Cerpen Kiriman Rahimah Permata Sari
Terkadang aku merasa Tuhan tidak adil, tapi aku salah. Tuhan itu Maha
adil, banyak rencana dari rencana yang ada pada-Nya. Terkadang kita pun
disulitkan dengan pilihan, karena pilihan yang kita inginkan biasanya
tak hadir dalam keadaan yang sedang kiita lewati. Mengikuti pilihan pun
tak selalu menjadi jalan terbaik, nyatanya tak selalu bahagia ketika
kita mengikuti pilihan yang ada. Aku pun merasa tak adil ketika Tuhan
mengambil kebahagiaan yang baru sekejap aku rasakan. Tapi itu
keinginan-Nya yang tak bisa ku hindari, mau tak mau aku mengikuti
pilihan-Nya. Aku diberi kesempatan merasakan bahagia dalam coretan
hidupku yang fana.
Suatu ketika waktu tlah mempertemukanku dengan seorang manusia yang
indah karena ciptaan-Mu. Aku rasa ini anugrah yang tak patut aku
sia-siakan. Sungguh dia orang yang berbaik hati, berwibawa dan selalu
membuatku merasa nyaman ketika bersamaku. Dan dalam waktu singkat
mengenalnya aku sudah menganggapnya kakakku sendiri, namanya Arman.
Belum sebulan kami kenal kami sudah dekat seperti saudara sungguhan.
Di sekolah aku rasa sakit itu kembali menghampiriku. Pusing sekali
rasanya kepala ini, dan wajahku mulai memucat. Aku pun segera izin ke
toilet pada guru study, aku tak ingin ada yang tau bahwa saat itu aku
sakit. Ya, sakit ini lumayan menyiksaku. Tak ada yang tau hal ini,
kecuali Arman. meskipun dia tak tau aku sakit apa tapi dia tau aku punya
penyakit. Sudah sekitar 10 bulan yang lalu aku mengalami anemia, yang
sekarang semakin parah. Aku terkena Anemia Hemolitik, orang tuaku pun
tak mengetahui hal ini. Ini karena aku tak ingin membebani siapa pun.
Biarkan sementara ini hanya aku yang tau mengenai penyakit ini. meskipun
suatu saat nanti mereka pasti akan tau juga. Aku menahan sakit di dalam
toilet sehingga tak ada yang curiga. Cukup lama aku di sana dan jika
aku merasa sedikit lebih nyaman aku akan segera kembali ke kelas.
Meskipun sakit itu masih terpenjara dalam tubuhku. Dan ketika wajahku
masih memucat aku hanya beralasan kurang tidur pada teman-temanku.
Sebenarnya Arman pun tak tau hal ini sebelumnya. Tapi keadaan tlah
memaksaku saat itu, meskipun aku tak menceritakan seutuhnya pada Arman.
Malam itu aku menelfonnya, awalnya aku merasa keadaanku baik-baik saja.
Di sela pembicaraan, mendadak dadaku terasa sesak sekali. Jantungku
berdetak tak karuan dan aku seperti tak mendapatkan sedikitpun Oksigen
di kamarku. Nyeri sekali rasanya jantungku, kepalaku mendadak pusing
sekali dan tanganku bergetar, wajah dan tanganku pun semakin memucat.
Aku pun tak bisa menjawab pertanyaan dari Arman di telfon.
“Cindy, kamu kok diam? jawab aku Cin..”
“iya..” aku memaksa kan diri menjawab agar dia tak curiga, tapi suaraku terlalu kecil
“Cin, suara kamu gak kedengaran. Cin kamu kok tiba-tiba diam sih??”
Berkali dia memanggil namaku dan bertubi-tubi pertanyaannya menyerbuku
tapi aku tak bisa menjawabnya, aku ingin mematikan telfon tapi aku takut
dia akan marah nanti. Aku hanya bisa diam menahan sakit, semoga Arman
tidak mendengar nafasku yang pendek-pendek ini.
“Cin, Cindy.. kamu kenapa?? kok kamu diam aja sih? kamu gak papa? jawab Mas Cin”
Dengan terbata aku menjawab pertanyaannya, aku tak ingin dia semakin curiga.
