di kawasan Dago Resort.<br />
Dia menghela nafas panjang, masih takjub dengan pemandangan di hadapannya ini. “Indah..”<br />
“Jangan membenci hujan.. Di sini, kamu akan tetap bisa melihat bintang walaupun hujan datang,” ucapku.<br />
Kami berdua terdiam.<br />
Sepuluh menit.<br />
Dua puluh menit.<br />
“Susu panas atau kopi?” aku mencoba melunturkan diam. Hawa dingin memaksaku untuk segera bergerak mengambil jaket dalam mobil.<br />
“Cokelat panas sepertinya menyenangkan,” pintanya sambil memamerkan
senyum terindah dari matanya. Ah, lagi-lagi mata itu membuat aku
melayang. Apa aku jatuh cinta? Ah, yang benar saja, bisik hatiku.<br />
<br />
Tak lama berselang, aku menghampirinya dengan secangkir cokelat panas, “Kamu sudah siap pergi?”<br />
“Maksud kamu?” setengah kaget, dia menoleh. “Kita kan baru saja datang kemari.”<br />
“Iya, aku tahu. Maksudku, apa kamu sudah siap untuk pergi dari masa lalu?”<br />
Dia kaget dan lagi mata itu menyiratkan suatu tanda yang aku tak paham,
“Entahlah. Sebegitu terlihatnya kah kesedihanku? Padahal aku sudah
berusaha keras menutupinya,” ucapnya sambil mencoba tertawa kecil yang
terlihat dipaksakan.<br />
“Entahlah, dari ceritamu kemarin itu yang aku simpulkan.”<br />
Dia terdiam.<br />
“Ada yang bilang kalau mata adalah cerminan hati.” Sambil memalingkan
muka dengan lirih aku berkata, “Dan aku melihat rona duka yang terpancar
di mata kamu.” Di mata coklat indah milikmu, aku membatin.<br />
Aku duduk di atas kap mobil, dia mengikuti gerakanku. Semilir angin
berhembus diiringi hawa yang dingin pertanda hujan akan segera datang.<br />
<br />
“Ada sesuatu di kepalaku. Sesuatu yang membuatku belum bisa beranjak dari masa lalu,” katanya lagi.<br />
“Kamu masih cinta dia?”<br />
Dia tersenyum, “Iya. Dialah yang memberiku bahagia selama ini.”<br />
“Lalu, apakah dia bahagia dengan pilihannya sekarang?”<br />
“Harusnya. Setelah dia lebih memilih pria itu dan meninggalkanku, aku pikir dia pasti lebih bahagia sekarang.”<br />
“Kalau dia bisa bahagia, mengapa kamu masih bersedih?”<br />
Mata itu menatapku tajam, “Lantas bagaimana denganmu? Apa kamu juga sudah sepenuhnya pergi dari masa lalu?”<br />
Aku terdiam. Lama.<br />
“Jangan mendikteku untuk meninggalkan masa lalu. Jangan mengajariku
untuk belajar menyembuhkan luka dan menghapuskan duka. Kamu nggak tau
apa-apa soal masa laluku! Kamu nggak tau apa rasanya sakit di khianati
dua orang yang paling kamu sayangi!” ucapnya dengan nada sedikit
meninggi.<br />
Aku terhenyak, sedikit kaget dengan jawaban dan nada suaranya yang
meninggi. “Nggak.. aku sama sekali nggak bermaksud mendikte apalagi
mengajari kamu. Aku juga punya kenangan yang kelam dengan masa lalu..
kamu juga nggak tau seberapa keras aku berperang dengan bayang-bayang.
Kamu juga nggak tau apa-apa! Kamu nggak tau seberapa keras aku mencoba
berdamai dengannya, dengan perasaanku, dengan diriku sendiri. Aku kan
hanya bertanya..” ucapku diiringi air mata yang turun tanpa permisi.<br />
Rian terkaget. Dia tiba-tiba menarik tubuhku, memelukku erat..<br />
“Aku minta maaf, lagi-lagi aku membentakmu. Aku minta maaf..” ucapnya.
