Air mata ini tak hentinya mengalir di wajahku yang tertunduk lemas memandangi gundukan tanah merah pemakaman yang hampir merata. Rangkaian melati segar yang sengaja kubawa jauh jauh dari kota asalku Kendal pun kini ikut layu seakan menandakan akhir dari sebuah janji dan harapan indah untuk kembali bertemu.
Aku bertemu dengan Aza kira-kira tiga tahun yang lalu, tepatnya tanggal 3 januari 2010, saat kami sama-sama menjalani praktik kerja lapangan (PKL) di sebuah TV komunitas yang berada di daerah Magelang.
Aza datang dari Medan, sedangkan aku asli jawa tengah, jadi seringkali perbedaan kata dan logat bicara menjadi hal yang baru dan lucu bagi kami.
Tak ada yang spesial di awal perkenalanku dengan Aza, karena waktu itu pun aku menganggap Aza tak lebih dari pria bodoh, namun ternyata, waktu yang singkat telah mampu merubah anggapan itu..
Airmata bagiku adalah hal yang mustahil untuk hilang dari hidupku, dan kawan, tak lebih dari lawan yang bersembunyi dibalik senyuman yang sewaktu-waktu dapat menciptakan lebih banyak air mata.
Seperti waktu itu, saat semua anggota kelompok tugas filmku tak ada yang bertanggung jawab dengan tugasnya masing masing, sedangkan posisiku waktu itu adalah ketua kelompok yang paling bertanggung jawab atas jalannya produksi film yang ditugaskan oleh bapak Tanto, pembimbing PKL kami.
Kelemahanku adalah ketidak tegasanku, dan menangis adalah hal tak berguna yang ku ketahui namun tetap kulakukan karena hanya itu yang bisa kulakukan dalam ketidak berdayaanku, itu pendapatku yang dikatakan bodoh oleh Aza,
"Bodoh kali kau! jalan pikiranmu itu tak secerdas naskah yang kau buat!!" ucap Aza dengan nada tegas dan bijak saat tiba-tiba menemuiku yang sedang menyendiri dan menangis di belakang studio tv.
"Mereka susah kali diaturnya Za.." jawabku lemas.
Aza lalu memetik tiga buah bunga melati yang banyak tumbuh di belakang studio, Ia lalu memberikannya satu kepadaku.
"Ni makan, kau suka melati kan...?" pintanya dengan serius, aku bingung, aku memang sangat suka melati, tapi aku sama sekali tidak pernah berpikir untuk memakannya.
"Ah gila kau! orang lagi stres gini disuruh makan melati!" jawabku kesal.
"Itulah kau, hanya mau menikmati keindahan dan wanginya saja.., padahal ada kenikmatan yang luar biasa jika kau mau merasakannya.." ucap Aza sambil memakan satu melati, Ia mengunyah melati itu dengan santainya lalu menelannya. Aku hanya melihatnya dengan terbengong.
"Ih, kau gila..! kan rasanya pahit...!!" ucapku pada Aza.
"Sok tau kau! emang kau pernah makan melati?" tanyanya dengan santai. Aku hanya menggelengkan kepala.
"Terus darimana kau tau kalau melati ini pahit..?" lanjut Aza, akupun tak mampu menjawabnya karna memang aku tak tau.
"Itulah yang membuat dirimu selama ini gak happy, kau hanya melihat segala sesuatunya hanya dari sudut pandang yang mudah terlihat tanpa mau melihat yang tak terlihat, padahal disitulah kau akan menemukan makna dan hikmah dari semua masalahmu..dan kau selalu memvonis buruk semua yang sebenarnya belum kau ketahui kebenarannya.." jelas Aza dengan penuh kedewasaannya yang membuatku terkagum-kagum tapi tetap tak mengerti maksud dari kata-katanya.
"Maksudnya? aku gak mudeng.." tanyaku dengan tampang blo'on.
Aza lalu membuka telapak tangan kananku dan memaksaku menerima satu melati yang tersisa ditangannya.
"Kau makanlah melati ini, baru kujelasin ntar.." jawab Aza, Ia lalu pergi meninggalkanku.
Sejak hari itu aku dan Aza sangat dekat, meski aku dan Aza memiliki adat yang jauh berbeda, namun kedewasaannya dan cara berpikirnya yang bijak telah membuatku merasa nyaman saat aku bersamanya. Diapun kuanggap sebagai abangku sendiri. Azalah yang selalu menemukanku saat menyendiri dan menangis. Ia selalu menenangkanku dengan kata-katanya yang bijak meski tak kumengerti.
Dan tibalah saat menyedihkan yang tak ingin kulalui namun itu tetap terjadi, itulah saat perpisahanku dengan Aza. Tak terasa waktu dua bulan telah berlalu, dan kami harus kembali ke jalan hidup sebelum kami bertemu. Aku harus kembali ke Kendal untuk melanjutkan sekolahku, begitu juga dengan Aza.
Pagi itu aku sengaja menjauh darinya agar tak ada air mata perpisahan, namun itu hanya sia-sia, Aza kembali menemukanku di belakang studio.
"Kenapa belum pulang kau??!!" tanya Aza yang mengagetkanku.
"Kau ngusir aku??" jawabku kesal. Aku berusaha menahan airmataku agar tidak keluar dan dilihat Aza, tapi nampaknya Aza sudah tau. Ia lalu duduk disampingku, satu tetes air mata tak mampu ku kendalikan dan mengalir di pipiku, saat aku ingin segera mengusapnya dengan tanganku, tiba-tiba Aza mencegahnya.