“A-a-ku Nd-a pa-pa kok mas,”
“suara kamu kok putus-putus gitu? Cin jawab yang jujur Cin kamu kenapa? kamu sakit ya?”
“nd-a pa-p-a kok, Cindy se-hat”
“jangan bohong sama mas Cin? kamu pasti sakit kan? kamu sakit apa? kok gak pernah cerita?”
Akhirnya aku bisa bicara tanpa terbata-bata lagi, nyeriku perlahan berkurang. Tapi aku merasa sekujur tubuhku melemah..
“Cindy baik-baik aja kok mas, sakit biasa kok”
“sakit biasa gimana maksudnya? Cin jangan gini dong,”
Tiba-tiba nyeri itu datang lagi
“Cin kamu kok diam lagi? Cin kamu gak papa? mas ke rumah kamu sekarang ya?”
“jangan! tolong jangan mas, Cindy nda mau orang tua Cindy tau.”
“makanya kamu cerita sama mas, kamu sakit apa???”
“sakit banget mas!”
“ya Allah, mas bingung kamu sakit apa Cin? apa kamu yang sakit?”
“sesak mas, jantung imah rasanya nyut-nyut, lemes..”
“kamu sakit apa sih Cin?”
“Cindy sehat kok mas”
“udah kayak gini masih aja mau kamu sembunyikan dari mas, jangan bohong sama mas. kamu tau kan mas gak suka di giniin..”
“Cindy nda bisa cerita sekarang mas, imah udah minum obat penahan sakit kok.”
“Cin, kamu harus ke dokter. Penyakitmu bisa parah kalau kamu terus tahan kayak gini”
“nda mas, Cindy kuat kok. Mas jangan cerita sama siapa pun ya.. Cindy mohon..”
“Loh, emang gak ada yang tau??”
“gak mas, yang tau cuma Mas Arman aja.. tolong ya mas”
“iya, tapi kamu harus nurut ya sama mas..”
“iya mas.. Cindy percaya sama mas”
“sekarang masih sakit gak?”
“udah mendingan kok mas..”
“kapan-kapan mas mau liat obat kamu ya?”
“buat apa mas?”
“sudah, yang penting kamu kasih liat sama mas ya. Mas gak mau kamu sembarangan minum obat,,”
“iya mas, Cindy baik-baik aja kok”
“ya sudah, kamu tidur ya. Istirahat biar kamunya sehat, jangan tidurnya jauh malam ya Cindy..”
“iya mas, mas juga. Cindy tutup ya telfonnya”
Aku hanya mengiyakan perintahnya untuk menyuruhku tidur.
Berkali ku paksakan diriku untuk tidur tapi aku benar-benar tak bisa
tidur. Sakit ini masih mendera di tubuhku, nyeri yang ku rasakan
membuatku tak bisa terlelap tidur. Hingga jam 1 malam aku baru bisa
memejamkan mata ini dan tertidur.
Keesokan paginya Mas Arman ke rumahku, dia ingin memastikan
bagaimana keadaanku setelah semalam penyakitku kambuh. Kebetulan bapak
lagi kerja dan ibuku sedang belanja kebutuhan pokok. Jadi hanya aku dan
mas Arman yang di rumah. Kami pun ngobrol di teras rumahku. Sudah ku
duga, dia pasti membahas sakitku semalam. Sungguh ini bahan pembicaraan
yang tak ku sukai.
“Cin, gimana keadaanmu sekarang? Sudah baikan..”
“iya, Cindy baik-baik aja Mas..”
“Cindy, mas tau kamu gak mau cerita penyakitmu itu. Tapi kamu udah janji kan mau kasih liat Mas obat yang kamu minum?..”
“iya sih mas, tapi nanti aja ya. Nda papa kan?”
“ya udah.. sudah berapa lama kamu sakit gitu?”
“belum lama ini kok mas, lagian juga nda parah kok”
“iya sudah berapa lama??? Gak parah gimana? Kamunya aja sampai kayak semalam..”
“mas udah liat sendiri kan sekarang Cindy baik-baik aja. Baru
sekitar 10 bulan yang lalu kok mas. Tenang aja, belum sempat menahun
kok” aku tersenyum
“kamu bilang itu belum lama Cin? Pasti penyakitmu sudah akut ya.. mas makin penasaran kamu sakit apa sih?”