“Jangan menangis. Maafkan aku..” Pelukan Si Mata Coklat semakin erat.
Aku terus menangis, mengeluarkan apa yang selama ini aku pendam. Rasa
sakit dan kecewa. Dalam pelukan itu aku mendengar degup jantungnya yang
begitu kencang, seperti hentakan kuda dalam pacuan.<br />
<br />
Aku melepas pelukkannya, berpaling, enggan menjawab. Sejenak aku
memejamkan mata, mencoba menenangkan diri. Aku tak mendengar apa-apa.
Bahkan, desah nafas Si Mata Coklat sama sekali tak sampai ditelingaku.
Sepi sekali. Tapi, lamat-lamat ada suara hujan mendekat ke arahku. Dia
mengikutiku, memejamkan mata.<br />
“Apa kau mendengar sesuatu?” tanyaku dalam pejam.<br />
“Ya, aku mendengarnya. Itu suara hujan. Lalu ada apa dengan suara itu?”<br />
“Apa kau tak pernah merindukan hujan?”<br />
“Beberapa waktu yang lalu, hujan membikinkanku rindu. Tapi hari ini, pertama kalinya aku merindukan hujan.”<br />
Dalam pejam aku tersenyum, aku selalu merindukan hujan. Dan sepertinya
Si Mata Coklat ini mengerti perihal rindu yang kumaksudkan. Ya, rindu
pada hujan, bukan rindu karena hujan. Lalu, suatu yang hangat menyentuh
bibirku, ia memaksaku membuka mata pelan-pelan dengan sedikit terhenyak,
sejenak waktu melenyap, kosong, benar-benar kosong.<br />
“Terima kasih,” ucapnya.<br />
“Untuk?” tanyaku heran masih bercampur kaget. Dia hanya tersenyum sambil
menatap bintang dan menikmati rintik yang menghujani kami.<br />
Hujan menghadirkan aroma-aroma menyegarkan. Ini hujan kedua kami, namun
hujan ini adalah hujan pertama di mana dia bisa melihat bintang tetap
bersinar terang. Hujan kali ini sangat rupawan. Bagai berlian-berlian
kecil yang berjatuhan. Tapi, begini lebih menyenangkan. Kami berjalan
beriringan, bercerita sepanjang jalan. Hujan pun menjadi segan, ia
berhenti untuk meninggalkan genangan yang nanti akan kami sebut
kenangan.<br />
Akhirnya kami sampai di depan rumah kostnya. Mata itu menatapku tajam seolah enggan untuk pulang.<br />
“Terima kasih,” katanya lagi. “Aku mau belajar menyukai hujan.”<br />
Aku tersenyum dan mengangguk.<br />
Dia turun dari mobil. Aku membuka kaca mobil bagian kiri, “Oh iya, aku
sudah jadi pengagum bintang sejak kemarin siang.” Ucapku sambil menatap
bintang. Bintang di matanya…<br />
Mata itu tersenyum. Beradu pandang.<br />
“Sampai jumpa esok,” seru Si Mata Coklat.<br />
<br />
***<br />
<br />
Ada satu bintang, tidak terlalu terang tapi tetap indah lagi
mempesona. Bintang yang bersinar di bawah termaram hujan. Mungkin tidak
seterang bulan.. tapi aku harap ia akan lebih baik dari bulan yang
ternyata gerhana, bisik hati Rian.<br />
<br />
***<br />
<br />
Biarlah seribu bintang tertutup awan. Cahayanya ternyata berpindah
pada sepasang mata yang menawan. Ya, kamu, aku bicara padamu, pria
bermata tampan, bisik hatiku.<br />
Lalu, alunan musik Efek Rumah Kaca berjudul Desember mengiringi perjalananku pulang.<br /><br />
“Aku selalu suka sehabis hujan di bulan Desember~”<br />
<br />
<br />
<br />
Cerpen Karangan: Anggi AgistiaAnonymoushttp://www.blogger.com/profile/17404080387687856036noreply@blogger.com2