"Kalau mau nangis ya nangis aja, mungkin ini adalah saat terakhir kita ketemu.." Ucap Aza dengan serius, matanya tajam menatapku, memang tak ada air mata di sana, namun kesenduan itu terlihat jelas di wajahnya. Akupun tak bisa lagi membendung air mataku yang akhirnya ku biarkan keluar.
Aza hanya diam membiarkanku menangis, Ia lalu memetik dua melati dan memberikannya satu untukku.
"Ini permintaanku yang terakhir kali.., makanlah.." pintanya kepadaku. Aku menerima melati itu, namun aku menggelengkan kepala tanda aku tak mau memakannya.
"Aku mau makan, tapi kau harus janji kalau kita bisa ketemu lagi..." pintaku dengan penuh air mata.
"Kalau Tuhan yang ingin ketemu aku duluan gimana?" jawab Aza. Aku tak mengerti kata-katanya. Aza lalu tersenyum dan mengacungkan jari kelingking kanannya tanda berjanji, Akupun lalu mengkaitkan jari kelingking kananku dengan Aza, dan kami pun berjanji.
"Ntar kau yang harus datang ke Medan, dan bawakan aku melati asli Kendal, akan kucoba gimana rasanya, kita makan melati bersama nanti.." ucap Aza sambil tertawa, meski kesenduan itu masih terlihat jelas di wajahnya. Aku pun ikut tersenyum, dalam hati aku berjanji akan memenuhi permintaannya.
"Andaikan kau datang kembali, jawaban apa yang kan kuberi, adakah jalan yang kau temui, untuk kita kembali lagi.." itu adalah lagu koes plus yang sering Aza nyanyikan untukku, dan hingga kini, aku sangat menyukai lagu lawas itu, hampir setiap hari aku melihat rekaman video saat Aza menyanyikan lagu itu.
Tak terasa sudah 3 tahun aku berpisah dengan Aza, sejak satu bulan setelah kami berpisah, Aza sama sekali tak bisa kuhubungi, awalnya aku berpikir dia sibuk, tapi hingga kini Aza tak pernah memberiku kabar.
Pagi itu, saat aku melihat video rekamannya, aku teringat dengan satu permintaannya agar aku mau makan melati. Aku pun segera menuju halaman rumahku, ada satu pohon melati yang tumbuh di sana, aku lalu memetik satu melati yang sudah mekar, kucoba mengambil satu kelopak bunganya dan perlahan kumasukkan ke mulutku, awalnya terasa pahit, tapi setelah aku mengunyahnya rasanya menjadi sangat berbeda dan tak bisa kuungkapkan dengan kata ataupun tulisan. (kalau kalian mau coba aja sendiri..hohoho). Aku lalu teringat janjiku untuk datang ke Medan dan membawakan melati asli Kendal untuknya.
Entah apa yang merasuki hati orang tuaku, tiba-tiba saja mereka langsung mengijinkanku untuk berlibur ke Medan pada liburan semester tahun ini. Aku pun sangat senang dan tak sabar menanti hari itu, tak lupa aku juga membawakan melati yang kurangkai spesial untuk Aza.
Akhirnya kuinjakkan juga kakiku di kota Medan ini, dan Aku segera menuju ke alamat yang dulu diberikan Aza sebelum kami berpisah. Kurang lebih satu jam dari bandara, aku sampai di sebuah rumah yang bercat dinding serba putih. Aku lalu mengetuk pintu rumah itu, tak berapa lama keluar seorang wanita paruh baya membukakan pintu untukku, ku pikir itu ibunya, dan ternyata itu memang benar ibunya.
Aku lalu memperkenalkan diriku dan menyampaikan maksud kedatanganku untuk menemui Aza. Tiba-tiba ibu Aza menangis.
"Dulu Aza sering cerita tentang kamu, dia bilang, bertemu denganmu telah memberikan warna yang berbeda disisa waktunya..." ucap ibu Aza sambil mengusap air matanya dengan sebuah tissue. Aku bingung.
"Dulu??? emang sekarang Aza kemana??" tanyaku dengan penasaran.
Ibu Aza tak berkata apapun, Ia lalu mengantarkanku ke sebuah tempat dan meninggalkanku sendiri di sana agar aku bisa leluasa memarahi Aza yang tak menepati janjinya.
"Kau kenapa jahat kali sama aku..!! kau janji kalau kita pasti akan ketemu lagi, kau minta aku datang ke Medan, sekarang aku udah datang Za..., aku juga sudah bawakan melati yang banyak asli dari Kendal untuk kita makan bareng, Melati ini Untukmu Kawan.. Kau jangan diam aja Za..!! bangunlah..!!!" ucapku pada satu raga yang hanya diam bersembunyi dibalik gundukan tanah merah.
Air mataku tak hentinya mengalir, aku tak percaya Aza telah tiada, radang paru-paru telah menghancurkan sebuah janji dan harapan untuk kembali bertemu.
Aku lalu memakan melati yang kubawakan untuk Aza meski sudah agak layu,
"Kau lihat kan Za, aku udah makan melati ini, kau juga mau kan? ini.." Aku lalu menaburkan semua melati yang kubawa di atas pusara Aza.
"Kalau Tuhan yang ingin ketemu aku duluan gimana?"
Ternyata memang Tuhan lebih dulu ingin bertemu dengan Aza, dan aku yakin pertemuan itu pasti lebih indah daripada pertemuanku dengan Aza.
-THE END-
ceritanya bagus banget :)
BalasHapusbagus buat novel aja kreatif yang buat artikel2 cerita ini :D
BalasHapus