“sakit biasa kok mas..”
“ini bukan biasa lagi Cin, ini tuh udah akut. Kamu jangan remehin ini dong..”
Tiba-tiba darah segar mengalir dari hidung Mas Arman, spontan
itu membuatku sangat terkejut. Banyak sekali darahnya mengalir, betapa
paniknya aku saat itu.
“Mas, mas nda papa???”
“iya mas baik-baik aja kok, Cuma pusing dikit aja” dia tetap tersenyum untuk meyakinkanku
“terus hidung mas kok mimisan, ya sudah mas tunggu di sini sebentar Cindy ambilin tisu ya mas.”
Segera aku ke dalam rumah mengambil tisu yang ada di atas meja. Ketika aku keluar rumah, Ya Allah..
“Mas, bangun mas… mas kenapa?? Mas.. bangun,,,” ternyata Mas
Arman pingsan, bajunya ternodai dengan darah yang mengucur dari
hidungnya. Aku segera menelfon ibuku untuk pulang.
“Bu, pulang sekarang ya bu. Mas Arman barusan pingsan di rumah. Buruan bu..”
“iya, unggu sebentar ya nak.”
“iya, ibu hati-hati di jalan bu..”
Ya Allah, ada apa dengan Mas Arman? Ataukah dia juga penyakit
yang dia sembunyikan dariku? Aku panik sekali melihat keadaanya seperti
ini. Sembari menunggu ibu datang, aku hanya meletakkan kepalanya dalam
pangkuanku dan membersihkan darahnya. Aku tak kuat memapahnya ke dalam
rumah. Dan tak lama kemudia ibu pun datang.
“Ya Allah.. Cindy, ada apa dengan Arman? Kenapa sampai hidungnya berdarah seperti ini?”
“Cindy juga nda tau bu. Bu kita bawa ke rumah sakit aja ya bu..”
“ya sudah..”
Kami membawanya ke rumah sakit terdekat, dan dia segera masuk ke ruang UGD. Tak lama kemudian dokter pun datang
“Dok gimana dengan keadaanya” tanya ibu
“Maaf apa ibu keluarganya?”
“iya saya tantenya dok. Ibunya sedang berada di luar kota” ibu
terpaksa berbohong untuk mengetahui keadaan Mas Arman. Orang tua Mas
Arman memang tak di sini. Dia di sini merantau bersama beberapa
temannya.
“Bu, pasien itu perlu istirahat yang cukup agar penyakitnya tak
kambuh seperti ini. Sementara ini, lebih baik dirawat saja untuk
beberapa hari hingga keadaannya pulih kembali”
“iya dok. Maaf boleh saya tau dok dia sakit apa ya? Selama ini dia tak pernah cerita”
“sepertinya kepalanya pernah terbentur benda keras dan
menyebabkan ada darah beku yang menyumbat di kepalanya. Bisa
kembungkinan juga dia mengalami leukimia”
Aku kaget mendengar kata dokter, lalu aku pun segera bertanya.
“apa penyakitnya sudah parah sekali dok?”
“lumayan parah, saya belum bisa memastikan karena belum ada tes
darah dan scan otak lagi untuk mengeceknya. Maaf bu, saya mau permisi
dulu menangani pasien yang lain”
“iya dok, terima kasih”
Ternyata Mas Arman menyembunyikan hal ini dariku, dia memaksa
aku untuk cerita sakit yang ku derita. Ini tidak adil buatku, aku segera
ke kamar tempat Mas Arman di rawat. Ibu pulang sebentar untuk mengambil
beberapa keperluan. Tak lama kemudian Mas Arman pun sadar kembali.
“Alhamdulillah, Mas udah sadar..”
“Cindy, ini di mana ya? Tadi kan kita di teras rumah kamu..”
“mas lupa ya, tadi itu mas mimisan dan pingsan di rumah Cindy. Gimana keadaan mas sekarang? Apa udah baikkan..”
“Mas gak papa kok Cin, kamu gak usah khawatir ya..”
“mas, Cindy boleh tanya nda? Tapi jawb yang jujur ya,”
“boleh dong, apa sih yang gak buat kamu” sedikit menggoda
“Mas kenapa gak pernah cerita kalau mas punya penyakit ini?”
“kamu tau darimana???”
“mas jawab pertanyaan Cindy, kenapa diam mas?”
“Cin, maafin mas ya. Alasan mas sebenarnya sama seperti kamu, mas gak mau bebani orang-orang di sekitar mas..”
“tapi Cindy ndaa pernah anggap ini tuh beban mas. Akan lebih
baik kalau mas cerita dari dulu sama Cindy. Kalau keadaannya kayak gini
itu justru bikin Cindy khawatir”
“Cin, kamu jangan ngomong gitu. Mas baik-baik aja kok, buktinya masih bisa ngomong sama kamu kan?”
“Mas.. bisa ngomong bukan berarti sehat. Itu bukan jaminan, mas
harus sembuh ya mas. Cindy nda mau liat mas sakit gini lagi”
“Iya, mas udah sembuh kok. Mas baik-baik aja Cindy. Jangan sedih gitu donk. Mas gak mau liat Cindy sedih gara-gara Mas”
Keadaan Mas Arman sudah membaik, dan hari ini dia sudah
diizinkan untuk pulang ke rumah. Hanya saja pesan dokter dia harus
menjaga pola makan dan teratur minum obat yang di berikan oleh dokter.
Tapi Arman memang keras kepala, dia selalu bilang bosan dengan segala
macam obat yang diberikan dokter padanya, lagian hidupnya tak kan lama.
Ini membuat Cindy semakin sedih, tapi dia berusaha menyembunyikan
kesedihannya karena tidak ingin melihat Arman khawatir dan akhirnya drop
lagi.
Sayang sekali keinginan Cindy tak izinkan Tuhan. Di sela-sela
hujan yang turun, Arman kembali drop dan tak sadarkan diri lagi.
padahal baru seminggu yang lalu dia keluar dari rumah sakit. Darah yang
keluar dari hidungnya semakin banyak, kali ini kondisinya benar-benar
hampir kritis. Bahkan dokter bilang dia koma. Ini membuat Cindy menjadi
terenyuh dan dia semakin tidak peduli dengan kesehatannya.
Setiap hari Cindy lah yang selalu berusaha menyempatkan
dirinya untuk menjaga Arman hingga sadar. Tapi dokter bilang
kemungkinannya untuk hidup hanya sekitar 27 %. Ini memang membuat Cindy
sangat terpukul. Tapi dia yakin Arman pasti bisa sehat seperti dulu.
Sayang sekali Cindy juga tidak sadar betapa nyawanya kini berada di
ambang jemari Tuhan.
“Mas cepetan sadar donk, Cindy pengen liat Mas tuh senyum lagi. Mas
tuh bawel banget ya, nyembunyiin penyakit sendiri sampe kayak gini.
Cepetan sadar ya, biar kita bisa makan bareng, jalan bareng, hunting
bareng.. “
Tiba-tiba saja Jlebbbbb ! Cindy mendadak pingsan. Tubuhnya sudah sangat
pucat, sudah bisa dipastikan penyakitnya pasti kambuh juga karena
akhir-akhir ini dia tidak pernah lagi mengkonsumsi resep dokter dan
selalu kurang istirahat. Tubuhnya benar-benar drop dan lemas. Akhirnya
Cindy pun harus masuk ruang ICU untuk mendapat perawatan intensif.
Tuhan memang tidak mengizinkan mereka bersama seperti dulu
lagi. Ketika Cindy pun sedang berjuang melewati masa kritisnya di ruang
ICU, kini Arman sudah tersadar dari komanya. Berkali dia memanggil nama
Cindy. Namun orang tuanya berusaha untuk menenangkannya. Mereka tidak
ingin dia drop dan kondisinya memburuk lagi, sehingga tak ada yang
berani memberitahukan bahwa Cindy sedang kritis di Ruang ICU dan di
rumah sakit yang sama dengannya pula.
Sudah 3 hari Arman menuggu Cindy hadir di sampingnya, tapi
dia tak kunjung datang. Arman berusaha mencari tau sendiri tanpa
sepengetahuan orang lain, dan dia memutuskan untuk bertanya kepada
dokter yang merawatnya.
“Dok, maaf.. boleh saya bertanya?”
“Oh, tentu saja.. Ada apa Arman?”
“Ehmmm, apa dokter tau gadis yang bernama Cindy? Dia sering menjenguk
saya. Tapi sudah 3 hari dia tidak muncul semenjak saya sadar. Mungkin
dokter tau dimana dia..”
“Ohh, Cindy.. dia pasien saya, 3 hari yang lalu dia masuk ICU dan sampai sekarang belum lewat masa kritis”
“ya Tuhan… kenapa dia dok??”
“Anemia yang dia derita sudah semakin akut, kemungkinan untuk lewat masa
kritis sangat kecil. Hanya tinggal berdoa pada Sang Kuasa”
“Tuhann…. kenapa begini? Lebih baik Engkau tak bangunkan daripada aku yang tak bisa melihatnya lagi”
Doa yang dikirimkan Arman kepada Tuhan bukanlah tak bermaksud.
Dan salah satunya adalah tak ingin melihat diriny menderita, meskipun
sesungguhnya dirinya sendiri pun telah rapu karena penyakitnya itu. Tapi
kehendak Tuhan terkadang memang tak sejalan, Dia menginginkan Cindy
kembali ke pangkuannya. Mungkin itu lebih baik daripada harus menanggung
derita di dunia fana ini.
#Arman
Terima kasih Tuhan, Kau pertemukan dan perkenalkan aku dengan
Cindy. Gadis manis dengan semangat hebat, mampu menutupi jiwanya yang
sebenarnya telah rapuh. Mampu tersenyum dalam sembunyian sayatan
lukanya. Tak kulihat setetes pun darah menetes di hadapanku. Begitu
indahnya dia, hingga Engkau pun mengambilnya kembali lebih cepat dariku…
ENTRI POPULER
-
Puting susu adalah bagian paling sensitif pada payudara perempuan yang tidak boleh disentuh oleh laki-laki manapun kecuali suami sen...
-
Anda telah menjalin hubungan dengan seorang pria yang spesial. Namun Anda masih ragu apakah dirinya ingin menjalani hubungan yang lebi...
-
POLISI Polisi : Gimana kejadiannya, kamu menabrak 50 orang dalam suatu kecelakaan mobil!? Jony : waktu ngendarain mobil, ke...
-
Tanda-Tanda Seorang Cowok Suka Sama Cewek (Naksir) Bagi taman teman cewek mungkin masih bingung membedakan cowok yang suka atau naksir ...
-
Dua manusia yang merasa saling berjodoh pasti memiliki ikatan emosional, spiritual dan fisik antara keduanya. Hanya dengan menatap ma...
-
Jancok, jancuk atau dancok adalah sebuah kata khas Surabaya yang telah banyak tersebar hingga meluas ke daerah kulonan (Jawa Timur seb...
-
Artikel ini memberikan informasi untuk dapat memasuki pikiran cewek itu dan lebih dekat dengannya. Ingat dasar keberanian adalah modal ya...
-
Pernikahan merupakan suatu jalan untuk memulai suatu babak babak baru dalam kehidupan seseorang. Bagi seorang wanita, menikah merupakan tem...
-
Tanaman binahong banyak dijumpai disekitar kita dan bisa dijadikan sebagai tanaman obat yang mempunyai khasiat untuk menyembuhkan berbagai...
-
Arti Mimpi Seks Makna Mimpi Seksual Anda - Mimpi tidak hanya sekedar buah tidur. Mimpi bisa menjadi petunjuk yang menandakan kondisi s...
Home
»
Cerpen
»
Jemari Tuhan Telah Merangkulnya
Jemari Tuhan Telah Merangkulnya
Ditulis Oleh : Unknown
Artikel
Jemari Tuhan Telah Merangkulnya
ini ditulis oleh
Unknown
pada hari
Kamis, 10 Januari 2013
. Terimakasih atas kunjungan Anda pada blog ini. Kritik dan saran tentang
Jemari Tuhan Telah Merangkulnya
dapat Anda sampaikan melalui kotak komentar dibawah ini.
Langganan:
Posting Komentar
(RSS)
hmm ceritanya bagus banget :) dan akhir yang bagus
BalasHapus